Hak Masyarakat Adat

Langgar Hak Masyarakat Adat, Organisasi Lingkungan Menggugat ke PTUN Jayapura

Yayasan Pusaka Bentala Rakyat dan WALHI mengajukan gugatan intervensi di PTUN Jayapura dalam perkara Hendrikus Woro melawan Kepala DPMPTSP Provinsi Papua.

Featured-Image
Organisasi lingkungan menjadi pengungat intervensi atas gugatan lingkungan yang dilakukan masyarakat adat Papua. Foto: WALHI

bakabar.com, JAKARTA - Yayasan Pusaka Bentala Rakyat dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) hari ini, Rabu (17/5), mengajukan gugatan intervensi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura dalam perkara Hendrikus Woro melawan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua.

Diketahui DPMPTSP Provinsi Papua menerbitkan Surat Keputusan Kepala DPMPTSP Nomor 82 Tahun 2021 Tanggal 2 November 2021 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit dengan Kapasitas 98 Ton TBS/Jam seluas 36.094,4 hektar oleh PT Indo Asiana Lestari di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua.

Menurut Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional Uli Arta Siagian, kedua organisasi memiliki kepentingan di pengadilan untuk membela hak masyarakat adat dan lingkungan hidup di Papua.

"Pemberiaan izin-izin kepada perusahaan untuk usaha perkebunan kelapa sawit dan mengkonversi kawasan hutan Papua dalam skala luas telah melanggar hak masyarakat adat dan tidak sesuai dengan komitmen pemerintah Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim," terangnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu (17/5).

Penerbitan objek gugatan menunjukkan belum adanya rasa keadilan, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi.

"Wilayah yang ditetapkan menjadi konsesi PT Indo Asiana Lestari, merupakan Ekosistem Hutan Adat Awyu Woro memiliki peran penting terhadap peradaban masyarakat lokal yang tinggal di sekitar hutan," terangnya.

Baca Juga: Panen Padi di Kampung Helaluba, Pj Gubernur Papua Pegunungan: Saatnya Kelola Lahan Tidur

Senada Staff Advokasi Yayasan PUSAKA Tigor Hutapea menjelaskan keberadaan hutan menjadi sumber air bersih bagi masyarakat adat dan masyarakat lokal di dua belas kampung, yaitu kampung Bangun (Yare), Kampung Kowo, Kampung Kowo Dua, Kampung Afu, Kampung Hello, Kampung Kaime, Kampung Memes, Kampung Piyes, Kampung Watemu, Kampung Obinangge, Kampung Uji Kia, Kampung Metto.

Hutan dan aliran sungai juga menjadi ruang produksi untuk berburu / memancing ikan, menangkap buaya, dan meramu sumber pangan. Hal yang paling mendasar adalah secara filosofi dan pandangan masyarakat adat Papua, konsep tanah dan sumber daya alam yang terkandung didalamnya memiliki kedudukan dan posisi yang penting yang mempengaruhi gerak hidup komunitas masyarakat adat.

"Tanah diyakini sebagai harapan bersama, dan tanah sebagai relasi iman," ujarnya.

Konsep itu amatlah penting dan merupakan sebuah landasan kehidupan bagi masyarakat adat Papua. Tanah sebagai harapan bersama. "Artinya, tanah bagi masyarakat adat Papua adalah sebuah harta yang abadi dan terakhir," kata Tigor.

Tanah mengandung nilai-nilai yang transendental yang absolut. Di dalamnya juga terkandung kemuliaan dan keagungan yang memberi arti, makna, manfaat, ataupun tujuan hidup yang baik dan benar bagi masyarakat adat Papua.

Baca Juga: Selamatkan Lingkungan, Masyarakat Adat Tuntut Pengakuan Pemerintah

Sementara mengenai konsep tanah sebagai harapan hidup berkaitan erat dengan harapan hidup masyarakat asli Papua. Masyarakat adat, kata Tigor, tidak bisa hidup tanpa tanah. Masyarakat adat hidup, bekerja dan tinggal di atas tanah.

Tanah menciptakan dan melahirkan orang asli Papua sebagai manusia sejati. Oleh karenanya, tanah juga dianggap sebagai Mama sejati, karena masyarakat adat hidup dan dibesarkan oleh tanah milik mereka.

"Pengambilan wilayah adat secara sepihak sama artinya dengan mengambil seluruh kehidupan mereka," terangnya.

Sehingga sudah seharusnya Majelis Hakim dapat membuat keputusan yang memihak kepada masyarakat adat Papua dengan mengabulkan secara keseluruhan apa yang menjadi tuntutan masyarakat.

Dalam persidangan E-Court yang telah berlangsung majelis hakim telah menerima gugatan intervensi kedua organisasi, persidangan akan dilanjutkan dengan agenda jawaban dari Pihak Tergugat Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua dan pihak Tergugat Intervensi PT Indo Asiana Lestari.

Editor
Komentar
Banner
Banner