Regional

Lereng Menoreh, di Antara Kekeringan dan Kemarau Panjang

Matahari bersinar terik, mengiringi aktivitas warga lereng Menoreh yang hendak mencari sesuap nasi.

Featured-Image
Warga yang menunggu air dengan aliran sangat kecil di Dusun Kenalan (Apahabar.com/Arimbihp)

bakabar.com, MAGELANG - Matahari bersinar terik, mengiringi aktivitas warga lereng Menoreh yang hendak memulai aktivitas sehari-hari. Sebelum ke ladang, mereka harus bangun sepagi mungkin untuk mengambil air dari mata air yang berada di ujung desa.

Terlebih saat kemarau panjang, para warga harus membawa lebih banyak jeriken untuk menampung air untuk keperluan rumah tangga dan kebutuhan hewan ternak.

Lokasi Dusun Kenalan, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang yang terletak di perbukitan menjadi kesulitan tersendiri bagi warga dalam mencari air bersih. Waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan air menjadi lebih panjang.

"Untuk mengisi 1 jeriken berukuran kurang lebih 10 liter membutuhkan waktu 1 sampai 2 jam, karena saat kemarau air yang mengalir sangat kecil. Hanya kurang lebih 5 sentimeter" ungkap Agus (42), warga Dusun Kenalan, Kabupaten Magelang, Selasa (26/9).

Baca Juga: Klaim Kirim Bantuan Air Bersih ke Rusun, Caleg PKB: Saya Tidak Tahu

Setiap hari, Agus dibantu sang istri, Sutiyah (40) menyiapkan 3 sampai 4 jeriken untuk diisi di sumber mata air yang berjarak 1 kilometer dari rumahnya. Meski jarak rumah Agus dan mata air terbilang dekat, namun jalan yang dilalui sangat curam dan menanjak.

Agus dan Sutiyah juga harus ikhlas untuk menunggu, karena sumber air yang terbatas harus dibagi rata dengan warga lainnya. Air yang dikumpulkan digunakan untuk keperluan memasak dan air minum.

Sedangkan untuk mandi, mencuci dan yang lain, ia menggunakan air dari Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) yang baru disalurkan oleh pemerintah DIY.

Antrean jiligen di Dusun Kenalan (Apahabar.com/Arimbihp)
Antrean jiligen di Dusun Kenalan (Apahabar.com/Arimbihp)

"Baru saja ya, belum ada 1 tahun, kami Pamsimas ikutnya DIY, karena memang lebih dekat, meskipun rumah administratifnya ikut Magelang," paparnya.

Baca Juga: Krisis Air Bersih Kepung Wilayah Jabodetabek

Hanya saja, air Pamsimas tidak mengalir setiap saat. Ada jadwal khusus yang harus diperhatikan jika menggunakan air dari Pamsimas. "Maka saat mengalir, kami menampungnya di ember-ember sebagai cadangan," jelasnya.

Untuk bisa menggunakan layanan Pamsimas di rumahnya, Agus harus merogoh kocek sebesar Rp20.000 per bulannya. Hanya saja, air Pamsimas tidak digunakan untuk minum dan memasak lantaran mengandung zat besi.

"Kadang warnanya kuning atau keruh. Jadi cuma kami gunakan untuk bersih-bersih dan mencuci saja," imbuhnya.

Pernah beberapa waktu lalu, Agus mencoba memecahkan masalah kekeringan dengan membuat sumur bor. Namun sayang, hingga kedalaman lebih dari 135 meter, air dari sumur tersebut tak kunjung keluar.

Baca Juga: Krisis Air Bersih Bekasi, Wali Kota Siapkan Solusi Jangka Panjang

Sumur artesis itu pun gagal digunakan karena airnya yang gagal mengalir hingga ke rumah. Selanjutnya, warga menggunakan air bantuan dari BPBD Kabupaten Magelang.

"Ada bantuan air dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang, tetapi hanya 2 kali 1 minggu," jelas Agus.

Masalah serupa juga dialami warga Candirejo, Kecamatan Borobudur yang harus rela mengantre jiriken agar bisa mendapat jatah air bersih.

Antrean jiligen di Dusun Candirejo, Magelang (Apahabar.com/Arimbihp)
Antrean jiligen di Dusun Candirejo, Magelang (Apahabar.com/Arimbihp)

Berbeda dengan Dusun Kenalan, lokasi mata air milik Dusun Candirejo terletak jauh dari rumah warga.

Baca Juga: Dampak Krisis Air Bersih, Warga Ancol Alami Penyakit Kulit

"Kalau disini tuk (mata airnya) jauh, lebih dari 5 kilometer, jadi warga sangat mengandalkan bantuan BPBD yang datang seminggu 2 kali," tutur Triani (46), seorang warga Candirejo.

Air yang disalurkan BPBD setiap Selasa dan Jumat itu digunakan Triani dan 70 keluarga lainnya untuk kebutuhan minum dan memasak.

Meski tak ada batasan maksimal untuk jumlah air yang diambil dari bantuan BPBD, ternyata masing-masing warga terbiasa hanya menampung sebanyak 5 jeriken berukuran 10 liter.

"Ya meskipun tidak dibatasi, tetapi kami harus saling peduli, supaya semua warga kebagian," imbuhnya.

Baca Juga: Proyek Drainase di Ancol Sebabkan 700 KK Alami Krisis Air Bersih

Kemudian untuk urusan rumah tangga seperti mencuci baju anak-anaknya, perempuan yang bekerja sebagai petani itu terpakasa 'mengungsi' ke Sungai Progo setiap 2 hari sekali.

Selain persoalan air bersih, Triani mengungkapkan, kondisi kekeringan yang terjadi telah berimbas pada kondisi ladang yang ikutan kering dan tanahnya keras, sehingga hanya bisa ditanami palawija.

"Itupun setumbuhnya, kadang serai, jahe, karena untuk pengairan juga sulit," tuturnya.

Menurut Triyani, sejak kecil ia dan warga desa telah mengalami kesulitan air bersih. Ia tidak ingat persis kapan pastinya kekeringan mulai melanda kampungnya.

Baca Juga: Warga Kampung Mangga Ancol Alami Krisis Air Bersih dalam Sebulan Ini

Yang ia ingat, kondisi kesulitan air bersih memang lebih terasa di saat musim kemarau seperti saat ini. "Kalau musim hujan kami bisa menampung air, di bak atau tandon untuk keperluan sehari-hari," tuturnya.

Mengantisipasi kasus kekeringan, Kepala BPBD Kabupaten Magelang Edy Susanto menuturkan, pihaknya telah meluncurkan bantuan sesuai jadwal bagi warga yang mengalami kekeringan.

"Setiap seminggu 2 kali karena memang harus dibagi agar daerah lain juga kebagian," tuturnya.

Edy membeberkan, jumlah air yang dibawa untuk masing-masing desa tidak dibatasi jumlahnya. Sebisa mungkin, BPBD akan mencukupi semua kebutuhan warga.

"Semaksimal mungkin kami buat merata, sudah ada jadwalnya. Jadi semua teratasi," pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner