News

Kemarau Datang, Karhutla Mulai Mengintai Kotim!

BPBD Kotim, mengingatkan masyarakat agar waspada kebakaran hutan dan lahan seiring memasuki musim kemarai yang di prediksi selama 4 bulan lamanya.

Featured-Image
Upaya petugas melakukan pemadaman lahan di pinggir jalan di wilayah Kecamatan Teluk Sampit, pada Sabtu (7/6/2025). Foto: BPBD Kotim

bakabar.com, SAMPIT - Musim kemarau baru saja mengetuk gerbang Kalimantan, namun asap tipis sudah mulai membumbung dari lahan-lahan kering di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalteng. Pertanda ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) bukan lagi sekadar kekhawatiran tapi kenyataan yang mulai terjadi.

Salah satu kejadian pertama terjadi di Desa Eka Bahurui, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, pada Kamis (5/6/2025). Tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotim langsung bergerak cepat setelah menerima laporan adanya titik api di lahan gambut dan semak belukar seluas 0,378 hektare.

“Curah hujan sudah menurun sejak akhir Mei, dan sesuai prediksi BMKG, awal Juni ini kita resmi memasuki musim kemarau. Kebakaran di Eka Bahurui menjadi sinyal awal yang harus kita waspadai bersama,” ujar Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Kotim, Multazam, saat dikonfirmasi media ini, Minggu (8/6/2025).

Beruntung, api berhasil dipadamkan sebelum meluas ke area yang lebih besar. Tim pemadam langsung melakukan tindakan cepat dan melanjutkan dengan pendinginan untuk mencegah bara api kembali menyala.

Data dari hasil diseminasi BPBD Kotim dan BMKG menunjukkan, musim kemarau tahun ini diperkirakan berlangsung selama sekitar 4 bulan 10 hari. Dengan curah hujan yang sangat minim dan udara kering, risiko karhutla dipastikan meningkat secara signifikan.

Beberapa wilayah lain di Kotim juga mulai menunjukkan gejala serupa. Selain Eka Bahurui, titik api telah terdeteksi di Kecamatan Teluk Sampit dan Jalan Nyai Enat di Kecamatan MB Ketapang. Kondisi ini memaksa BPBD untuk meningkatkan patroli dan menyiagakan seluruh personel untuk menghadapi kemungkinan terburuk.

“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Masyarakat harus ikut andil. Tindakan sederhana seperti tidak membakar sampah sembarangan bisa menyelamatkan lahan, bahkan nyawa,” tegas Multazam.

Karhutla bukan hanya soal kehilangan lahan. Dampaknya menyebar luas dari rusaknya ekosistem dan habitat satwa liar, turunnya kualitas udara, hingga masalah kesehatan dan sosial ekonomi.

“Api bisa muncul bukan hanya dari alam, tapi juga karena kelalaian manusia. Karena itu, edukasi dan kewaspadaan mutlak diperlukan,” jelas Multazam lagi.

Pemerintah daerah melalui BPBD telah mempersiapkan berbagai strategi antisipasi. Mulai dari edukasi langsung ke masyarakat, pemasangan spanduk peringatan, patroli gabungan, hingga pemantauan titik rawan berbasis data cuaca dan kelembapan tanah.

Multazam mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak apatis. Menurutnya, pencegahan adalah langkah paling efektif dan efisien.

“Jangan tunggu api membesar. Kalau mencurigai ada titik api atau asap, segera laporkan. Sekecil apa pun itu,” ujarnya.

Dengan semangat kolaborasi antara pemerintah, relawan, dan warga, diharapkan musim kemarau ini bisa dilalui tanpa tragedi.

“Musim kemarau memang tidak bisa kita hindari, tapi bencana bisa kita cegah. Mari jaga hutan, jaga lahan, dan jaga masa depan,” pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner