bakabar.com, JAKARTA - Adaro Indonesia masuk daftar tagihan Kementerian ESDM. Mereka diminta ikut patungan memperbaiki jalan longsor Km 171 Tanah Bumbu di Kalsel.
Manajemen Adaro akhirnya angkat bicara. Mereka tak keberatan. Asalkan masuk akal.
"Secara geografis, lokasi pertambangan Adaro di wilayah Kalsel berjarak lebih dari 200 km dari area terjadinya longsor itu," kata CRM Department Head PT Adaro Indonesia, Djoko Soesilo, Kamis (6/7).
Baca Juga: Legislator Kalsel Urus Km 171 ke ESDM: Jangan Pulang Tangan Kosong!
Baca Juga: Antiklimaks Rapat Km 171 di Kementerian ESDM: Berang, Kesal, Kecewa!
Jarak Adaro dengan Km 171 bahkan lebih jauh ketimbang Jakarta-Bandung. Mereka juga tak pernah menggunakan jalur itu untuk operasional tambang.
Jika menengok peraturan pemerintah, memang tak ada radius spesifik soal tanggung jawab dampak pertambangan. Perusahaan hanya diwajibkan memperbaiki atau mengganti kerusakan akibat tambang.
Sekalipun ada jarak yang disebut, hanya radius aktivitas. Di mana pertambangan boleh beroperasi paling dekat 500 meter dari permukiman penduduk.
Agar tak salah, silakan tengok sendiri regulasi yang mengatur urusan mineral dan batu bara. Perda Kalsel Nomor 7 tahun 2018; Peraturan Pemerintah Nomor 78 2010; atau Undang-Undang Nomor 4, 2009.
Semua peraturan itu tak menyebutkan radius spesifik batas tanggung jawab perusahaan tambang. Sepertinya, mesti direvisi. Biar jelas.
Pembaca mesti tahu. Tambang Adaro berada di Kabupaten Balangan dan Tabalong. Sementara lokasi longsor Km 171 ada di Tanah Bumbu.
"Sehingga lokasi kejadian berada jauh dari lokasi Adaro. Dan tidak terkait dengan kegiatan operasional Adaro," ungkap Djoko.
Baca Juga: Km 171 Tanbu Ruwet! Ini Daftar Perusahaan yang Ditagih Tanggung Jawab: Ada Adaro
Sekali lagi, ini soal tanggung jawab. Siapa yang benar-benar harus dan tidak. Tapi kalau Adaro mau membantu, sah-sah saja. Bagus. Setidaknya bisa jadi contoh baik.
"Adaro akan mempelajari permintaan bantuan terlebih dahulu. Agar dapat memutuskan bantuan atau kontribusi yang dapat diberikan," tutup Djoko.
Lantas, bagaimana dengan 82 perusahaan lainnya? Jawabnya; tak tahu. Bisa sepakat, atau mungkin menolak.
DPRD Kalsel Tak Sepakat Patungan
Sebelumnya, Ketua DPRD Kalsel, Supian HK pesimis. Ia tak yakin perusahaan-perusahaan tambang itu mau terlibat.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:
Apalagi tak semuanya berkaitan langsung dengan Km 171. "Ya nyatanya, mereka tak bersedia," ungkapnya beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Sengkarut Pantai Bunati dan KM 171, Massa Geruduk DPRD Kalsel!
Lagipula, bagi dia, ini rancu. Apalagi yang diminta oleh pusat adalah dana CSR. Ia makin tak sepakat.
"Maunya perusahaan yang berkaitan dengan jalan itu mengeluarkan uang khusus untuk perbaikan. Bukan dana CSR," tekannya.
Rencananya, DPRD Kalsel akan mendatangi Ditjen Minerba di Kementerian ESDM. Mereka ingin membicarakan soal patungan itu.
Harus Ada yang Bertanggung Jawab!
Secara geografis, lokasi longsornya itu dekat dengan wilayah tambang PT Arutmin Indonesia dan PT Mitrajaya Abadi Bersama (MJAB). Namun tak ada aktivitas pertambangan milik keduanya.
Belakangan diketahui, jalan longsor yang juga menghancurkan permukiman warga itu ada dalam konsesi anak perusahaan PT Bumi Resources Tbk.
Arsitek senior Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalsel, Subhan Syarif menyoroti fakta itu.
Kata dia, jangan lupa! Kerusakan ini pasti ada pemicunya. Pemerintah juga mesti menengok urusan itu.
"Tentukan siapa yang bertanggung jawab atas keruntuhan tersebut dan tentukan model bentuk tanggung jawabnya," ucapnya.
Ia menuntut pemerintah untuk serius. Termasuk menyikapi pemberi izin tambang. Siapa tahu kesalahan bermuara di sana.
Baca Juga: Berhasrat Bikin Jembatan Pulau Laut, Jangan Lupa Aib Km 171 Tanbu
"Bagaimana mungkin area sekitar jalan yang mestinya zonasi bebas dan aman bisa diberikan izin ada aktivitas pertambangan? Tentu ini akan menjadi pertanyaan besarnya," ungkapnya heran.
Kalau memang terbukti ada pelanggaran aturan, maka saatnya bertindak. Jangan sampai berdiam diri.
"Jadi dalam hal ini, pemberi izin dan penerima izin mesti diberikan sanksi sesuai dengan aturan. Minimal mereka bertanggung jawab untuk memperbaiki," tutupnya.