Toba Global Geopark

Kartu Kuning, Pengurus TCUGGp Tak Bisa Jawab Pertanyaan Asesor UNESCO

Terdaftar dalam Global Geopark UNESCO bukan hal mudah. Butuh perjuangan bertahun-tahun, termasuk mengorbankan tenaga, pikiran, dan banyak hal.

Featured-Image
Danau Toba yang ditetapkan sebagai Global Geopark dari UNESCO. Foto: apahabar.com/Budi Warsito.

bakabar.com, MEDAN - Terdaftar dalam Global Geopark UNESCO bukan hal yang mudah. Butuh perjuangan bertahun-tahun, termasuk mengorbankan tenaga, pikiran, waktu dan banyak hal dari berbagai pihak.

Khusus untuk Caldera Toba ke Global Geopark UNESCO dibutuhkan waktu kurang lebih 8 tahun. Melalui perjuangan panjang, pada tahun 2020, tepatnya di Paris, Prancis, Dewan Eksekutif UNESCO dalam sidang ke-209 akhirnya menetapkan Kaldera Toba sebagai Global Geopark atau menjadi warisan dunia yang harus dijaga dengan baik.

Pakar Geopark Sumatera Utara Wilmar E Simanjorang mengungkapkan kerja keras bertahun-tahun membuahkan hasil yang memuaskan. Namun dalam perjalanannya, mempertahankan apa yang telah diraih ternyata tidak mudah.

Toba Caldera UNESCO Global Geopark yang sebelumnya berstatus hijau, kini berubah menjadi kuning dan terancam merah atau dihapus dari daftar UNESCO Global Geopark. Menurut Wilmar, hal itu menyebabkan perjuangkan selama bertahun-tahun seakan sirna.

Baca Juga: Kartu Kuning Toba Caldera Global Geopark, Bukti Pengelola Minus Aksi

Wilmar mengungkapkan pertanyaan dari asesor UNESCO sebagai momok bagi Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark (BP TCUGGp) Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Pasalnya, saat ditanya, tim BP TCUGGp Sumut tidak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan.

"Itu ditanya asesor dari UNESCO saat datang mengevaluasi pada Agustus lalu. Nah gak bisa dijawab itu. Ya untunglah kita gak dikasi kartu merah," ujar pria yang menjabat sebagai Kordinator Bidang Edukasi, Penelitian dan Pengembangan Badan Pengelola TCUGGp kepada bakabar.com, Selasa (12/9) petang.

Mantan Pj Bupati Samosir itu menjelaskan bahwa tidak dijawabnya pertanyaan itu menjadi catatan khusus bagi asesor. Mereka menilai manajemen badan pengelola sangat lemah dan berjalan tidak sesuai dengan rekomendasi yang diberikan UNESCO.

Sejak awal sudah disampaikan ada empat rekomendasi yang harus dijalankan pasca-ditetapkan UNESCO sebagai bagian dari Global Geopark. Pertama, kegiatan edukasi berbasis riset, baik yang dilakukan sendiri (BP) maupun kolaborasi dengan lembaga lain yang harus lebih terlihat.

Baca Juga: Danau Toba Semakin Diperhatikan, Asita Dukung Kerja Pemerintah

Kedua, revitalisasi dan optimalisasi manajemen BP perlu segera dilakukan. Ketiga, pembelajaran melalui training-training untuk manajemen BP dan mitra-mitra kerja agar memahami prinsip-prinsip UGGp yang memang sangat dibutuhkan.

Keempat adalah visibilitas (gerbang, monumen, panel interpretasi, road signage dll) sangat kurang. Sehingga perlu disebarluaskan ke seluruh geosite.

"Kita ini ada 16 geosite ada di setiap kabupaten yang berada di kawasan Danau Toba. Ada yang lima, ada yang tiga kayak di Samosir, ada yang satu kayak di Dairi," jelasnya.

Ditegaskan Wilmar, Geopark jika dikelola dengan baik maka hilirnya adalah aktivitas pariwisata. "Tetapi bukan pariwisata recehan," ujarnya.

Baca Juga: Sinergi Pemerintah-Masyarakat, Asosiasi UMKM: Kunci Sukses PKDP Toba

Toba Caldera Geopark, katanya, merupakan warisan luar biasa dan punya nilai strategis internasional. "Kalau ini kita kelola, hilirnya jadi pariwisata. Jadi pertama akan banyak penelitian tentang Toba, banyak ahli dari seluruh dunia yang akan datang (ke Toba). Lihat lingkungannya, dan keindahan hayatinya yang luar biasa dan keindahan budayanya ini," para Wilmar.

Hal lainnya, kata Wilmar, Toba Caldera Geopark berfungsi sebagai tempat edukasi, studi lapangan, hingga geo wisata. Itu yang menyebabkan Toba Caldera bukan sebagai lokasi pariwisata yang recehan.

"Seluruh dunia sekarang berlomba-lomba untuk berbasis geopark pembangunannya. Khususnya industri pariwisata. Karena kerusakan lingkungan, kerusakan sumber daya," imbuh pria yang jabat Kepala Pusat Informasi Geopark Kaldera Toba sejak 2017 sampai sekarang.

Untuk itu, Wilmar menyarankan dilakukannya pembenahan. Baik secara tata kelolanya dan peran aktif para anggota yang mengisi Badan Pengelola sehingga Toba Kaldera tidak mendapat kartu merah. 

Baca Juga: Kasus Haris-Fatia, JPU Batal Hadirkan Direktur PT Toba Sejahtera

Menurutnya, yang harus dilakukan sekarang, sebisa mungkin para pengurus bertempat tinggal di kabupaten sekitaran Danau Toba. Lalu pengurus juga harus berdiam di kawasan ini.

"Kalau ketua umum boleh di Medan, tapi ketua harian dan ketua bidang harus disini. Nah jadi ketua harian ini harus mampu membangun berkomunikasi, kordinasi dan menjelaskan potensi geosite ke kabupaten, ke provinsi dan secara nasional," terangnya.

Selain itu, ujar Wilmar, pengelola geosite harus sesuai restu dari bupati. Dengan begitu ketua harian lebih membuat program yang terintegrasi di setiap kabupaten.

"Jangan jadi tempat pencitraan. Pesan saya, untuk Pj Gubernur, jangan dibiarkan lama-lama reorganisasi atau revitalisasi lembaga ini. Kemudian tempatkan orang yang tepat, pada waktu yang tepat," kata Wilmar. 

Selama tiga tahun belakangan, ungkap Wilmar, pihak yang aktif hanya yang menghuni kantor badan pengelola yang terdapat di Kabupaten Samosir. Ia mengibaratkan, badan pengelola ibarat kapal yang jalan tanpa tahu arah. 

Editor
Komentar
Banner
Banner