Dolar Menguat Di Asia

Dolar Naik di Asia, Data Ekonomi Perkuat Prospek Kenaikan Suku Bunga

Dolar bertahan di dekat puncak tujuh minggu terhadap sekeranjang mata uang di sesi Asia pada Senin (27/2) sore.

Featured-Image
Ilustrasi - Petugas menunjukan uang pecahan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (4/10/2022). Foto: ANTARA

bakabar.com, JAKARTA - Dolar bertahan di dekat puncak tujuh minggu terhadap sekeranjang mata uang di sesi Asia pada Senin (27/2) sore, setelah serangkaian data ekonomi AS yang kuat menopang pandangan bahwa Federal Reserve harus menaikkan suku bunga lebih lanjut dan lebih lama.

Data pada Jumat (24/2) menunjukkan belanja konsumen AS meningkat tajam pada Januari, sementara inflasi memanas. Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE), pengukur inflasi pilihan Fed, melonjak 0,6 persen bulan lalu setelah naik 0,2 persen pada Desember.

Indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap enam mata uang utama lainnya, naik 0,038 persen pada 105,21, hanya sedikit di bawah tertinggi tujuh minggu di 105,32 yang disentuh akhir pekan lalu setelah data yang lebih panas dari perkiraan dirilis.

Indeks dolar naik 3,0 persen untuk Februari dan bersiap untuk menghentikan penurunan beruntun empat bulan karena investor menyesuaikan ekspektasi mereka terhadap suku bunga AS yang tetap lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama.

Pasar sekarang memperkirakan suku bunga mencapai puncaknya di 5,4 persen pada Juli dan tetap di atas 5,0 persen hingga akhir tahun.

"Kami sedikit gugup," kata Moh Siong Sim, ahli strategi mata uang di Bank of Singapore, menambahkan bahwa pasar tidak yakin tentang laju kenaikan suku bunga Fed di masa depan.

"Apakah (Fed) dapat mempertahankan kenaikan 25 basis poin? Atau apakah mereka akan dipaksa untuk mempercepat kembali? Jadi saya pikir ini adalah pertanyaan yang sedang dihadapi pasar," kata Sim.

"Dan tidak ada jawaban yang jelas sekarang."

Para pembuat kebijakan Fed berbicara pada Jumat (24/2) tidak mendorong kembalinya kenaikan suku bunga jumbo tahun lalu, menunjukkan bahwa untuk saat ini para gubernur bank sentral puas untuk tetap pada jalur pengetatan bertahap meskipun ada tanda-tanda bahwa inflasi tidak mendingin seperti yang mereka harapkan.

The Fed awal bulan ini menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin dan diperkirakan akan meningkat dengan margin yang sama pada pertemuan 21-22 Maret, meskipun beberapa analis melihat kemungkinan kenaikan 50 basis poin jika inflasi tetap tinggi dan pertumbuhan tetap kuat.

"Kami sekarang percaya itu adalah seruan yang lebih dekat untuk menaikkan 50 basis poin pada Maret dari asumsi kami sebelumnya 25 basis poin," ujar Kevin Cummins, kepala ekonom di NatWest Markets.

"Kami menempatkan peluang sekitar 60 persen bahwa FOMC naik 50 basis poin."

Pasar juga telah mendorong kemungkinan kenaikan suku bunga untuk Bank Sentral Eropa dan Bank Sentral Inggris.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS dua tahun, yang biasanya bergerak sejalan dengan ekspektasi suku bunga, naik 3,4 basis poin menjadi 4,839 persen, sedikit di bawah level tertinggi tiga bulan di 4,840 persen yang disentuh pada Jumat (24/2).

Editor


Komentar
Banner
Banner