bakabar.com, JAKARTA - Gas bumi dinilai memiliki peran strategis pada masa transisi energi sebelum sepenuhnya beralih ke energi baru dan terbarukan (EBT) pada 2060 atau lebih cepat.
Koordinator Kelompok Kerja Penyiapan Program Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rizal Fajar Muttaqin menegaskan gas bumi sebagai sumber energi fosil relatif lebih bersih dibandingkan dengan minyak bumi dan batu bara.
"Selain itu, cadangan gas bumi kita masih cukup besar untuk memenuhi kebutuhan domestik dalam jangka panjang," katanya saat menjadi narasumber pada webinar bertajuk 'Gas Bumi Menjadi Andalan Transisi Energi', yang digelar Komunitas Bincang Energi Update (BEU), sebagaimana dikutip di Jakarta, Sabtu (18/3).
Menurut Rizal, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, gas menjadi jembatan untuk transisi energi sebelum net zero emission (NZE) pada 20260 atau lebih cepat.
Baca Juga: Cek Infonya, SKK Migas Tawarkan Lowongan Kerja Bagi Lulusan Baru
"Produksi minyak bumi yang terus menurun, sementara konsumsi terus meningkat berdampak pada peningkatan impor dan defisit neraca perdagangan." katanya.
Ia juga mengatakan pemanfaatan sumber energi alternatif dibutuhkan untuk mengurangi ketergantungan serta impor bahan bakar minyak (BBM) dan minyak mentah.
Karena itu, Kementerian ESDM mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan domestik, yang telah terbukti dengan semakin meningkatnya persentase pemanfaatan gas untuk domestik.
"Total realisasi penyaluran gas sampai Desember 2022 mencapai 5.474,42 BBTUD, yang 67,27 persen dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Sementara, ekspor LNG sebesar 21,76 persen," ungkap Rizal.
Baca Juga: Aturan CCS/CCUS Diteken, Capai Rendah Emisi dan Tingkatkan Produksi Migas
Guna memenuhi kebutuhan gas domestik, lanjutnya, kontrak ekspor LNG jangka panjang yang saat ini masih berjalan untuk beberapa pembeli akan dihentikan bila kontraknya berakhir.
Rizal pun memastikan cadangan terbukti (proven reserve) gas bumi Indonesia cukup memenuhi kebutuhan 15 tahun ke depan atau masih ada sebesar 36 triliun kaki kubik (TCF). Cadangan tersebut belum termasuk cadangan terkira (probable reserve) dan cadangan terduga (possible reserve).
Senada, Tenaga Ahli Lingkungan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Mohammad Kemal Rohali mengamini pilihan jatuh pada gas bumi karena emisi CO2 yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan energi fosil lainnya seperti minyak dan batu bara.
"Jika gas bumi menghasilkan emisi CO2 satu kali, maka minyak menghasilkan emisi CO2 1,4 kali dan batu bara 1,7 kali lebih banyak," ucapnya.
Baca Juga: ESDM-GEAPP Dukung Percepatan Transisi Energi di Indonesia
Selain itu, menurut dia, keunggulan gas bumi lainnya adalah dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk industri pupuk, amonia, urea, dan produk turunan plastik. Itu sebabnya, di masa depan pemanfaatan gas akan kian meningkat.
Menurut Kemal, keputusan pemerintah saat memutuskan gas sebagai andalan di era transisi energi, adalah tepat mengingat dalam satu dekade terakhir kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) lebih banyak menemukan cadangan gas dibandingkan minyak.
"Rata-rata 70 persen plan of development merupakan pengembangan lapangan gas dan reserve to production gas Indonesia dua kali lebih besar dibandingkan minyak," ungkapnya.
Sementara itu, Vice President Upstream Business Portofolio Performance Management PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Akbar memastikan selaku BUMN hulu migas nasional sekaligus produsen gas besar di Tanah Air, PHE turut mendukung program pemerintah untuk menjadikan gas sebagai andalan di era transisi energi.
Baca Juga: Ragam Manfaat Biogas, Wujud Pengembangan EBT Dalam Transisi Energi
Sebagai Subholding Upstrem Pertamina, PHE berkontribusi signifikan pada pemenuhan pasokan gas nasional, yang pada 2022, memproduksi gas 2.500 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Akbar juga menjelaskan ke depan untuk meningkatkan produksi gas nasional, maka PHE mengintegrasikan seluruh data bawah permukaan (subsurface integration), sinergi borderless operation antaranak usaha hulu migas Pertamina.
"Termasuk mempercepat persetujuan terhadap rencana investasi pengembangan proyek-proyek hulu migas (final investment decision/FID), dan cost effectiveness," ujarnya.