Regional

Duduk Perkara Kisruh Subsidi Umrah di Kalsel: 'Bukan PT MHB yang Salah'

Kuasa hukum PT M, Krisna Dewa memberikan hak jawab terkait pemberitaan tertipu biaya murah dan membuat sejumlah jemaah umroh terlantar.

Featured-Image
Kuasa hukum PT Mutiara Habibi Berkah (MHB), Krisna Dewa memberikan klarifikasi seputar pemberitaan subsidi umrah. apahabar.com/Bahaudin

bakabar.com, BANJARMASIN - Kuasa hukum PT Mutiara Habibi Berkah (MHB) Krisna Dewa memberi klarifikasinya seputar pemberitaan kisruh program subsidi umrah.

Dewa menjelaskan muatan dalam berita yang bersumber dari Hj Ida Royani (50) dan Rahmaniach (50) tidak benar adanya. Situasi yang disampaikan lebih mengarah ke pencemaran nama baik PT MHB.

"Sangat merugikan kepentingan klien kami dan harus diluruskan," jelasnya, Senin (21/6).  

Baca Juga: Respons Pengacara PT MHB soal Kisruh Program Subsidi Umrah

Ida Royani dan Rahmaniach, kata dia, adalah koordinator perjalanan ibadah umrah asal Banjarmasin. Sebanyak 33 jemaah itu bukanlah jemaah Ida Royani dan Rahmaniach.

"33 jemaah itu merupakan jemaah dari koordinator lain, setiap koordinasi memiliki masing-masing jemaah,” ujarnya. 

Kedua koordinator umrah tersebut memiliki masalah sendiri-sendiri. Dengan manajemen PT MHB serta berbeda kasus dan penanganannya, baik dengan jemaah ataupun personalnya. Misalnya, kata dia, delapan jemaah umrah yang ingin menggunakan dana talangan seharusnya melalui Amitra. Namun oleh Ida Royani justru diarahkan secara pribadi ke BPD Kalsel Syariah. 

Baca Juga: Puluhan Calon Jemaah Umrah Kalsel Teperdaya Program Subsidi PT MHB

“Terkait dengan 33 orang jemaah yang ditunda keberangkatannya, mereka bukan jemaah Idda Royani maupun Rahmaniach,” ujarnya. 

Sebanyak 33 orang jemaah itu merupakan jemaah dari koordinator lain, sebab kata Dewa, tiap koordinator memiliki jemaah masing-masing.

“Saya tidak tau apa dasar mereka berdua. Jadi tidak ada hak dia mengatasnamakan 33 jemaah, ini bukan jemaah Idda ataupun Rahmaniach. Saya ingin lihat surat kuasanya kalo mengatasnamakan tiga jemaah ini,” katanya.

Menurutnya, koordinator dari 33 jamaah tersebut tidak mempermasalahkan persoalan tersebut. "Tapi mereka berdua yang seolah-olah bagian dari masalah atau justru sebaliknya," jelasnya. 

Justru, kata dia, masalah timbul karena akibat tindakan dari keduanya yang telah merugikan perusahaan. "Ini sebagai upaya mengaburkan fakta-fakta hukum atas tindakan dirinya yang tidak dapat mempertanggungjawabkan masalah keuangan dengan pihak perusahaan."

Baca Juga: Korban Penipuan Umrah First Travel Semringah Bakal Diganti Rugi

Belum lagi, kata dia, delapan orang jemaah Idda yang menurut Dewa mengalami masalah. Delapan orang jemaah tersebut malah dijaminkan Idda ke bank daerah, bukan ke perusahaan pembiayaan yang seharusnya yaitu (AMITRA). 

“Parahnya lagi, jaminannya itu adalah milik salah satu jemaah untuk meng-cover jemaah yang lain. Harusnya kan masing-masing jemaah yang mengeluarkan anggunan (jemaah). Jangan cuma satu jemaah saja,” tegasnya.

