PHK Industri

Disnakertrans Jabar Antispasi Ancaman PHK Massal dengan Langkah Migitasi

Langkah mitigasi untuk mencegah ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di industri padat karya dilakukan  Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar)

Featured-Image
Kepala Disnakertrans Jabar Taufik Garsadi. Foto: Antara/HO-Humas Disnakertrans Jabar.

bakabar.com, JAKARTA- Langkah mitigasi untuk mencegah ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di industri padat karya dilakukan  Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar).

"Meliburkan atau merumahkan pekerja atau buruh secara bergilir untuk sementara waktu," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar Taufik Garsadi, dikutip dari Antaranews.com, Selasa.

Selain itu, tidak memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya dan memberikan pensiun dini bagi yang sudah memenuhi persyaratan.

Secara umum Taufik Garsadi menjelaskan langkah mitigasi itu melakukan efisiensi, dengan cara mengurangi upah dan fasilitas pekerja level atas, misalnya tingkat manajer dan direktur.

Baca Juga: Konflik China-Taiwan, Eropa Pengaruhi PHK di Industri Padat Karya

Ditambah lagi, mengurangi shift kerja, membatasi atau menghapuskan kerja lembur dan mengurangi jam kerja serta mengurangi hari kerja bagi para pekerja.

Taufik mengatakan angka PHK di sektor padat karya di Jabar terpantau tinggi.

Angka itu tinggi seiring dengan temuan berbagai data perselisihan hubungan industrial di kabupaten kota.

Kemudian dari data laporan potensi atau rencana PHK dari 25 perusahaan binaan Better Work Indonesia (BWI)-ILO.

Baca Juga: Kemnaker Minta Pekerja Jangan Panik Isu PHK

Selanjutnya, terdapat juga data laporan PHK dari anggota APINDO di 14 kabupaten/kota, dan BPJS Ketenagakerjaan serta berbagai laporan lainnya yang menunjukkan adanya PHK.

Rinciannya, data dari perselisihan hubungan industri di kabupaten/kota sebanyak 4.155 orang dan data BWI-ILO ada 47.539 orang.

Kemudian data sementara APINDO 79.316 orang dan data peserta non aktif BPJS Ketenagakerjaan 146.443 orang.

"Jadi data PHK yang tidak terlaporkan baik melalui dinas, Apindo, Serikat Pekerja, BWI maupun pekerja yang tidak menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan tidak mengklaim Jaminan Hari Tua atau JHT, jumlahnya bisa lebih besar lagi," ucap Taufik.

Baca Juga: BSU Rp600 Ribu Besok Cair, Pekerja Kena PHK Masih Berhak Asal…

Taufik mengakui bahwa kondisi ini yang memicu data tingkat pengangguran terbuka di Jabar menjadi tinggi dan melahirkan kasus PHK massal di industri padat karya.

Berdasarkan penelusuran dan penelaahan Disnakertrans Jabar, ia memastikan faktor penyebab PHK ini datang dari eksternal dan internal.

Penyebab eksternal adalah pandemi COVID-19 selama dua tahun terakhir.

Lalu terjadinya perlambatan ekonomi dunia yang menyebabkan berkurangnya permintaan produk padat karya.

Baca Juga: Shopee Indonesia PHK Karyawan

Kemudian konflik geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina yang menambah parah pelambatan ekonomi dunia.

Dari sisi internal provinsi, kenaikan UMK di sejumlah kabupaten/kota di Jabar yang terlalu tinggi juga berpengaruh.

Kenaikan upah yang tinggi membuat kemampuan pengusaha di sektor padat karya untuk membayarkan kewajiban tidak semuanya merata.

Kemudian, menurut Taufik, terdapat juga alih daya teknologi dan perubahan metode kerja di sejumlah industri yang menurunkan kebutuhan pada sumber daya manusia.

"Dari sisi internal perusahaan terjadi pula kesalahan pengelolaan bisnis dan peningkatan biaya produksi," ujar Taufik.

Editor


Komentar
Banner
Banner