Regional

Kerja Jurnalis, Pengamat: Pejabat Harus Paham Komunikasi dan Informasi

Insiden jurnalis dihalangi oleh petugas Satpol PP saat serah terima jabatan Gubernur Sumut menjadi sorotan sejumlah pihak.

Featured-Image
Oknum Satpol PP Pemprov Sumut halangi jurnalis saat akan lakukan peliputan memori jabatan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi kepada Penjabat Gubernur Hassanudin, di Kantor Gubernur Sumut, Selasa (5/9). Foto: Dok. FORJAK.

bakabar.com, MEDAN - Insiden jurnalis yang dihalangi oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) saat serah terima jabatan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) di Kantor Gubernur Sumut beberapa hari lalu menjadi sorotan sejumlah pihak.

Akibat peristiwa tersebut, belasan jurnalis tidak dapat melakukan tugas jurnalistiknya dengan baik untuk menyajikan informasi terkini kepada masyarakat.

Pengamat Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara (USU) Iskandar Zulkarnain mengingatkan para pejabat di Sumut secara khusus, dan seluruh pejabat dimana pun bertugas agar memahami tugas pokok seorang pewarta. 

Menurutnya, banyak pejabat, tidak hanya di Sumut, kurang memahami soal pentingnya informasi bagi masyarakat. Karena itu, penghalang-halangan kerja jurnalis merupakan bentuk kemunduran demokrasi.

Baca Juga: Pemprov Sumut Minta Maaf Atas Insiden Satpol PP Halangi Kerja Jurnalis

Diungkapkan Iskandar, kebutuhan informasi merupakan pilar keempat demokrasi dan diperankan oleh pers/ media. Adapun tiga pilar lainnya meliputi eksekutif, yudikatif, dan legislatif.

"Untuk kokohnya berdiri tiga tiang (pilar) itu berdirilah tiang keempat yaitu informasi yang dikelola media masa. Jadi kalau dia kelasnya pejabat, pimpinan tapi nggak memahami pentingnya informasi dan tak mau ditemui atau gak mau dikonfirmasi wartawan atau gak mau melayani, namanya sudah gak bener itu," jelas Iskandar kepada bakabar.com di Medan, Sabtu (9/9).

Iskandar kembali mengingatkan pihak-pihak terkait, termasuk pimpinan pemerintahan daerah atau lembaga pemerintah agar memperhatikan soal pentingnya keterbukaan informasi. Pemerintah sendiri, kata Iskandar telah mengatur tentang keterbukaan informasi yang layak dikonsumsi dan diakses oleh publik.

"Pimpinan atau siapa pun yang masih berprilaku seperti itu (sulit berkomunikasi) berarti dalam pikirannya belum ada konsep pengetahuan bahwa informasi itu sangat penting bagi pembangunan bangsa dan pembangunan dirinya sendiri sebagai seorang pejabat publik," ungkap Iskandar yang saat ini menjabat Ketua Prodi S2/S3 Ilmu Komunikasi USU.

Baca Juga: Anggota Satpol PP Halangi Jurnalis saat Sertijab Gubernur Sumut

"Jika dia tidak menyadari, atau dia tidak mengetahui itu., berarti dia tidak menghargai informasi. Jadi ini sudah tentu merupakan kelemahan seorang pimpinan," imbuhnya.

Iskandar juga memaparkan, seorang pemimpin harus mampu mendengar dengan baik, termasuk menerima masukan dari semua pihak. Masukan tidak hanya berasal dari internal, tapi juga eksternal, termasuk media massa.

"Kita ada Undang Undang 40 tahun 99 tentang Pers. Ada Undang Undang 32 tentang penyiaran. Ada Undang Undang 14 tahun 2008 tentang informasi publik, ada Undang Undang ITE. Itu kan semua mengatur informasi, supaya informasi itu tidak membuat atau menciptakan keonaran, kemudaratan," terang Iskandar.

Ia menambahkan, "Tapi yang diambil itu adalah kebermanfaatan. Jadi itu berarti negara sudah menganggap penting kalau dibuat regulasi."

Baca Juga: Kawal Megaproyek IKN, AJI Beri Pelatihan bagi Jurnalis dan Warga

Lebih jauh, Iskandar membeberkan peran penting komunikasi dan informasi yang tidak hanya untuk citra seorang pemimpin. Tetapi juga berperan penting dalam pembangunan sebuah bangsa.

"Jadi itu semua sudah diatur dengan baik. Tinggal kita saja masyarakat ini. Makanya kalau dijumpai orang, pemimpin yang gak memahami pentingnya komunikasi itu orang bodoh dan merugi," jelasnya.

"Jadi demi masa, demi waktu, orang-orang yang merugi itu nggak mau belajar. Nggak mau mengembangkan dirinya," imbuh Iskandar.

Untuk itu, Iskandar berpesan kepada para pemimpin agar memperhatikan hal tersebut. Jangan sampai upaya penghalang-halangan kerja pers justru berdampak buruk terhadap karir seorang pemimpin, karena kerja-kerja pers dilindungi oleh undang-undang.

"Jadi tidak hanya bisa pidana kurungan bahkan denda ratusan juta itu," pungkasnya.

Editor
Komentar
Banner
Banner