bakabar.com, JAKARTA - Centre for Strategic and International Studies (CSIS) membantah tudingan yang dialamatkan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengenai penentuan formula UMP 2024.
Senior Researcher Department of Economics, Fajar B Hirawan menerangkan CSIS tidak terikat kontrak kerja sama dengan Kementerian Ketengakerjaan dan Transmigrasi sejak terakhir pada 2021.
"Kami terakhir ya 2021, saat menggodok Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan," kata Fajar kepada bakabar.com, Kamis (23/11).
Baca Juga: KSPI: Kenaikan UMP Tak Seimbang dengan Biaya Hidup
Adapun, kajian CSIS yang terakhir dilakukan bersama Universitas Indonesia dengan topik pembahasan terkait Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Dalam kajian tersebut dia mengakatakan pihaknya hanya membahas terkait UU Ciptaker sektor ketenagakerjaan, terutama terkait pesangon dan upah minimum. Tidak sama sekali menyinggung konteks penyusunan rumusan kenaikan upah minimum.
"Kajian kami tidak dalam konteks penyusunan rumusan kenaikan upah minimum, hanya kajian terkait UU Ciptaker sektor ketenagakerjaan, terutama terkait pesangon dan upah minimum," katanya.
Baca Juga: Buruh Aksi Mogok Nasional Tuntut Kenaikan Upah 15 Persen
Sebelumnya, Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan, penentuan rentang indeks alfa dalam formula UMP 2024 merupakan rekomendasi CSIS. Dia mengaku mendapat informasi tersebut dari salah satu staf Kemenaker, yang enggan dia sebutkan namanya.
mendengar itu dia prihatin lantaran, CSIS merupakan lemabaga yang terlibat dalam penentuan kenaikan upah di era Soeharto. Yang mana pada saat itu kenaikan upah hanya dilakukan per tiga tahu sekali.
"Saya marah benar. Kau hancurkan buruh seperti jaman Presiden Soeharto lagi, termasuk kawan-kawan yang kerja di pabrik-pabrik," kata Said dalam konferensi pers di Jakarta.