Kemandirian Ekonomi Pesisir

Kemandirian Ekonomi Pesisir, Warga Tanjungpunai Kelola Mangrove

Di ujung timur Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) gerak pembangunan mulai dirasakan warga.

Featured-Image
Wakil Bupati Bangka Barat Bong Ming Ming memerhatikan proses pengolahan bahan baku hasil tangkap warga pesisir untuk dijadikan makanan krispi yang dikembangkan kelompok UMKM Belangkas Berseri Tanjungpunai, Mentok. Foto: ANTARA

bakabar.com, JAKARTA - Di ujung timur Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), tepatnya di pesisir Tanjungpunai, dalam beberapa tahun terakhir gerak pembangunan mulai dirasakan warga.

Aktivitas masyarakat pesisir Tanjungpunai yang sebelumnya biasa saja, landai alami khas perkampungan nelayan dengan aktivitas menangkap ikan, siput, kerang, udang, kepiting, dan lainnya, dengan pola tangkap tradisional dan hasilnya disisihkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan sisanya dijual.

Sejak 2019, terjadi perubahan aktivitas masyarakat di dusun tersebut, setelah kehadiran seorang aktivis perempuan Ardianeka yang saat itu masih menjadi pegawai di Kantor Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Rambat Menduyung, Provinsi Babel.

Kehadiran Ardianeka yang kemudian menetap di dusun pesisir tersebut tidak terlepas dari kecintaannya terhadap pekerjaan dan keinginan untuk menjaga kelestarian hutan mangrove di daerah itu yang masih alami dan asri.

"Sejak saat itu saya memutuskan untuk tinggal, hidup bersama di tengah warga pesisir Tanjungpunai," kata Ardianeka.

Baca Juga: BMKG Imbau Warga Pesisir Waspadai Gelombang Setinggi 4 Meter

Pengetahuan dalam mengelola mangrove dan kawasan hutan menjadikan Ardianeka menjadi salah satu sosok sentral bagi warga setempat. Secara perlahan dia berhasil memotivasi warga untuk terus bergerak menjaga kelestarian alam, sekaligus mengelola potensi yang ada untuk meningkatkan ekonomi warga setempat.

Pada awalnya, warga diajak bergotong royong mengembangkan mangrove yang ada di pesisir tersebut menjadi objek wisata baru, namun pada saat usaha mulai berjalan terjadi pandemi COVID-19 yang mengakibatkan wisata mangrove Tanjungpunai lesu.

Mimpi dalam merintis usaha wisata mangrove seakan pupus karena pandemi, namun semangat untuk terus bergerak tetap tumbuh karena dalam keyakinan mereka jika alam dijaga dengan bijaksana tetap akan memberikan hidup bagi masyarakatnya.

Karena pariwisata semakin hari tambah sepi, akhirnya warga dan Ardianeka mencari jalan lain untuk tetap menggerakkan perekonomian warga. Salah satunya berkolaborasi dengan beberapa program pemerintah dalam pelestarian lingkungan, seperti penanaman bibit buah-buahan, pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah untuk para ibu dan lainnya.

Baca Juga: Untuk Keempat Kalinya, Trenggalek Tuan Rumah Festival Mangrove Se-Jawa

Potensi Tanjungpunai

Pesisir Tanjungpunai tidak hanya sebagai penghasil ikan hasil tangkapan nelayan, namun juga merupakan kawasan mangrove yang luasnya mencapai 1.988,7 hektare atau sekitar 4,18 persen dari luas mangrove yang ada di seluruh Pulau Bangka, dengan tingkat kerapatan 7,5 persen sangat jarang, 7,0 persen jarang, dan 85,5 persen lebat. Berdasarkan data Bakosurtanal tahun 2009, mangrove yang berada di Pulau Bangka seluas 47.621 hektare.

Bermodalkan potensi kekayaan alam yang dimiliki, Ardianeka berhasil menginisiasi pembentukan beberapa kelompok masyarakat di pesisir tersebut, yakni Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Tanjungpunai, Kelompok Tani Hutan Tanjungpunai, dan kelompok ,.

Mereka melakukan kerja sama pengelolaan wilayah pesisir, termasuk hutan mangrove yang berada di sekitar hutan produksi dan hutan lindung Tanjungpunai, melalui konsep geopark, dengan menghadirkan Mangrove Tanjungpunai sebagai "Green Blue Integrated Zone".

Pada konsep itu masyarakat bukan hanya memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian alam, namun juga bisa memanfaatkannya untuk pemberdayaan, pengembangan, dan peningkatan perekonomian.

