bakabar.com, JAKARTA –Iimbas tingginya harga minyak dunia, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) masih akan mengalami kenaikan.
Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto menilai kenaikan harga minyak dunia dipicu oleh kabijakan pembukaaan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok.
“Hal itu mendorong perekonomiannya naik, tapi di sisi lain malah mendorong harga energi naik. Maka dari itu, kalau dilihat beberapa minggu terakhir naik dan sekarang sudah mendekati USD80 per barel,” ujarnya kepada bakabar.com, Jumat (3/3).
Lebih rinci, harga minyak dunia saat ini berada pada posisi USD78 per barrel. Menurut Eko, peningkatan ekonomi memicu timbulnya optimisme produksi manufaktur di negara Tiongkok.
Optimisme tersebut membuat kegiatan produksi kembali bergairah. Ketika produksi berjalan maka konsumsi energi di Tiongkok akan terimbas naik. Peningkatan tersebut memicu naiknya harga minyak dunia yang juga berdampak pada kenaikan inflasi.
“Karena ekonomi juga pulih atau membaik maka inflasinya ke-dorong naik, karena energi naik berarti biaya produksinya meningkat jadi harga energi naik,” jelasnya.
Hal tersebut akan mendorong Bank Sentral Amerika, The Fed kembali menyatakan sikap untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan di negaranya. Kenaikan suku bunga acuan Amerika akan diikuti oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.
Untuk itu, suku bunga acuan diperkirakan kembali naik pada tahun 2023 dan merupakan kenaikan yang tertinggi. Sebab kegiatan produksi sudah mulai berjalan normal pada 2023 yang kemudian memicu melandainya suku bunga untuk tahun 2024.
“Suku bunga acuan di Amerika itu, kemungkinan puncaknya akan terjadi di tahun 2023. Sehingga jika sudah mencapai puncak suku bunga itu akan turun lagi kemungkinanan pada 2024,” pungkasnya.