Dewa juga menyampaikan bukti-bukti pembayaran dari jemaah ke Idda, namun tidak disetorkan ke perusahaan.

Baca Juga: Viral Sultan Bojong Koneng, Bernazar Sebelum Umrahkan Ratusan Orang di Ka'bah

PT MHB sendiri terang Dewa memiliki dua jenis jemaah. Yakni jemaah yang membayar lunas dan jemaah yang membayar menggunakan dana talangan atau pembiayaan.

“Perusahaan pembiayaan yang kita gunakan itu Amitra,” imbuhnya.

Kemudian, terkait dengan beberapa jemaah yang menurut Idda ditelantarkan di Surabaya, kuasa hukum PT MHB menepis hal itu.

"Itu suatu fitnah dan telah masuk pencemaran nama baik karena fakta di lapangan, semua jemaah mendapat hotel, tempat tinggal, dan makan tiga kali sehari."

Oleh sebab itu, maka dirinya akan mengambil tindakan yang tegas dan terukur terhadap pihak-pihak yang telah merugikan nama baik kliennya. Bahkan tidak menutup kemungkinan dalam waktu dekat akan mengambil tindakan hukum kepada pihak-pihak terkait baik koordinator ataupun pihak lain.

Baca Juga: Diiming-imingi Biaya Murah, Ratusan Calon Jemaah Umrah Kalsel Terlantar

Dewa membeberkan, tiap koordinator mendapat komisi Rp3 juta per jemaah. “Sejauh koordinator itu tidak bermasalah dan mendapat komplen dari jemaahnya, tidak ada masalah,” kata Dewa.

Untuk jemaah yang belum berangkat, Dewa berkata itu lebih karena faktor dari provider yang nakal, bukan dari PT MHB.

PT MHB sendiri menurutnya masih menggunakan provider. Pihaknya masih memproses izin PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah).

“Ketidakberangkatan jemaah tersebut disebabkan karena pihak provider nakal. Bahkan, ada beberapa jemaah yang meninggal sampai hari ini asuransinya belum dicairkan. Ada jemaah yang sakit sampai hari ini pun belum dicairkan juga asuransinya,” tuturnya.

Baca Juga: Bandara Kertajati, AP II: Siap Layani Penerbangan Umrah dan Haji

“Ada juga jemaah yang cuma mendapat perjalanan ke Mekkah, sedangkan ke Madinah tidak dapat. Itu merupakan tanggung jawab pemilik PPIU.”

Disebutkan Dewa, sesuai dengan UU yang berlaku, pemilik PPIU-lah yang harus bertanggung jawab 100 persen.

Untuk menepis pemberitaan terkait jemaah yang terkendala di Kota Makkah, PT MHB berusaha untuk tetap memulangkan mereka. Meskipun itu merupakan tanggung jawab PPIU.

Sedangkan untuk jemaah yang belum berangkat, memang kata Dewa, belum diberangkatkan.

“Kita undur dulu karena takut kalau pake visa dari provider, bisa bermasalah lagi. Itulah kenapa 33 orang itu tidak diberangkatkan,” katanya.

Menurutnya, bahkan ada salah satu koordinator yang menerima setoran uang dari jemaah senilai Rp40 juta, namun hanya disetorkan Rp15 juta ke perusahaan.

Baca Juga: Puluhan Calon Jemaah Umrah Kalsel Teperdaya Program Subsidi PT MHB

“Kemarin di sidang, mediasi, kami menyampaikan siap mengembalikan. Tapi hanya sejumlah yang disetorkan oleh penggugat,” jelasnya.

Lantas kekurangannya siapa yang mau menanggung? Karena para jemaah meminta dikembalikan dalam keadaan penuh. "Nah di situlah penggugat tidak dapat berkata apa-apa hanya menyampaikan itu yang di bawahnya yang seharusnya itu bagian dari tanggung jawab koordinator yang sengaja mengkondisikan untuk menerima uang melalui rekening pribadi dan kas." 

