bakabar.com, JAKARTA - Direktur Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti menilai rancangan undang-undang (RUU) perampasan aset merupakan sepertiga kepingan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Ia mendesak RUU tersebut untuk segera dituntaskan anggota DPR khususnya sebelum berakhir masa jabatannya pada 2024.
"Kelihatan memang gejalanya (RUU) diulur, terlihat di rapat Paripurna masa sidang V dengan alasan fokus ke RUU APBN," ujarnya pada forum diskusi bersama forum masyarakat peduli parlemen Indonesia (Formappi), Kamis (25/5).
Baca Juga: Jadi Momok Bagi Pejabat, RUU Perampasan Aset Dipersulit DPR
Ia mengaku khawatir jika RUU perampasan aset tersebut terus ditunda dan masuk ke tahun pemilu 2024 maka akan dilupakan oleh kebanyakan orang.
"RUU ini lambat dibahas karena menyasar ke mereka khususnya ke penjabat publik dan politisi. Karena tabit masyarakat akan lupa soal RUU ini jika sudah masuk ke masa kampanye," tukasnya.
Lebih lanjut, ia menilai perlunya sanksi bagi anggota DPR yang terlihat tidak kooperatif dan ambisi untuk membahas RUU itu dengan segera.
"Kita perlu mengajak masyarakat untuk agar mereka yang mempersulit RUU ini untuk tidak dipilih pada Pemilu nanti karena tidak pro untuk memberantas korupsi," tegasnya.
Baca Juga: Mahfud MD: RUU Perampasan Aset Segera Dikirim ke DPR
Menurutnya, masyarakat juga berperan penting untuk mengevaluasi anggota DPR dan partai politik yang mempersulit RUU tersebut.
Pidana Kasus Korupsi
Ia juga menyebutkan kasus pidana kasus korupsi saat ini tidak ampuh untuk menurunkan tingginya angka korupsi di Indonesia.
"Bagi mereka masuk penjara itu biasa. Fasilitas penjara koruptor juga sebenarnya lebih baik dari pelaku kejahatan lainnya. Jadi tidak ada efek jeranya," tuturnya.
Ia berkata ada dua cara untuk memberikan efek jera kepada para koruptor yaitu melarang mereka untuk kembali terjun ke dunia politik dalam masa waktu tertentu dan dimiskinkan.
"Untuk yang pertama saat ini sudah berlaku. Dimiskinkan itu yang menurut saya paling mereka takutkan. Mereka tidak takut penjara, tapi takut tidak bisa berkuasa," tegasnya.
Baca Juga: Wakil Ketua MPR Minta Presiden Buat Perppu Perampasan Aset
Dimiskinkan dinilai sulit dilakukan karena adanya undang-undang tipikor yang hanya mewajibkan menarik dana yang dinikmati oleh terdakwa, bukan mengembalikan seluruh kerugian negara.
"Untuk biaya operasional mengejar para koruptor saja sudah lebih banyak dari uang yang disita," imbuhnya.
"Mengejar koruptornya saja sudah habis Rp30 triliun yang kembali ke kas negara hanya Rp1 triliun. Itu karena tidak setuju dengan undang-undang perampasan aset," pungkasnya.