Kelompok UMKM Belangkas Berseri Tanjungpunai yang beranggotakan ibu-ibu yang sebelumnya tidak punya pekerjaan dan gaji tetap, diberi motivasi dan keterampilan untuk mengolah berbagai hasil tangkapan yang ada di pesisir tersebut.

Baca Juga: BRIN Temukan Limbah Minyak, Mangrove di Teluk Ambon Mati

Seiring waktu, sampai saat ini kelompok tersebut telah berhasil memiliki produk makanan kering siap santap dengan bahan baku hasil tangkapan warga yang ada di pesisir setempat, seperti produk siput berung krispi, udang krispi, teri krispi, dan lainnya, bahkan saat ini sedang dikembangkan krispi buah, antara lain salak, nangka, dan nanas.

Dengan pola pemanfaatan hasil alam tersebut, usaha terus berjalan dan terjadi hubungan timbal balik antara upaya menjaga kelestarian dengan peningkatan perekonomian warga pesisir.

Dukungan lintas sektor

Melihat perkembangan usaha dan semangat warga pesisir Tanjungpunai yang terus meningkat, beberapa pihak tersentuh untuk memberikan dukungan dan motivasi agar usaha yang digeluti warga semakin berkembang.

Salah satu perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan, pada akhir 2022 menyalurkan bantuan tanggung jawab sosial dan lingkungan kepada kelompok UMKM Belangkas Berseri, berupa dua unit mesin produksi.

Baca Juga: Yayasan AHM Tanam Seribu Pohon Mangrove, Bisa Jadi Rumah Baru untuk Bekantan

Penjabat Gubernur Babel Ridwan Djamaluddin memberikan apresiasi kepada perusahaan yang telah memberikan andil dalam program pemberdayaan masyarakat pesisir Tanjungpunai, Mentok.

Pola seperti ini yang akan terus dikembangkan oleh Pemprov Babel, dimana perusahaan yang ada di daerah itu memiliki kewajiban untuk ikut bertanggung jawab melakukan pemberdayaan dan pengembangan masyarakat.

Kelompok masyarakat yang tergabung dalam UMKM Belangkas Berseri Tanjungpunai saat ini sudah berhasil memproduksi beberapa jenis makanan kering olahan, seperti kerang, teri, udang, dan siput berung, yang sudah dikemas dalam bentuk kemasan modern.

Pemprov Babel juga memfasilitasi kelompok UMKM ini untuk mendapatkan sertifikasi halal, izin BPOM dan lainnya, sehingga produknya bisa bersaing di pasar nasional dan internasional.

Baca Juga: Jelang 2023, BMKG Antisipasi Banjir Rob di Pesisir Utara Jakarta

Berbagai upaya yang sedang disiapkan menyesuaikan anggaran yang tersedia di pemerintah dengan kebutuhan para pelaku UMKM yang ada di daerah itu. Pola pelatihan, pendampingan manajemen usaha dan fasilitasi pemasaran dilakukan pemkab, dengan mengajak pelaku usaha mengikuti berbagai pameran di tingkat lokal, regional, dan nasional. Program itu menjadi agenda rutin pemerintah daerah setempat.

Mendukung hilirisasi

Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan menyinggung isu hilirisasi dan berupaya terus menggaungkan program tersebut untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Peningkatan nilai tambah ini tidak hanya berfokus pada komoditas tambang, namun juga untuk sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan lainnya, karena setiap daerah di Indonesia memiliki potensi besar.

Di Bangka Belitung, selain sektor perkebunan, pertanian, dan pertambangan, sektor perikanan juga memiliki potensi besar yang perlu terus dikembangkan melalui pola hilirisasi guna memberikan nilai tambah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sekaligus mengurangi ketergantungan dari sektor tambang bijih timah.

Baca Juga: Blue Halo S Dorong Naiknya Kesejehteraan Masyarakat Pesisir

Dengan adanya perhatian yang diberikan dari seluruh elemen, diharapkan warga pesisir semakin tertarik menggeluti usaha kreatif sektor perikanan.

Seperti yang telah ditunjukkan warga pesisir Tanjungpunai yang saat ini sudah memiliki kelompok UMKM, kelompok tani hutan dan kelompok sadar wisata. Meskipun masih dalam proses rintisan, namun semangat dan keseriusan yang ditunjukkan bisa menjadi contoh bentuk kerja sama lintas sektor yang bisa dikembangkan di desa-desa lain, dengan menyesuaikan potensi sumber daya setempat.

Editor
Komentar
Banner
Banner