bakabar.com, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kebijakan utang RI cukup efektif mendorong peningkatan pada Produk Domestik Bruto (PDB) atau GDP semasa pandemi.
Peningkatan tersebut ditunjukkan dengan setiap penambahan utang 1 dolar AS, akan menambahkan PDB sebesar 1,34 dolar AS selama periode 2018 hingga 2022.
"Ini pelajaran untuk kita semua, memang kenaikan PDB tidak seharusnya tergantung atau hanya didukung oleh utang karena pasti tidak akan sustainable, tapi dalam hal ini Indonesia masih dalam posisi yang cukup baik, yaitu setiap 1 dolar menghasilkan 1,34 tambahan PDB,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (30/5).
Hal itu terjadi ketika Indonesia mengalami shock yang luar biasa, yakni pandemi yang berpotensi membuat perekonomian kolaps jika tidak ditangani dengan baik. Jika menilik periode 2018 hingga 2022, Kemenkeu mencatat nominal PDB lebih besar dibandingkan utang pemerintah, dengan masing-masing tercatat sebesar 276,1 miliar dolar AS dan 206,5 miliar dolar AS.
Baca Juga: Utang Negara, CELIOS: Capres Harus Punya Konsep Turunkan Beban Utang
Menurut dia, apabila dibandingkan negara emerging power lainnya seperti India dan Malaysia, perbandingan PDB dan utang Indonesia dapat dikatakan masih cukup efektif.
Selama periode 2018 sampai 2022, nominal PDB India tercatat 683,5 miliar dolar AS dengan utang pemerintah yang lebih tinggi sebesar 932,4 miliar dolar AS. Untuk 1 dolar AS tambahan utang, PDB India juga bertambah 0,73 dolar AS.
Kemudian Malaysia mencatatkan nominal PDB 48,9 miliar dolar AS dengan utang pemerintah 69,5 miliar AS. Perbandingan itu tetap menunjukkan rasio utang yang masih tinggi.
Bendahara negara itu menilai, bahkan negara adidaya seperti Amerika Serikat dan China mengalami penambahan sebesar 0,55 dolar AS dan 0,70 dolar AS untuk per 1 dolar utang pemerintahannya.
Baca Juga: Utang Indonesia Capai 1000 T per Tahun, Celios: Digunakan untuk Apa?
Menurut Menkeu, negara lain yang juga mempunyai efektivitas utang semasa pandemi yaitu Vietnam dengan nominal PDB sebesar 102,0 miliar dolar AS dan utang pemerintahan 18,2 miliar dolar AS
"Semua negara menggunakan defisit, artinya menggunakan utang untuk menahan shock akibat pandemi. Namun efektifitas dari penggunaan fiskal termasuk utang dialami Indonesia dan Vietnam, yang mana pertumbuhan government debt lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan PDB nominal," jelasnya.
Sri Mulyani menambahkan, "Ini disebabkan kita mampu mendorong stimulasi melalui fiscal deficit tadi. Untuk 206,5 miliar dolar AS, kita lihat Indonesia mampu menaikan nominal PDB ke 276,1 miliar dolar AS."
Selain itu, dia juga optimistis bahwa efektivitas kebijakan fiskal RI masih akan terus berlanjut guna mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah goncangan perekonomian global saat ini.
Baca Juga: Bayar Utang Rp 1000 Triliun/Tahun, CELIOS: Struktur Utang Indonesia 88% Surat Berharga
"Yang terjadi pada lima tahun terakhir seperti saya sampaikan tadi yang disebut Trade War itu mulainya 2017, dan kita ini diguncang tidak hanya oleh Geopolitic Trade War, tapi juga karena pandemi," terangnya.
Indonesia dipastikan tidak immune terhadap guncangan ini, namun kemampuan Indonesia, kata Sri Mulyani, untuk melakukan recovery dalam hal ini cukup baik.
"Itu lebih baik dibandingkan negara yang setara dengan kita baik di G20 atau ASEAN 6," pungkasnya.