Izin Penjualan

Izin Penjualan, Mendag Bedakan di E-Commerce dan Social Commerce

Menteri Perdagangan akan mengatur perizinan yang berbeda antara platform e-commerce dan social commerce melalui revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020.

Featured-Image
Tangkapan layar - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. Foto: ANTARA

bakabar.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Menteri Perdagangan (Mendag) akan mengatur perizinan yang berbeda antara platform e-commerce dan social commerce melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020.

"Nanti e-commerce dengan social commerce beda, izinnya mesti beda. Jadi kalau dia ada media sosialnya terus ada komersialnya itu izinnya akan beda. Izinnya harus dua dan aturan izinnya diajukan ke Kemendag," ujar Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di Jakarta, Jumat (4/8).

Mendag Zulkifli menuturkan revisi Permendag tersebut tengah dikejar dengan salah satu alasan platform media sosial Tiktok atau Tiktok Shop yang menggabungkan dua fitur tersebut, padahal secara aturan seharusnya memiliki izin operasi yang berbeda.

Baca Juga: 'Project S TikTok Shop' Rugikan UMKM, MenKopUKM: Aturannya Perlu Revisi

Lewat revisi Permendag Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, ia berharap kekosongan aturan tersebut akan diperjelas aturan mainnya.

Perkembangan terkini mengenai revisi Permendag Nomor 50 tahun 2020, lanjutnya, sedang tahap harmonisasi antar kementerian. Ia menegaskan yang menjadi poin penting dalam revisi Permendag kali ini adalah seluruh platform belanja daring tidak diperbolehkan menjadi produsen dalam produk apa pun.

"Tidak boleh jadi produsen. Misalnya Tiktok bikin celana merek Tikto ya tidak bisa," ucapnya.

Baca Juga: TikTok Siapkan Fitur Pembatasan Konten Tertentu untuk Pengguna Remaja

Di kesempatan terpisah, Staf khusus Menteri Koperasi dan UKM Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Fiki Satari memaparkan bahwa sebenarnya tidak sulit menemukan produk-produk yang dijual di Tiktok Shop melakukan perdagangan cross border. Meski demikian, hal itu ditampik oleh manajemen Tiktok di Indonesia.

Maka dari itu, ia menegaskan perlu diatur secara regulasi lewat revisi Permendag agar tidak ada ruang abu-abu untuk mengatur bisnis atau izin usaha daring di setiap platform.

"Faktanya harga-harga yang di Tiktok Shop hari ini, itu harga-harga produk impor. Pasti. Yang kita sebut predatory pricing. Bagaimana tidak harga parfum dijual Rp20 ribu, Rp30 ribu t-shirt, kemudian ada sandal," ucap dia.

Editor
Komentar
Banner
Banner