bakabar.com, JAKARTA - Kepala Desa Tiberias Abner Patras meminta pemerintah untuk menyetop aksi mafia tanah dan mafia peradilan yang terjadi di DesaTiberias, Kecamatan Poigar, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), Sulawesi Utara.
Abner mengungkapkan malapetaka itu yang ditanggung petani atau nelayan ketika bermasalah dengan perusahan konglomerat. Padahal, kata Abner, petani kecil sesuai dengan konstitusi negara merupakan rakyat yang berdaulat atas tanahnya.
Namun yang terjadi, Abner dan sejumlah masyarakat diusir dari tanah yang selama bertahun-tahun mereka digarap. Hal itu buntut dari pemberian tanah dalam bentuk HGU kepada PT Malisya Sejahtera yang belum berbadan hukum.
PT Malisya Sejahtera merupakan anak perusahan Indofood milik Salim Group. Pada tahun 2001, perusahaan mendapat sertifikat HGU dan mendapatkan status badan hukumnya di tahun 2002.
Baca Juga: Warga Batola Geruduk Kejati Kalsel: Tindak Tegas Mafia Tanah!
"Kami petani penggarap protes. Tetapi datanglah pasukan polisi, ratusan. Menangkapi dan memenjarakan kami, dan secara bersamaan rumah-rumah kami dibongkar paksa dan dibakar oleh karyawan-karyawan PT Malisya Sejahtera, tanaman-tanaman kami dirusak," ujarnya saat melakukan aksi seorang diri di depan gedung Mahkamah Agung.
Abner menambahkan, "Kami diproses hukum mencuri hasil tanaman, padahal seluruh tanaman di atas tanah tersebut adalah milik kami. Itu kejadian tahun 2017."
Pada saat itu, kata Abner, dirinya sudah melapor ke Polres Bolmong mengenai kerusakan. Namun laporan tersebut sampai saat ini tidak diproses.
"Ini penjajahan bukan? Untunglah pengadilan pada waktu itu masih memiliki nurani. Putusan pidana dakwaan pencurian dan memasuki HGU secara tidak sah, tidak terbukti," terangnya.
Baca Juga: Solo Jadi Kota Lengkap, Menteri ATR/BPN Sebut Ruang Mafia Tanah Semakin Sempit
Pada tahun 2022, setelah pergantian hakim dan Ketua Pengadilan Negeri Kotamobagu, Abner kembali dipidana dengan dakwaan yang sama. Pengadilan Negeri Kotamobagu memvonis Abner bersalah karena memasuki lahan perkebunan HGU secara tidak sah.
"Selanjutnya banding kami ditolak, dan saat ini dalam tahap Kasasi di Mahkamah Agung," kata Abner.
Ia juga mengadukan masalah itu ke Kementerian ATR yang dijawab dengan, 'silakan ajukan gugatan di pengadilan'. Dengan segala susah payah Abner mengajukan gugatan di PN Kotamobagu dan menang.
"Di tingkat banding (Pengadilan Tinggi) juga kami menang. Tetapi di Kasasi gugatan kami ditolak dengan alasan tidak memiliki alas hak," tuturnya.
Baca Juga: Mintai Klarifikasi, Satgas Anti Mafia Tanah Panggil Bripka Madih
Dengan begitu, kata Abner, ia pun meminta Mahkamah Agung memberikan keadilan. Karena menurutnya, hidup parapetani dipertaruhkan dalam sengketa dengan konglomerat yang rakus.
"Tolonglah Mahkamah Agung, kami petani kecil sangat menanti keadilan. Mohon perkara kami diadili sesuai hukum. Bukan sesuai pesanan," pintanya.