bakabar.com, JAKARTA – Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rahman mempertanyakan independesi Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dalam meringkus Harun Masiku.
Ia menganggap bahwa penangkapan politisi PDIP tersebut merupakan penilaian mutlak terhadap KPK dalam menangkap buronan tersebut.
“HM menjadi salah satu alat ukur masyarakat dalam menilai keseriusan dan indepedensi KPK dalam menegakan hukum,” ujar Zaenur kepada bakabar.com, Jumat (25/2).
Baca Juga: Soal Harun Masiku, Pakar: Itu 'PR' KPK Meskipun Bersinggungan dengan Kekuasaan
Menurutnya, kasus HM memiliki dimensi yang kuat yakni bersinggungan langsung dengan dunia politik, dimana politik merupakan ranah yang sensitif terhadap tindak pidana korupsi.
“Jadi tugas KPK itu bukan hanya soal menghadapkan HM ke persidangan, tapi juga ke hadapan publik untuk mengungkap kronologi lengkap dari kasus tersebut,” tambahnya.
Zaenur pun mendesak KPK untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Sejatinya, seorang tersangka korupsi pasti melakukannya tidak sendiri.
Baca Juga: 3 Buron Belum Tertangkap, Novel Baswedan Minta KPK Selesaikan Sebelum Jabatan Firli Berakhir
Dalam hal itu, alumni UGM tersebut mengajak KPK untuk memeriksa apakah ada seseorang yang mendanai Masiku dalam menyuap Komisioner KPU dan siapa yang mempengaruhinya.
“Ini semua harus diusut oleh KPK, dari mana uangnya? Apakah HM inisiatif sendiri atau ada seseorang yang menyuruh atau mempengaruhi HMi untuk melakukan suap,” pungkasnya.
Harun Masiku merupakan tersangka terkait dugaan suap pemilihan anggota DPR tahun 2019-2024 yang menyeret mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Dalam hal itu, KPK telah menetapkan dua tersangka yakni Wahyu yang divonis 7 tahun penjara dan Agustin Tio Fridelina divonis 4 tahun penjara.
Baca Juga: Jelang Pemilu 2024, KPK Harap Politik Bersih dari Korupsi
Agustin sendiri diduga ikut menerima suap Rp600 juta dari Harun Masiku dengan Wahyu Setiawan.
“Wahyu dan Agustiani terbukti menerima uang sebesar 19 ribu dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura atau seluruhnya Rp600 juta dari Harun,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu.