Transisi Energi

Dukung Transisi Energi, STuEB: Percepat Pensiun Dini PLTU Batu Bara

Jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) yang berasal dari 10 provinsi di Sumatera melakukan aksi di depan Kementerian ESDM.

Featured-Image
Jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) gabungan 14 lembaga non-pemerintah yang berasal dari 10 provinsi di Pulau Sumatera melakukan aksi di depan Kementeria ESDM, Jakarta, Kamis (16/8). apahabar.com/Andrey

bakabar.com, JAKARTA - Jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB), gabungan 14 lembaga non-pemerintah yang berasal dari 10 provinsi di Pulau Sumatera melakukan aksi di depan Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (16/8).

Pada kesempatan itu, mereka menyerahkan dokumen masukan kebijakan (policy brief) untuk transisi energi Pulau Sumatera di Sekretariat JETP yang terletak di lantai 2 Kementerian ESDM.

Aksi tersebut untuk memberikan masukan kepada Sekretariat JETP tentang skema pensiun dini PLTU batu bara di Sumatera sekaligus mengabarkan tentang dampak buruk dari beroperasinya PLTU batu bara di Pulau Sumatera.

Salah satunya PLTU Pangkalan Susu yang berada di Sumatera Utara. Kehadiran PLTU tersebut memberi dampak buruk terhadap kesehatan warga di lokasi sekitar. Untuk itu, STuEB mendorong agar pensiun dini PLTU batu bara di Sumatera perlu menjadi perhatian dan pertimbangan pemerintah.

Baca Juga: JETP Berjalan Lamban, IESR: Kerja Dimulai Pasca-Sekretariat Terbentuk

“Beroperasinya PLTU Pangkalan Susu di Sumatera Utara membuat 333 orang mengalami penyakit kulit, ISPA, hipertensi, paru hitam dan tiroid,” ujar anggota STuEB, Sumiati Surbakti dari Yayasan Srikandi Lestari.

Senada, Alfi Syukri perwakilan dari LBH Padang yang merupakan jejaring STuEB menjelaskan akibat dari beroperasinya PLTU batu bara Ombilin di Sawah Lunto, Sumbar. Menurutnya, kehadiran PTLU telah menyebabkan 33 orang murid SD Sijantang mengalami gangguan fungsi paru.

"Hal ini dibuktikan dari hasil pemeriksaan kesehatan, sesuai dengan data BPS bahwa ISPA selalu masuk penyakit 10 besar di Kecamatan Talawi," jelasnya.

Sementara Boni Bangun, Koordinator Sumsel Bersih mengungkapkan aktivitas pembuangan limbah B3 berupa abu (Fly ash dan Bottom ash) hasil dari aktivitas PLTU Keban Agung di areal terbuka telah menimbulkan pencemaran udara di sekitar Desa Muara Maung Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan.

Baca Juga: Program JETP, IESR; Target Utamanya Mengatasi Krisis Iklim

"Dampaknya, kesehatan masyarakat dipertaruhkan, terutama gangguan pernapasan," ujarnya.

Ditegaskan pula, PLTU batu bara Tenayan Raya di Pekanbaru Riau menjadi salah satu pencemar utama Sungai Siak yang mengakibatkan nelayan Okura kehilangan mata pencaharian.

Wira Ananda perwakilan dari LBH Pekanbaru menjelaskan bahwa berdasarkan laporan pelaksanaan persyaratan dan kewajiban izin lingkungan PLTU Tenayan Raya periode semester I tahun 2020, diketahui hasil pemantauan kualitas air permukaan di perairan sekitar jetty ternyata telah melebihi ambang baku mutu lingkungan hidup.

Secara keseluruhan, ungkap Wira, proyek PLTU batu bara telah menghancurkan sumber kehidupan dan menjadi ancaman terhadap kesehatan serta keselamatan lingkungan. Hal-hal itu dipaparkan secara jelas dalam dokumen policy brief yang disampaikan Jejaring STuEB kepada perwakilan Sekretariat JETP.

Baca Juga: Pendanaan PLTU Batu Bara oleh BNI, Memperparah Krisis Iklim

Direktur Program dan Juru Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia, Olan Sahayu, yang juga juru bicara STuEB memaparkan dua dokumen yang disampaikan ke Sekretariat JETP meliputi pemensiunan segera PLTU batu bara di Sumatera dan demokratisasi energi.

Mereka berharap policy brief yang disampaikan menjadi dokumen pandu dalam proses penyusunan skema transisi energi yang sedang disusun oleh Sekretariat JETP.

“Transisi energi harus menitikberatkan pada penutupan PLTU batu bara yang terbukti telah menyengsarakan rakyat di tapak dan PLTU juga merupakan kontributor emisi karbon yang memperparah krisis iklim,” tutup Olan.

Editor
Komentar
Banner
Banner