Gautam Adani

Gurita Adani, Praktik Short Selling dan Aksi Serangan Balik

Kabar terbaru menyebutkan Gautam Adani, pemilik Adani Group memiliki usaha yang terkait dengan orang Indonesia.

Featured-Image
Pemilik Adani Group Gautam Adani. Foto: the week

bakabar.com, JAKARTA - Kabar terbaru menyebutkan Gautam Adani, pemilik Adani Group memiliki usaha yang terkait dengan orang Indonesia. Perusahaan batu bara miliknya terdapat di Kaltim/Kaltara meski tidak sebesar Bayan Group.

Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan di Disway.id menyebut salah satu anak perusahaan Adani Group adalah Adani Wilmar.

"Yakni anak hasil perkawinan antara Adani dan Wilmar. Tapi Wilmar di situ bukan Wilmar perusahaan Indonesia," tulis Dahlan.

Wilmar yang dimaksud adalah Wilmar Internasional, sebuah perusahaan asal Singapura yang bergerak di sektor kelapa sawit. Wilmar diketahui memiliki kebun sawit dan pabrik minyak goreng yang banyak di Indonesia.

Baca Juga: Mengintip Jejak Adani di Bunyu, Pulau Kecil di Kaltara

Serangan Balik

Saat ini, Adani bersiap untuk melakukan serangan balik ke pihak yang telah menghancurkan harga saham perusahaannya.

Adani dikabarkan telah menunjuk pengacara termahal di Amerika Wachtell Lipton. Lipton diketahui memiliki firma hukum di New York. Mereka dikenal sebagai Wachtell, Lipton, Rosen & Katz.

Selain itu, Adani meminta Herbert Maurice Wachtell, pengacara senior berumur 90 tahun ikut menangani kasusnya. Wachtell, Yahudi keturunan Polandia dan Hungaria.

"Lahir di New York. Sekolah di New York. Kuliah di New York. Lalu ke Harvard Law School," jelas Dahlan.

Baca Juga: Unit Bisnis Adani Ada di Indonesia, BEI Pantau 'Saham Gorengan'

Dalam catatannya, Dahlan menyebut serangan balik Adani tidak main-main terhadap Hindenburg Research, sebuah perusahaan kecil yang berfokus pada riset saham di New York.

"Yang akan digugat sampai ludes adalah Hindenburg Research. Gara-gara Hindenburg, Adani telah kehilangan uang sekitar Rp 1.800 triliun dalam beberapa hari saja," tulis Dahlan.

Sebelumnya, Hindenburg mengumumkan bahwa Adani Group melakukan manipulasi keuangan dan saham. Pemimpin Hindenburg Nathan Anderson menyebut hasil riset mereka bisa dipercaya karena memiliki keakuratan yang tinggi.

"Ia menantang Adani untuk memperkarakannya. Tantangan itu kini dilayani oleh Adani dengan call tinggi," tulis Dahlan.

Baca Juga: Meski Terseret Skandal, Kekayaan Gautam Adani Jauh Lampaui Low Tuck Kwong

Sebelum mengeluarkan hasil risetnya, Hindenburg sempat melakukan short selling saham Adani. Hal itu untuk membuktikan pola-pola yang mungkin dilakukan oleh Adani.

Hindenburg lalu meminjam saham dalam jumlah besar. Jumlah saham itu akan mereka kembalikan pada saatnya.

Saham pinjaman (dengan bunga) itu dijual ketika harga saham Adani masih baik. Lalu Hindenburg mengumumkan hasil risetnya. Nama Adani jatuh. Reputasinya hancur. 

"Harga saham Adani jatuh. Tinggal separo harga," tulis Dahlan.

Baca Juga: Mengenal Sosok Gautam Adani yang Disebut Jokowi Bikin Rugi India

Hindenburg lalu membeli saham Adani dalam jumlah yang sama dengan yang ia pinjam. Dengan harga hanya separo. Pinjaman saham itu mereka kembalikan utuh. Singkatnya, Hindenburg masih meraup untung besar.

Praktik seperti itu dikenal sebagai short selling. Di banyak kota di dunia, praktik short selling jamak dilakukan. Sebut saja di New York, London, Hong Kong bahkan Tokyo. Hal itu dianggap lumrah ketika pasar memiliki fundamental yang baik.  Namun di Jakarta dan Singapura praktik itu dilarang. 

Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2 Maret 2020 melarang transaksi short selling menyusul rontoknya pasar saham di seluruh dunia setelah pandemi Covid-19 merebak.

Berdasarkan Pengumuman BEI No. Peng-00250/BEI.POP/08-2021 tentang Daftar Efek yang dapat Ditransaksikan dan Dijaminkan dalam Rangka Transaksi Marjin, transaksi short selling ternyata masih dilarang.

Baca Juga: Kisah Gautam Adani, Sosok Putus Sekolah yang Jadi Orang Terkaya di Dunia

Kepala Divisi Riset BEI Verdi Ikhwan menyebut larangan transaksi short selling diberlakukan guna menjaga keberlangsungan pasar agar tetap kondusif di tengah kondisi pasar modal global maupun pasar modal Indonesia yang sedang mengalami tekanan sebagai dampak pandemi Covid-19.

Berdasarkan penelusuran bakabar.com, larangan short selling bukan baru pertama kali diberlakuan otoritas bursa. Pada Oktober 2008, otoritas bursa dan otoritas pasar modal melarang transaksi tersebut. Langkah tersebut ditempuh menyusul kejatuhan IHSG secara bertubi-tubi.

Transaksi short selling diyakini menjadi penyebab limbungnya bursa saham saat itu. Sejumlah perusahaan sekuritas bahkan sempat diperiksa karena ditengarai punya andil dalam kejatuhan pasar.

Namun, otoritas pasar modal gagal membuktikan dugaan tersebut. Seiring pulihnya pasar saham, otoritas pasar modal dan otoritas bursa mulai 1 Mei 2009 kembali membuka transaksi short selling.

Baca Juga: Bank Sumut Siap IPO, Tawarkan Rp510 per Saham

Kembali ke Adani, hingga minggu kedua Februari, harga saham Adani tak kunjung membaik. Lembaga rating Amerika justru menurunkan Adani dari stabil ke negatif outlook.

"Adani harus berjuang menyelamatkan perusahaan. Di dua arah sekaligus. Secara keuangan dan hukum," kata Dahlan.

Di bidang keuangan, Adani telah minta tambahan kredit dari bank milik negara (SBI). Sebesar sekitar Rp 49 triliun. Yakni untuk menyelamatkan perusahaan Grup Adani yang ada di Australia.

Alasan Adani, perusahaan tambang batu bara di Australia itu sangat bagus. Harus diselamatkan. Dan SBI telah menyetujui plafon kredit sebelumnya. Yang belum sepenuhnya digunakan.

Baca Juga: Resmi Melantai di Bursa, Saham FWCT Dibuka Naik 34,75 Persen

"Berarti Adani minta tambahan dana yang telah dijanjikan," jelas Dahlan.

Permintaan Adani ini memperburuk gejolak yang terjadi di India. Selain itu, Adani yang memiliki kedekatan dengan Perdana Menteri Narendra Modi membuat kondisi semakin runyam. Nama Modi ikut terseret-seret.

Uniknya, ketika kasus Adani mencuat, kalangan nasionalis di India justru menduga Amerika dibalik semua ini.

"Mereka menuduh Hindenburg dipakai Amerika untuk menghancurkan India," pungkas Dahlan. 

Editor
Komentar
Banner
Banner