harga batu bara

Harga Batu Bara Turun, Pengamat: Itu Ibarat Anomali

Direktur Utama PTBA Arsal Ismail, usai RUPST di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (15/6) memaparkan penurunannya mencapai 60%.

Featured-Image
Lokasi pertambangan batu bara di Pulau Bunyu milik Adani Group. Foto: JATAm

bakabar.com, JAKARTA - Harga batu bara belakangan ini cenderung menurun. Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Arsal Ismail, usai RUPST di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (15/6) memaparkan penurunannya mencapai 60% atau dalam catatanya sudah di angka USD132. 

Sebagai informasi, harga batu bara Australia yang menjadi acuan di pasar global (Newcastle 6.000 kcal/kg) tahun ini berada di kisaran USD200 per ton. Harga tersebut anjlok setengahnya dari rekor tertinggi di tahun 2022. Harga tersebut turun lebih dari 50% dari level tertinggi pada bulan September sebesar USD440.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan harga batu bara yang mencapai USD400, sekaligus mencatatkan sebagai angka tertinggi sepanjang sejarah. Belakangan harganya menurun bervariasi hingga mencapai titik keseimbangan.

"Normalnya sih antara kisaran 90 sampai 120an. Beberapa tahun terakhir itu di kisaran segitu," ujar Komaidi kepada bakabar.com, Jumat (16/6).

Baca Juga: Pembatalan PLTU Batu Bara, IESR: Cara Hemat Biaya Pangkas Emisi Global

Adapun harga saat ini berada dikisaran USD130, USD140 hingga USD150, menurut Komaidi, masih lebih tinggi dibandingkan harga dalam beberapa waktu terakhir. Dengan begitu, pengusaha batu bara masih mendapatkan margin keuntungan.

"Hanya saja kemarin sempat naik sangat siginifikan di kisaran USD300 sampai USD400, sehingga seketika turun menjadi USD200 seolah-olah sangat  signifikan," katanya.

Lebih lanjut, terang Komaidi, penurunan harga tersebut, ibarat anomali saja. Sebuah fluktuasi harga yang terjadi dalam jangka pendek. Adapun penyebabnya, sangat beragam.

"Artinya memang harga dalam jangka pendek sebenarnya kenapa bisa jadi itu hanya multi variable," imbuhnya.

Baca Juga: Ancam Target Iklim, Bank Domestik Danai PLTU Batu Bara Adaro di Kaltara

Geopolitik global

Sementara itu, Bank Dunia dalam laporan Commodity Markets Outlook edisi April 2023 memproyeksikan harga batu bara bakal turun sampai 2024 seiring permintaan yang terus melemah.

Dikutip dari katadata, hal itu dipengaruhi oleh kebijakan harga karbon (carbon pricing), serta melandainya harga gas bumi di sejumlah negara konsumen besar, terutama Amerika Serikat dan Eropa.

Bahkan invasi Rusia ke Ukraina telah memperkuat insentif untuk beralih dari bahan bakar fosil, baik melalui peningkatan produksi energi terbarukan maupun pengurangan konsumsi energi, khususnya di Amerika Serikat dan Eropa. Hal tersebut mendorong terjadinya penurunan konsumsi batu bara di Amerika Serikat dan Eropa.

Dalam laporannya, Bank Dunia bahkan menyebut harga batu bara bisa kian merosot jika perlambatan ekonomi global lebih buruk dari perkiraan, atau jika Tiongkok selaku konsumen terbesar mengurangi permintaannya.

Baca Juga: Pensiun Dini PLTU Batu Bara Dipercepat jika Ingin Kurangi Emisi Karbon

Di sisi lain, ada kondisi yang berpotensi mendongkrak harga batu bara tahun ini, utamanya untuk jangka pendek. Jika pemulihan ekonomi Tiongkok lebih kuat dari perkiraan, mereka akan menaikkan permintaan batu bara impor untuk industri dan pembangkit listrik.

Selanjutnya, apabila ada penurunan produksi, atau pemangkasan ekspor batu bara dari Rusia, hal tersebut juga berpotensi menaikkan harga.

Editor
Komentar
Banner
Banner