Beberapa koordinator yang bermasalah tersebut menerima setoran secara langsung atau rekening pribadi dari jemaahnya. Padahal tiap-tiap koordinator tidak boleh menerima uang dari jemaah.

“Hal itu tertuang di dalam MoU pada halaman tiga poin 6 pasal 4, pembayar program umrah baik secara langsung, transfer, wajib menggunakan nomor rekening perusahaan,” tukasnya.

Kemudian Dewa juga memaparkan pernyataan Rahmaniach yang mengaku sebagai korban. Menurutnya, Rahmaniach juga koordinator. Bahkan koordinator pertama yang merekrut koordinator lain.

Baca Juga: Respons Pengacara PT MHB soal Kisruh Program Subsidi Umrah

“Justru sebenarnya, PT MHB ini menolong beberapa jemaah yang sudah menyetor penuh ke beberapa ustaz tapi tidak berangkat selama tiga tahun di mana itu merupakan jemaah dari rahmaniah, dan Itu dibantu oleh PT M melalui Amitra. Ini pun ada perjanjiannya, antara PT MHB dengan ustaz tersebut. Para jemaah itu akhirnya diberangkatkan,” ucap Dewa.

“Jadi sebenarnya yang melakukan perbuatan melawan hukum itu siapa? silakan asumsikan sendiri," sambungnya. 

Terkait pemberitaan yang menurut Dewa miring, semuanya tak mempunyai dasar hukum dan bermasalah.

“Mungkin bisa dicek ke jemaahnya Idda Royani, kenapa bisa ada tanggungan di bank (daerah) tersebut. Silakan tanya, siapa yang menyarankan, apakah PT M atau koordinator,” tegasnya.

Baca Juga: Korban Penipuan Umrah First Travel Semringah Bakal Diganti Rugi

Sementara itu, Koordinator PT MHB Norsidah mengatakan saat keberangkatan tertunda di Surabaya, ia mengaku difasilitasi oleh perusahaan. “Kami disediakan hotel, makan tiga kali sehari,” ucapnya.

Begitupun ketika jemaah ada di Jeddah maupun Madinah. Menurut Norsidah, jemaah mendapatkan jatah tiga hari di Madinah. Lengkap dengan hotel dan makan.

“Kalau di Mekkah, memang kita mendapat hotel yang jauh. Sekitar tiga kilometer dari Masjidil Haram. Meskipun ada bus, tapi kadang-kadang rebutan. Sehingga ada yang jalan kaki dan ada yang naik bus,” ujarnya pada kesempatan itu.

Pihaknya juga sempat terkendala di Tanah Suci tersebut, karena provider yang lepas dari tanggung jawabnya. Ia bersama para jemaah pun tertahan selama 17 hari di sana.

“Selama tertahan di sana, kota akhirnya minta bantuan dengan keluarga dan beli tiket sendiri. Biaya penginapan dan juga makan di sana ditanggung oleh PT MHB. Sedangkan provider yang harusnya memfasilitasi sudah tak ada tanggung jawabnya lagi,” tutur dia.

Kembali ke kuasa hukum PT MHB, Krisna Dewa, pihaknya berupaya akan mengganti biaya yang dikeluarkan oleh jemaah tersebut. Begitupun dengan jemaah yang tidak berangkat ke Madinah, pihaknya akan berupaya untuk memberangkatkan ulang jemaah tersebut. 

“Padahal kan ada aturan di undang-undang, terkait dengan penginapan jemaah, jika jemaah ditempatkan lebih dari 1000 meter dari masjidil haram, provider wajib menyediakan transportasi 24 jam,” terangnya.

Terkait pemberitaan tersebut, menurut Dewa seakan-akan membuat PT MHB yang salah. “Padahal PT MHB belum punya PPIU, sedangkan kita masih menggunakan provider. Visanya pun punya provider. Kalau kita perusahaan bodong, mungkin kita akan berangkat tanpa menggunakan visa dari provider,” pungkasnya.

Editor
1 Komentar
Banner
Banner