Gugatan Tambang Nikel

Gugatan Tambang Nikel, PT KMS 27 Menangkan IUP di Blok Mandiodo Konawe

PT KMS akhirnya memenangkan gugatan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimilikinya di PTUN Jakarta.

Featured-Image
Lokasi wilayah IUP PT KMS 27 di Blok Mandiodo. (Foto: net/Istimewa)

bakabar.com, JAKARTAPT Karya Murni Sejati 27 (PT KMS), sebuah perusahaan lokal di Konawe Utara akhirnya memenangkan gugatan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimilikinya di PTUN Jakarta. Gugatan tersebut dilayangkan dengan tergugat adalah BKPM RI dan PT Antam Tbk (tergugat Intervensi).

Prof. Denny Indrayana, Senior Partner Indrayana Centre for Government. Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm, selaku kuasa hukum dari PT KMS menyambut baik putusan tersebut.

Setelah sekian lama berjuang melawan oknum perusahaan, kata Denny, akhirnya PT KMS berhasil melawan pihak-pihak yang diduga melakukan tindak pidana korupsi di bidang pertambangan.

“Dalam putusan Nomor 3/G/2023/PTUN.JKT yang tertera di dalam website e-court PTUN Jakarta (Kamis, 21/07/2023), majelis hakim menjatuhkan beberapa amar putusan. “1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya; 2. Menyatakan batal Surat Keputusan Menteri Investasi/Kepala BKPM Nomor 2022627-01-12274 tentang Pencabutan Izin PT Karya Murni Sejati 27 tertanggal 27 Juni 2022; 3. Mewajibkan Tergugat untuk Mencabut Surat Keputusan Menteri Investasi/Kepala BKPM Nomor 2022627-01-12274 tentang Pencabutan Izin PT Karya Murni Sejati 27 tertanggal 27 Juni 2022,” ujar Denny dalam keterangannya, Sabtu (23/7).

Baca Juga: KMS Desak Pemerintah Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan

Denny Indrayana menjelaskan, PT KMS sebagai perusahaan lokal telah secara sah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi, Sertifikat Clear and Clean dari Menteri ESDM, dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Denny Indrayana
Mantan Wamenkumham, Denny Indrayana, dilaporkan ke polisi atas dugaan membocorkan keputusan MK. Foto: Antara

Namun pasca izin-izin tersebut dicabut secara melawan hukum, wilayah kerja mereka dirampas oleh beberapa oknum yang mengatasnamakan BUMN. Seketika wilayah tambang yang dulu dikelola dengan baik, menjadi rusak ketika ditambang secara serampangan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Tidak hanya itu, dugaan korupsi yang selama ini seakan tidak tersentuh di Bumi Konawe Utara, akhirnya perlahan-lahan mulai terungkap. Dimulai dari penetapan tersangka HW selaku General Manager PT Antam Tbk UPBN Konawe Utara, kemudian disusul oleh OS dan GAS selaku pelaksana PT LAM.

Baca Juga: Alasan Denny Indrayana Minta Dinonaktifkan dari Wapres KAI

Teranyar, pemilik PT LAM berinisial WAS juga dijebloskan ke tahanan. Lebih mencengangkan lagi, nama terakhir, ujar Denny, diduga terlibat dalam kasus mega-korupsi proyek BTS yang merugikan negara sebesar Rp8 Triliun.

Kuasa Hukum INTEGRITY lainnya, Muhammad Raziv Barokah menambahkan, ketika PT KMS berupaya mempertahankan haknya dan ingin membongkar dugaan tindak pidana korupsi serta penambangan ilegal yang merugikan negara, justru IUP dan IPPKH PT KMS yang dicabut.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menyatakan nilai kerugian negara mencapai 5,7 triliun, pada Selasa (18/7). Modusnya adalah dengan cara menjual hasil tambang nikel menggunakan dokumen rencana kerja anggaran biaya dari perusahaan lain (dokumen terbang) di sekitar Blok Mandiodo, lalu dijual ke beberapa smelter di Morosi dan Morowali.

Baca Juga: PTUN Batalkan Izin Tambang Nikel Konawe, Kemenangan Bersejarah

Sony Witjaksono selaku Direktur Utama PT KMS juga mengeluhkan tindakan beberapa oknum yang mengatasnamakan BUMN, justru merampas hak milik perusahaan selain PT KMS lain, yang bahkan hanya berskala kecil dan dijalankan oleh orang-orang lokal.

“Bukan hanya kami korban oknum PT Antam Tbk, ada sekitar 11 perusahaan yang ingin berusaha secara benar, tertib, dan bermanfaat bagi warga lokal di Konawe Utara. Namun justru dihambat sedemikian rupa demi alasan untuk negara,” papar Sony.

Ia menambahkan, "Kalau memang untuk negara tentu kami rela. Tapi ini ternyata masuk ke kantong oknum. Sementara di lapangan sudah hancur dan merusak lingkungan."

Editor


Komentar
Banner
Banner