e-commerce

E-Commerce Sering Gelar Pesta Diskon, Pemerintah Diminta Turun Tangan

Pemerintah diminta turun tangan untuk mengatur perusahaan digital E-Commerce yang sering menggelar diskon secara besar-besaran

Featured-Image
Foto: Freepik

bakabar.com, Jakarta- Predatory pricing adalah strategi penjualan dengan mematok harga yang sangat rendah dengan tujuan menyingkirkan pesaing dari pasar dan menarik pembeli dengan harga murah. Strategi ini kerap diterapkan oleh perusahaan E-Commerce di Indonesia salah satunya dengan menggelar pesta diskon dan promo secara besar-besaran.

Baca Juga: Pasar Digital Semakin Besar, e-Commerce Semakin Sulit Diawasi

Menanggapi fenomena tersebut, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berharap pemerintah turun tangan untuk mengatur perusahaan perusahaan digital seperti e-commerce dan perusahaan ride-hailing yang kerap menggelar pesta diskon.

"Pemerintah harus mulai mengatur model bisnis e-commerce dan ride-hailing yang lakukan promo dan diskon secara besar-besaran untuk pertahankan market share yang membuat persaingan usaha sektor digital menjadi kurang sehat," katanya sebagaimana yang dilansir dari kantor berita antara, Jumat 18/11.

Baca Juga: BI Catat Transaksi Digital Banking Capai Rp5.184,1 Triliun di Oktober

Ia menyebut promo dan diskon yang diberikan terus-menerus kepada konsumen akan membebani keuangan perusahaan digital dan dapat merugikan perusahaan yang pendanaannya mulai berkurang.


"Harusnya perusahaan digital lebih mendorong perlombaan fitur yang memang dibutuhkan oleh konsumen," katanya.

Ancaman PHK Perusahaan Digital


Bhima mengkhawatirkan apabila pemerintah tidak segera mengatur gelar pesta diskon yang kerap diadakan perusahaan digital dapat mengakibatkan perusahaan digital yang tidak mampu bersaing akan gulung tikar.

Akibarnya gelombang PHK akan menerjang perusahaan layanan digital lain mulai dari fintech, edutech, dan healthtech, karena persaingan pencarian investor yang semakin ketat di tengah ancaman resesi global pada 2023.

Baca Juga: Disnakertrans Jabar Antispasi Ancaman PHK Massal dengan Langkah Migitasi


Sebelumnya GoTo mengumumkan akan melakukan perampingan jumlah karyawan dengan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 1.300 orang atau sekitar 12 persen dari total karyawan tetap Grup GoTo.


Bhima menambahkan pemerintah harus memastikan karyawan tetap maupun karyawan kontrak yang mengalami PHK mendapatkan hak sesuai peraturan ketenagakerjaan.


"Karena skala PHK-nya masif, Kementerian Ketenagakerjaan harus buat posko untuk menampung apabila ada hak pekerja yang tidak dibayar penuh, maupun ditangguhkan seperti pesangon, dan sebagainya," kata Bhima.


Pemerintah juga dinilai perlu mempersiapkan lapangan kerja baru, misalnya melalui BUMN untuk segera menyerap karyawan yang mengalami PHK agar keahlian mereka tidak hilang karena terlalu lama menganggur.


"Karena korban PHK digital notabene adalah high-skill worker (keahlian tinggi). Sementara Indonesia diperkirakan masih memiliki gap kekurangan 9 juta tenaga kerja di ekosistem digital," ucapnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner