bakabar.com, JAKARTA - Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kalbar Rudyzar Zaidar menjelaskan pihaknya selaku pengusaha menyambut baik kebijakan ekspor rotan yang diperbolehkan.
Pada tanggal 10 Juli 2023, Menteri Perdagangan RI Zulkifli Hasan menerbitkan Permendag No 22 Tahun 2023. Dalam aturan tersebut terdapat poin yang memperbolehkan rotan dengan ukuran diameter di bawah 12 milimeter untuk diekspor.
"Tentu saja saja ini kabar baik bagi para petani dan pelaku usaha rotan di Kalbar. Di mana selama belasan tahun, kita sama sekali tidak boleh ekspor rotan," ujarnya di Pontianak, Rabu (19/7).
Ia menjelaskan kendati demikian pelonggaran aturan tersebut tidak serta merta membuat industri rotan Kalbar menggeliat. Pasalnya permintaan akan rotan diameter di bawah 12 mm cukup terbatas di luar negeri, mengingat penggunaannya hanya untuk anyaman dekoratif, sumbu parfum ruangan, sumpit dan lainnya.
Baca Juga: Membanggakan, Ekspor Furnitur Rotan Cirebon Tembus 14,6 Juta Dolar AS
"Kalau melihat spesifikasinya yang boleh diekspor itu bukan untuk mebel. Tetapi untuk kebutuhan lain. Memang permintaannya ada, tetapi tidak sebesar ukuran 12 mm ke atas," jelas Rudyzar.
Selain itu, menurutnya, para pelaku ekspor rotan belum mengetahui adanya Permendag No 22 Tahun 2023. Bahkan para pemangku kepentingan juga banyak yang tidak mengetahui aturan tersebut.
"Misalnya saat dicek, ternyata rotan diameter di bawah 12 milimeter belum ada nomor INSW-nya (Indonesia National Single Window) sehingga belum bisa dilakukan ekspor. Saya harap bisa segera ada sehingga industri rotan bisa menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi baru di Kalbar," ucapnya.
Ia juga menantikan kebijakan pemerintah pusat agar mempertimbangkan kembali untuk pelonggaran rotan berdiameter di atas 12 mm. Menurut Rudyzar, potensi rotan mentah di Kalbar belum termanfaatkan dengan baik, yang jika dikumpulkan bisa mencapai puluhan ribu ton.
Baca Juga: Hingga Mei 2023, Penyaluran KUR di Kalbar Capai Rp 1,36 Triliun
"Sementara sentra industri mebel rotan di Pulau Jawa hanya bisa menyerap 1.000 ton per bulannya. Sisa yang tak terserap diselundupkan karena kalau tidak digunakan akan busuk rotannya," papar Rudyzar.
Menurutnya, pangkal masalahnya adalah munculnya Permendag No 35 Tahun 2011. Aturan larangan ekspor rotan mentah sudah seharusnya direvisi karena sangat merugikan petani, termasuk di Kalbar.
"Rotan hanya boleh diekspor apabila sudah berbentuk barang setengah jadi atau jadi. Nyatanya ini kurang berhasil. Petani dilarang ekspor ke luar negeri. Tetapi di dalam negeri juga rotan mereka tidak terserap. Industri rotan dalam negeri tidak mampu maksimal. Terbukti nilai ekspor furnitur rotan juga tidak membaik," terag Rudyzar.
Ia mengutip International Tropical Timber organization (ITTO) yang menyatakan jumlah rotan di Indonesia sangatlah besar. Dari jumlah itu, yang bisa dipanen per tahunnya berkisar di angka 1 juta ton.
"Bayangkan luar biasa besarnya jumlah itu namun berdasarkan pertimbangan upaya pelestarian berkesinambungan maka ditetapkan hanya 625.000 ton lah yang bisa dipanen per tahunnya,” jelas Rudyzar.