bakabar.com, JAKARTA – Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Eddie Hariej mengungkapkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah disahkan, dapat menekan jumlah pidana penjara kasus pengguna narkoba.
Menurutnya, undang-undang narkotika terdahulu, menjadi penyebab kapasitas penjara di Indonesia menjadi sangat penuh atau overcrowded.
“Undang-undang narkotika itu yang menybabkan penjara penuh karena narkotika kasusnya, bahkan hampir 70 persen, itu adalah kasus narkotika dan dari jumlah itu, sebesar 80 persennya adalah pengguna,” ujarnya dalam diskusi webinar LP3ES, Minggu (11/12).
Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat mengkhawatirkan, karena yang seharusnya dipidana adalah pengedar narkoba.
Baca Juga: Hotman Paris Kritik KUHP: Pasal Perzinahan Tidak Punya Logika Hukum
Tapi, yang terjadi adalah mayoritas penghuni penjara merupakan pengguna, dengan takaran konsumsi narkoba rata-rata dibawah satu gram.
“Kemudian, mereka (pengguna narkoba) harus mendekam di penjara selama lima tahun, itu menjadi kebijakan yang membuat penjara menjadi penuh,” kata Eddie.
Dalam diskusinya, Eddie mengungkapkan data terkait jumlah pengguna narkoba yang mendekam di dalam penjara.
Berdasarkan data Kemenkumham, jumlah penghuni penjara saat ini, mencapai 272.000 orang. Tapi, sebanyak 160.000 penghuni penjara adalah terjerat kasus narkoba.
Baca Juga: KUHP Warisan Belanda Sempat Jerat Soekarno, Kini Lebih 'Seram' dari Kolonial
Sebanyak 160.000 pelaku kasus narkoba, sebanyak 140.000 orang adalah pengguna dan hanya 20.000 orang yang merupakan pengedar.
"Jadi bukan akibat terorisme dan korupsi yang jumlahnya sangat kecil, hanya 300 orang pelaku kasus terorisme dan korupsi sebesar 500 orang,” jelasnya.
Diketahui, DPR RI melalui Rapat Paripurna telah menetapkan RUU KUHP menjadi undang-undang. Pengesahan tersebut dilakukan pada tanggal enam Desember 2022.
Melalui KUHP, terpidana narkoba yang mendapat hukum pidana penjara selama lima tahun atau dibawahnya, hakim akan menjatuhkan hukuman menjadi pidana pengawasan.
"Kemudian untuk ancaman pidana tiga tahun atau dibawah tiga tahun, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana penjara tapi pidana sosial," tutupnya.