Transisi Energi

Daerah Penghasil Batu Bara, IESR: Transformasi Ekonomi jadi Penting

Institute for Essential Services Reform (IESR), merilis laporan potensi dampak transisi energi terhadap daerah penghasil batu bara di Indonesia.

Featured-Image
Sejumlah truck mengangkut limbah batu bara sisa pembakaran Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Foto: PLN

bakabar.com, JAKARTA - Institute for Essential Services Reform (IESR), merilis laporan mengenai potensi dampak transisi energi terhadap daerah penghasil batu bara di Indonesia.

Laporan berjudul Just Transition in Indonesia’s Coal Producing Regions, Case Studies Paser and Muara Enim menemukan bahwa diversifikasi dan transformasi ekonomi harus segera direncanakan.

Hal itu untuk mengantisipasi dampak sosial dan ekonomi dari penurunan industri batu bara seiring dengan rencana pengakhiran operasi PLTU dan meningkatnya komitmen transisi energi dan mitigasi emisi dari negara-negara yang jadi tujuan ekspor batu bara selama ini.

IESR merekomendasi pemerintah pusat dan daerah untuk menyadari potensi dampak transisi energi pada ekonomi dan pembangunan daerah-daerah penghasil batu bara dan mulai merencanakan transformasi ekonomi secepatnya di daerah penghasil batu bara tersebut.

Baca Juga: Bali NZE 2045, IESR: Dekarbonisasi di Sektor Ketenagalistrikan

Institute for Essential Services Reform (IESR) merilis laporan mengenai potensi dampak transisi energi terhadap daerah penghasil batubara di Indonesia. Foto: IESR
Institute for Essential Services Reform (IESR) merilis laporan mengenai potensi dampak transisi energi terhadap daerah penghasil batubara di Indonesia. Foto: IESR

Studi yang mengambil lokasi penelitian di Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan, merekomendasikan untuk memanfaatkan Dana Bagi Hasil (DBH) batu bara dan program corporate social responsibility (CSR) untuk merencanakan dan mendukung proses transformasi ekonomi, serta perluasan akses dan partisipasi publik untuk transisi yang berkeadilan.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengungkapkan DBH batu bara telah menyumbang 20% dari total anggaran pendapatan pemerintah Muara Enim pada tahun 2023, dan 27% dari total pendapatan pemerintah Paser pada tahun 2013-2020.

“Perencanaan transformasi ekonomi pasca-tambang batu bara perlu mengedepankan kegiatan-kegiatan ekonomi yang lebih banyak memberikan multiplier effect (efek berganda) ke masyarakat lokal,” jelas Fabby Tumiwa dalam keterangannya, Sabtu (2/9).

Selain itu, ujar Fabby, perlu diperhatikan juga dampak potensi penurunan produksi batu bara pada sektor ekonomi informal yang selama ini tidak terekam dalam analisis ekonomi makro.

Baca Juga: Kembangkan Industri PLTS di ASEAN, IESR: Indonesia Perlu Kolaborasi

Hal itu terekam dalam kajian, meskipun industri pertambangan batu bara rata-rata
menyumbang 50% dan 70% terhadap PDRB selama sepuluh tahun terakhir di Muara Enim dan Paser, tapi nilai ekonomi yang besar tersebut tidak berkontribusi signifikan pada pendapatan pekerja industri batu bara.

Tim riset utama dalam kajian tersebut, yang juga Manajer Riset IESR, Julius Christian mengungkapkan, sebanyak 78% dari nilai tambah menjadi surplus perusahaan, dan hanya sekitar 20% dari nilai tambah dialokasikan kepada pekerja.

Selain itu, industri pertambangan batu bara menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang tidak sedikit pada masyarakat di sekitarnya.

"Misalnya degradasi kualitas udara dan air, perubahan sumber penghidupan masyarakat, ketimpangan ekonomi, serta meningkatnya konsumerisme dan pencari rente,” ungkap Christian.

Baca Juga: Rasio Elektrifikasi, IESR: Tak Menjamin Keandalan Kualitas Listrik

Fabby Tumiwa - Direktur Eksekutif IESR - bakabar.com
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa. Foto: IESR

Menurutnya, perbedaan kepentingan, pengetahuan, dan akses informasi, menyebabkan masing-masing pihak di daerah menyikapi tren transisi energi dengan perspektif yang beragam.

Perusahaan batu bara, misalnya, lebih menyadari risiko transisi energi terhadap bisnis mereka dibandingkan pemerintah dan masyarakat awam.

Senada, Analis Sosial dan Ekonomi, IESR Martha Jesica menjelaskan, baik perusahaan maupun pemerintah daerah mulai melakukan berbagai inisiatif
transformasi ekonomi.

"Akan tetapi, masyarakat lokal justru lebih skeptikal terhadap potensi penurunan batubara karena mereka melihat peningkatan produksi beberapa waktu belakangan,” paparnya.

Baca Juga: JETP Berjalan Lamban, IESR: Kerja Dimulai Pasca-Sekretariat Terbentuk

Namun, menurutnya, perubahan perspektif juga tengah berlangsung di masyarakat dan perusahaan industri batu bara. Masyarakat mulai memiliki visi untuk diversifikasi ekonomi dan perusahaan batu bara mulai mengembangkan bisnis di bidang lain.

Oleh sebab itu, Martha berharap pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan mampu mendorong kesadaran yang lebih luas dan menginisiasi perubahan struktural terhadap upaya transformasi ekonomi.

Rekomendasi IESR

IESR dalam laporan Just Transition in Indonesia’s Coal Producing Regions, Case
Studies Paser and Muara Enim merekomendasikan sejumlah hal untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di daerah penghasil batu bara.

Pertama, perencanaan diversifikasi dan transformasi ekonomi yang menyeluruh dengan melibatkan para pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat.

Baca Juga: Program JETP, IESR; Target Utamanya Mengatasi Krisis Iklim

Kedua, menggunakan dana DBH dan program CSR untuk membiayai proses transformasi ekonomi yang mampu menarik lebih banyak investasi ke sektor ekonomi berkelanjutan.

Ketiga, memperluas akses terhadap pendidikan dan pelatihan untuk mempersiapkan tenaga kerja yang berdaya saing di sektor yang berkelanjutan serta meningkatkan literasi keuangan bagi masyarakat.

Keempat, meningkatkan partisipasi seluruh elemen masyarakat, terutama kelompok rentan, dalam perencanaan dan pembangunan daerahnya.

Analis Kebijakan Lingkungan IESR Ilham Surya menilai, semua hal terkait dengan transisi di daerah penghasil batu bara ini perlu masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) pemerintah pusat maupun provinsi.

"Itu untuk memberikan dukungan dan arahan yang jelas bagi pemerintah daerah,” katanya.

Editor
Komentar
Banner
Banner