Penangkapan Saipul Jamil

Grabak-grubuk Penangkapan Saipul Jamil: Polisi atau Preman Jalanan?

Kompolnas dan Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) mengkritik penangkapan artis Saipul Jamil.

Featured-Image
Aksi polisi berpakaian preman saat menangkap Saipul Jamil dinilai sejumlah pemerhati melabrak prinsip-prinsip kemanusiaan dan asas praduga tak bersalah.

bakabar.com, JAKARTA - Kompolnas dan Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) mengkritik penangkapan artis Saipul Jamil. Dinilai berlebihan dan lebih seperti aksi preman jalanan.

Saipul Jamil ditangkap polisi di wilayah Tambora Jakarta Barat, Jumat siang (5/1). Penangkapannya begitu viral karena berlangsung di ruang terbuka atau jalur TransJakarta. 

Terlihat sejumlah polisi berpakaian preman mencegat sebuah minibus berkelir hitam. Polisi menduga terdapat narkotika di dalam mobil. Ternyata di dalamnya ada Saipul Jamil bersama seorang pengemudi. 

Baca Juga: Asisten Saipul Jamil Nyambi Jual Sabu

Berhasil memaksa sopir membuka pintu mobil, sejumlah bogem mentah lalu dilayangkan polisi ke sopir Saipul Jamil.

"Saya disuruh bos saya, saya disuruh bos saya," jelas sopir Saipul kepada polisi berpakaian sipil itu.

Sementara itu terlihat Saipul hanya merengek seraya menolak, dan terduduk di jalur TransJakarta ketika hendak dibawa.

Disodorkan video penangkapan Saipul, Komisioner Kompolnas Poengky Indharti begitu prihatin. Ia melihat tak pantas aksi tersebut. Berlebihan dan tak ubahnya ajang mempertontokan kekerasan fisik dan verbal.

"Ini perbuatan yang tergolong sebagai penyiksaan dan merendahkan martabat manusia," jelas Poengky, Sabtu siang (6/1).

Baca Juga: Viral Saipul Jamil Ditangkap, Ternyata Hanya Saksi

Tak ada aturan yang membenarkan setiap aksi represif kepolisian. Mestinya, aparat patuh pada KUHAP dan Perkap Nomor 8/2009 tentang hak asasi manusia.

"Yang dipertontonkan aparat berpakaian preman itu lebih mirip aksi premanisme jalanan," jelas komisioner berlatar aktivis HAM ini.

Poengky mendorong tim Propam Polda Metro Jaya segera memeriksa penyidik yang menangkap Saipul Jamil.

"Kami akan mengirim surat rekomendasi ke Kapolda Metro Jaya," jelasnya.

Peneliti dari ISSES, Bambang Rukminto kemudian menyoal pernyataan Kapolres Jakarta Barat Kapolres Jakbar Syahduddi.

"Pernyataan konyol, kok bisa mengatakan yang arogan bukan anggotanya," jelas Rukminto diwawancarai terpisah, Sabtu sore (6/1).

Duddi sempat menyebut pelaku pemukulan bukan polisi. Menurut Rukminto, itu alasan klise. Yang menunjukkan sikap lepas tanggung jawab pada perilaku anggotanya.

"Kalau bukan anggota harusnya pelaku pemukulan juga ditangkap. Dan saya yakin polisi tak akan mau menangkapnya," jelasnya.

Melihat aksi penangkapan Saipul, Rukminto terlihat makin kuatir. Paradigma penanganan narkoba akan lebih ke penindakan alih-alih pencegahan.

"Saya pernah mengusulkan ke wakapolri untuk mewajibkan semua alumni akpol masuk di Satbinmas [Pembinaan masyarakat] lebih dulu sebelum ke satuan-satuan lain," jelas Rukminto.

Baca Juga: Artis Saipul Jamil Diamankan Polisi, Terjerat Narkoba?

Aksi anggota kepolisian dalam penangkapan Saipul Jamil menunjukkan arogansi yang mengarah pada premanisme. Aparat tak ubahnya melakukan tindakan sewenang-wenang tanpa koridor aturan.

Penangkapan dan penahanan seseorang oleh polisi sejatinya telah diatur dalam Perkap 12/2009. Isinya, pengawasan dan pengendalian penanganan perkara pidana di lingkup kepolisian.

Ada dua jenis penangkapan sesuai beleid tersebut. Pertama Pasal 71 ayat 1 soal tangkap tangan. Kedua, Pasal 72 soal penangkapan seseorang yang sudah dijadikan tersangka.

Baca Juga: Viral Saipul Jamil Ditangkap, Ternyata Hanya Saksi

Dalam konteks tangkap tangan, Rukminto melihat rombongan Saipul tidak sedang melakukan transaksi narkoba seperti yang dituduhkan.

"Bisa jadi mereka baru saja membawa narkoba, tapi sekali lagi tidak bisa ditangkap dengan cara-cara kasar dan arogan seperti itu," jelasnya.

Sebenarnya masih ada opsi bagi polisi untuk lebih humanis. Misalnya dengan menggelar razia. Di saat yang sama mobil Saipul sedang tertahan busway karena melaju di jalur yang salah.

Polisi Tangkap Dua Pengecer Yang Suplai Sabu Ke Asisten Saipul Jamil.
Jajaran Polsek Tambora Jakarta Barat menangkap asisten Saipul Jamil, Steven Arthur Ristiady terkait kepemilikan zat narkotika jenis sabu, Jumat 5 Januari 2024. bakabar.com/Tito 

Apalagi dalam kasus Saipul, polisi tidak sedang melakukan razia. Juga tidak mengenakan berseragam atau menunjukkan atribut kepolisian. 

Pun bicara konteks Pasal 72. Itupun, menurutnya juga tidak sesuai. Untuk menangkap seorang tersangka, penyidik harus memiliki bukti-bukti lebih dulu. Harus melalui proses pemanggilan. 

"Jadi layaklah perilaku oknum-oknum tersebut disebut sebagai premanisme," jelasnya.

Saipul Jamil bukan residivis atau masuk daftar pencarian orang alias DPO. Bahkan belakangan polisi memastikan urinenya negatif narkoba. Praktis, polisi hanya bisa menjadikannya saksi. Yang ternyata terjerat adalah asistennya.

Baca Juga: Saipul Jamil Ngaku Tak Pernah Gunakan Narkoba

Rukminto melihat modus penangkapan seperti kasus Saipul Jamil memang sudah seringkali dilakukan aparat. Terutama dalam kasus terorisme.

Sekali lagi, menurutnya penangkapan dengan cara-cara preman tak bisa dibenarkan polisi. Itu hanya akan membuat Korps Bhayangkara semakin jauh dari dari prinsip-prinsip kemanusiaan.

"Semua warga negara memiliki hak aman dan nyaman, jauh dari ketakutan baik karena kejahatan maupun arogansi dari penjaga keamanan. Cara-cara premanisme hanya akan menjauhkan polisi dari semangat profesionalisme dan humanisme," jelasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner