bakabar.com, JAKARTA - Tambangnya tak ada, namun ekspor nikel ilegal terendus di Kalsel. Bocor pendapatan negara setelah jutaan ton nikel ikut terekspor ke China. Dalangnya PT Sebuku Iron Lateritic Ores atau SILO.
Nikel yang katanya terekspor tak sengaja ke China itu tak main-main jumlahnya. Mencapai 5,1 juta ton nikel, temuan ini diendus oleh Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Setelahnya, bukan SILO, malah KPK yang angkat suara mengklarifikasi temuan gelap itu. Mereka angkat tangan seraya berdalih nikel itu tak sengaja ikut terekspor.
Baca Juga: [VIDEO] Pantauan Kantor PT SILO Dalang di Balik Ekspor Gelap Nikel
"Jadi 5,3 juta kan dibilang penyelundupan, ini saya bilang bukan penyelundupan. Penyelundupan itu kan barang tidak boleh ke luar, dikeluarin. Kalau ini enggak," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, Jumat 15 September.
Pernyataan Pahala seolah menjadi sinyal KPK takkan menjerat SILO. Lantas, bagaimana dengan penegak hukum lainnya seperti Polri?
Ternyata hasilnya kurang lebih sama.
Baca Juga: ESDM No Action! Ekspor Gelap Nikel SILO ke China Masih Buram
"Sudah pernah saya jawab itu, daerah itu tidak ada tambang nikel, gimana ada ekspor nikel," jelas Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan dalam wawancara cegat di Mabes Polri, Selasa (3/10).
Pasalnya, Ramadhan mengaku hanya sebatas tahu bahwa Kalsel adalah daerah kaya penghasil batu bara. "Daerah itu adanya pertambangan batu bara, gak ada nikel," jelas sang jenderal bintang satu.
Mengenai temuan KPK, Ramadhan kembali bersikukuh. "Maksudnya gini, ini daerah ini adanya batu bara, kamu nanyanya ekspor nikel, bagaimana ekspor nikel kalau pertambangannya aja enggak ada," jelas Ramadhan.
"Coba sana tanya sama KPK lagi," jelasnya lagi.
Di luar itu, terkait penambangan ilegal, Ramadhan sebelumnya sempat berjanji akan menindaklanjutinya ke Bareskrim.
Baca Juga: Polri Acuh dan KPK Bungkam, Ekspor Nikel Ilegal Makin Terbengkalai!
"Skip dulu yang itu 'lah, skip dulu, kalau gak jelas takut salah saya," jelas Ramadhan sembari berlalu.
Secara kasat mata, besi dan nikel bisa dibedakan. Serupa tanah dan pasir. Namun untuk memisahkan, butuh proses.
Data Kementerian ESDM, Kalsel kaya kandungan bijih besi. Angkanya fantastis. Mencapai 50 miliar ton. Terbesar ada di wilayah Kabupaten Tanah Laut.
Pengamat sosial, Anang Rosadi Adenansi menyayangkan sikap Ramadhan, "Seharusnya nikel yang terikut ekspor itu ditindak, dibuka penyelidikan, jangan dibiarkan begitu saja," jelasnya dihubungi bakabar.com terpisah.
Namun Anang tak menampik kemelut ekspor nikel ilegal ini tak lepas dari lemahnya regulasi dalam UU Minerba saat ini.
"Secara the jure [hukum] memang itu tidak termasuk, karena nikel yang terbawa bukan komoditi utama sesuai IUP [tambang besi]," jelasnya.
Karenanya, Anang merasa perlu pemerintah turun tangan. Yakni dengan menerjunkan inspektur tambang. Tim khusus yang berguna memastikan kandungan dalam bijih besi SILO.
Baca Juga: Massa KAKI Kalsel Curiga Ekspor Nikel Ilegal Dibekingi Pejabat
Tak cuma pemerintah dan polisi, Anang juga menyentil pasifnya wakil rakyat di Senayan. "Seandainya dewan kita kuat, sudah perusakan alam yang dahsyat, ditambah kelemahan UU, maka kita di daerah yang rugi," jelasnya.
Anang turut meminta adanya tindakan korektif dari pemerintah. Misalnya, menghentikan sementara dulu kegiatan ekspor besi Silo.
"Setop izinnya, tata ulang. Jangan sampai seperti freport juga ikut-ikutan tidak terkontrol," jelasnya.
Ya, sumber ekspor gelap nikel Kalsel berasal dari tambang biji besi milik PT SILO. SILO berdalih nikel tersebut tertempel biji besi yang diekspor ke Cina.
Dikonfirmasi berkali-kali, pihak SILO memilih bungkam. Keterangan pasif KPK jadi sandaran mereka. KPK merasa ekspor gelap SILO merupakan suatu ketidaksengajaan.
SILO merupakan perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) besi di Kalsel. Mengacu laporan surveyor, KPK menemukan total 84 kali pengiriman besi SILO ke China.
Baca Juga: Wah, Ekspor Nikel Ilegal ke China Ternyata dari Kalsel
Besi memiliki Harmonized System (HS) code 2601 di Indonesia, dikirim ke China dengan nikel yang menempel. Menurut KPK, nikel dan besi tersebut tidak bisa dipisahkan.
"Masalahnya, ada kadar besar, kadar kecil, nah ini kadarnya kecil," papar Pahala.
Kode HS merupakan kategori besi. Bukan nikel yang memiliki kode berbeda; 2604. Karenanya, Pahala turut mengklarifikasi total kerugian negara tak sampai Rp14 triliun. Melainkan hanya Rp41 miliar. Menurutnya itu hanya kesalahan detail laporan Bea Cukai China.
Baca Juga: Puluhan Massa Geruduk KPK Minta Usut PT SILO soal Ekspor Nikel Ilegal
"Kalau 0,9 pct kita hitung dari 63 pengiriman ini kita cuma berpotensi kehilangan Rp41 miliar, tidak sampai triliunan, Rp14 triliun yang disebut tidak ada. Itu pun tidak bisa kita kenain karena regulasinya begitu, kalau IUP-nya besi ya diitung besi," tambahnya.
Kendati begitu, tetap saja pemerintah mengacu kecolongan. Demikian disampaikan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
"Dia (SILO) bermain di celah-celah peraturan," katanya kepada wartawan, Selasa (26/9) malam.
Maksud Luhut, selama ini belum ada regulasinya. Di mana bisa mengatur ekspor mineral yang tercampur. Sehingga ada peluang untuk nakal.
"Seharusnya kalau terjadi dia (SILO) harus dipajaki juga. Tapi kami belum ada peraturannya," tutupnya.