bakabar.com, JAKARTA – Nama Kapolres Kotabaru, AKBP Tri Suhartanto sedang jadi pembicaraan hangat setelah rekening atau transaksi 'gendut’ miliknya senilai Rp300 miliar terendus PPATK.
Terkini, perwira polisi yang berpangkat melati dua tersebut ternyata memiliki total kekayaan yang lebih tinggi dibanding Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Baca Juga: BREAKING! Kapolri Bicara Progres Pemeriksaan Kapolres Kotabaru
Merujuk pada data elhkpn.kpk.go.id, AKBP Tri Suhartanto memiliki kekayaan yang tercatat senilai Rp11,6 miliar. Sementara Kapolri Sigit memiliki kekayaan senilai Rp10,6 miliar.
Baca Juga: Kapolres Kotabaru Punya Transaksi Gendut, Pakar TPPU Beri Analisa Ini
Baca Juga: AKBP Tri Suhartanto Jadi Kapolres Terkaya se-Kalimantan Selatan
Pengamat Kepolisian dari Insitute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto menilai Polri harusnya lebih proaktif mengkroscek lagi LHKPN atau harta kekayaan setiap anggotanya.
“Artinya LHKPN tanpa ada cek ricek, klarifikasi apalagi sanksi hanya jadi formalitas saja,” kata Bambang kepada bakabar.com, Sabtu (22/7).
Sebab, ia menilai laporan LHKPN setiap anggota Polri harus melalui pembuktian terkait dengan kebenaran laporan harta kekayaan tersebut.
“Tak ada yang tahu siapa yang jujur dan siapa yang bohong. Karena tak ada konsekuensi bila LHKPN itu bohong karena tak ada mekanisme pembuktiannya,” tutur Bambang.
Baca Juga: AKBP Tri Suhartanto Jadi Kapolres Terkaya se-Kalimantan Selatan
Di samping itu, Bambang juga mendesak Polri untuk secara terang benderang menjelaskan asal usul harta kekayaan setiap anggota Polri.
“Kalau serius dan seusai jargon Presisi, transparansi berkeadilan, harusnya juga dibuka secara terang benderang asal usul kekayaan tersebut dan tidak hanya normatif,” imbuhnya.
“Meliputi pajak perolehan kekayaan tersebut juga, bekerja sama dengan PPATK maupun Dirjen Pajak,” tambahnya.
Baca Juga: KPK Kantongi Bukti Dugaan Gratifikasi AKBP Achiruddin Hasibuan
Kendati demikian, Bambang menilai hal tersebut juga harus berlaku bagi semua pejabat di Korps Bhayangkara jangan hanya AKBP Tri Suhartarto saja.
“Dan jangan hanya pada AKBP Tri saja, bila berkeadilan juga harus dicek LHKPN semua pejabat Polri. Itu bila niat dan sungguh-sungguh melakukan reformasi Polri,” pungkas Bambang. Sampai berita ini diturunkan, AKBP Tri tak juga merespons permohonan wawancara media ini.
Analisis Pakar TPPU di halaman selanjutnya:
Pakar hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih mendesak Polri mendalami transaksi janggal AKBP Tri Suhartarto.
"Kemudian yang Tri Suhartarto punya transaksi Rp300 miliar, dilihat pola transaksinya itu untuk apa pada waktu kan ada waktu-waktunya, pada waktu itu, sedang ada usaha apa, bagaimana kan bisa kelihatan, nah kita harus punya mekanisme kalau mau serius bukan asal asalan," kata Yenti saat dihubungi bakabar.com, Jakarta, Sabtu (22/7).
Baca Juga: Kapolres Kotabaru Lebih Kaya dari Kapolri, ISESS Desak Transparansi
Lebih lanjut, Yenti melihat patuhnya anggota Polri dalam melaporkan harta kekayaannya harus didalami lagi. Sebab, karena kejanggalan seorang anggota kepolisian yang memiliki penghasilan dan pendapatan yang tidak sesuai.
"Itu yang sekedar sudah patuh dan sudah melaporkan, jadi cuma sudah isi-isi saja tapi kan harus diklarifikasi kalau sudah diisi, mekanismenya sudah dibangun belum," jelas anggota Panitia Seleksi Ketua KPK itu.
Yenti juga berpendapat hingga saat ini Polri belum memiliki mekanisme pelaporan LHKPN yang serius dalam mengusut harta kekayaan anggotanya.
Baca Juga: Pemeriksaan Menggantung, Pakar: Demi Tutupi Harta Kapolres Kotabaru
"Yang ditanyakan keseriusannya, serius gak sih, merasa tidak bahwa kepatuhannya terhadap LHKPN yang clear dan tidak clear itu akan bisa bisa ada dampak positifnya, kalau yang tidak clear kan bisa masuk ke ranah penegakan hukum," pungkasnya.
Sebelumnya, Kapolres Kotabaru Kalimantan Selatan, AKBP Tri Suhartanto menjadi buah bibir di ruang publik lantaran sempat memiliki transaksi 'gendut' senilai Rp300 miliar.
Baca Juga: Istri Kapolres Kotabaru Kini Bertugas di Polda Jabar
Kini Divpropam Polri masih menggantung hasil pemeriksaan bisnis jual beli mobil yang dilakukan AKBP Tri Suhartanto.
Kendati demikian AKBP Tri tercatat mengantongi harta kekayaan senilai Rp11,6 miliar yang dilaporkan melalui e-LHKPN KPK tertanggal 28 Februari 2023.
Kepemilikan harta AKBP Tri secara otomatis menempatkan dirinya sebagai kapolres terkaya di Kalimantan Selatan. Harta Tri memuncaki posisi kapolres terkaya mengalahkan 12 Kapolres lainnya yang hanya berkisar antara Rp 200 juta hingga Rp 3,5 miliar.
Merujuk pada data LHKPN, AKBP Tri diketahui memiliki total kekayaan yang ditaksir mencapai Rp11,6 miliar berdasarkan laporan LHKPN terakhir pada 2023.
Rekomendasi Kompolnas di halaman selanjutnya:
Berkaca dari kasus Tri, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) lantas mempersoalkan aturan bisnis yang digeluti setiap anggota Polri. Sebab, payung hukum pengaturan bisnis bagi anggota Polri dinilai masih belum transparan.
"Kami melihat belum banyak yang declare kepada tim penilai usaha, sehingga belum lengkap dilakukannya pencatatan dan pengawasan," kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti kepada bakabar.com, Minggu (9/7).
Sementara terkait Tri, Poengky menyarankan Polri untuk menonaktifkan sementara dari jabatannya sebagai orang nomor satu di Polres Kotabaru.
“Jika ada pimpinan Satwil (Satuan Wilayah) yang diperiksa Propam, memang untuk memudahkan pemeriksaan perlu ada penonaktifan dari jabatannya,” katanya.
Namun jika dalam pemeriksaan Propam, AKBP Tri tak terbukti bersalah, maka dapat dikembalikan ke jabatannya sebagai kapolres Kotabaru.
Desakan penonaktifan AKBP Tri juga diamini peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah.
"Sebaiknya dinonaktifkan, agar jauh lebih objektif. Tak terkesan jeruk makan jeruk. Rentan upaya menyelamatkan anggota korps-nya sendiri," jelas Castro, sapaan karibnya.
Senada, Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES), Bambang Rukminto juga mendesak Polri segera menonaktifkan AKBP Tri Suhartanto.
"Ini penting dilakukan sekaligus untuk menunjukkan responsibilitas seperti jargon 'Presisi Kapolri'," ujar Bambang.