bakabar.com, JAKARTA – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana menilai seharusnya Presiden Joko Widodo fokus membentuk Tim Khusus (Timsus) mencari dokumen hilang Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib. Dibandingkan, membentuk tim buat mengejar peretas Bjorka
"Harusnya pemerintah membuat tim untuk mencari dokumen TPF Munir dan bukan mengejar bjorka agar bisa membuka kembali kasus tersebut," kata Arif dalam diskusi 'Ada BIN di balik Pembunuhan Munir: @Bjorka Ingatkan Fakta Hukum untuk Tuntaskan Kasus Munir' di Jakarta, Selasa (13/9).
Arif menambahkan adanya peretas Bjorka, negara harusnya merasa terpukul, sebab fakta adanya kasus ini bukan dilakukan oleh negara. Kendati, data-data yang diungkap oleh Bjorka itu bukan informasi terbaru.
Setidaknya menjadi pengingat bagi masyarakat, aparat penegak hukum hingga Presiden Jokowi.
"Aktor pejabat publik saat itu yang terlibat dalam kematian tragis Cak Munir 18 tahun lalu, 7 September 2004 di perjalanan Jakarta-Belanda. Harus dicatat, ada Badan Intelijen Negara di balik kematian Cak Munir,” ungkapnya.
Arif mengungkapkan bahwa kasus cak Munir adalah kasus kelam sejarah bangsa ini. "Ternyata sampai 18 tahun tewasnya Munir diracun secara kejam oleh para pelaku," ungkap Arif.
Apalagi, lanjut Arif dokumen TPF kasus pembunuhan Munir penting untuk dikembalikan dan segera diumumkan kepada publik agar para aktor kejahatan HAM bisa segera diperiksa dan diadili.
“Segera selesaikan dan memerintahkan Kejagung atau kepolisian untuk memutuskan PK (peninjauan kembali) atau melakukan sebuah pencarian dokumen atas dokumen TPF itu sendiri, agar kasus bisa dibuka kembali dan Muchdi bisa kembali diperiksa sebagai salah satu tersangka,” sambungnya.
Di tempat sama, Sekretaris Jenderal Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) Bivitri Susanti aksi pengungkapan kasus pembunuhan Munir oleh Bjorka merupakan pengingat bagi pemerintah.
Dalam pengungkapannya Bjorka membeberkan fakta-fakta dalam kasus Munir, yakni nama-nama terlibat di dalamnya.
Bjorka menyebut sejumlah nama seperti mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Purwopranjono yang saat ini menjabat Ketua Umum Partai Berkarya, Pollycarpus Budihari Priyanto, Indra Setiawan dan AM Hendropriyono.
"Fakta tersebut sudah lama diabaikan oleh negara terutama aparat penegak hukum. Bjorka ingatkan fakta hukum untuk tuntaskan kasus Munir,” kata Bivitri.
Diketahui, kasus pembunuhan Munir terancam kedaluwarsa karena berdasarkan Pasal 78 ayat (1) butir 3 KUHP. Penuntutan pidana hapus setelah 18 tahun untuk kejahatan yang diancam pidana mati atau seumur hidup, seperti pembunuhan berencana.
Namun, berbeda jika ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat, kasus Munir tak akan kedaluwarsa. Penyelidikan akan dilakukan sesuai mekanisme UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Komnas HAM telah membentuk tim AD HOC untuk penyelidikan dugaan HAM berat kasus pembunuhan berencana Munir Said Thalib. (Leni)