bakabar.com, JAKARTA – Setelah izin dicabut Kementerian Sosial, 60 rekening keuangan milik Aksi Cepat Tanggap (ACT) diblokir Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Resmi dicabut sejak 6 Juli 2022, sedikitnya 60 rekening milik ACT yang diblokir PPATK tersebut tersebar di 33 bank berbeda.
Dengan demikian, hampir dipastikan tidak terdapat lagi dana donasi yang masuk maupun keluar dari rekening ACT.
“PPATK menghentikan sementara transaksi 60 rekening atas nama ACT di 33 penyedia jasa keuangan,” jelas Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, dalam konferensi pers, Rabu (6/7).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, PPATK menduga dana dari masyarakat yang masuk ke rekening ACT tidak langsung disalurkan sebagai sumbangan. Melainkan dikelola secara bisnis untuk menghasilkan keuntungan.
Baca juga:Ada Indikasi Pelanggaran, Kemensos Cabut Izin Pengumpulan Uang-Barang ACT
“Kami menduga ini merupakan transaksi yang dikelola dari bisnis ke bisnis, sehingga tidak murni menghimpun dana kemudian disalurkan kepada tujuan,” jelas Ivan Yustiavandana.
Salah satu contohnya adalah temuan transaksi keuangan dengan entitas perusahaan luar senilai Rp30 miliar. Setelah ditelusuri PPATK, perusahaan ini merupakan milik salah satu pendiri ACT.
“Kami menemukan transaksi lebih dari dua tahun senilai Rp30 miliar. Ternyata transaksi itu berputar antara pemilik perusahaan yang notabene juga salah satu pendiri yayasan ACT,” tutur Ivan.
Sebelumnya Menteri Sosial Ad Interim, Muhadjir Effendi, mencabut izin penyelenggaraan PUB Yayasan ACT per 5 Juli 2022. Pencabutan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022.
Penyebabnya ACT dinilai melanggar terkait pengambilan donasi sebesar 13,5 persen. Hal ini dinilai bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan
Dalam Pasal 6 ayat 1 disebutkan pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 persen dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan.
Kemensos sendiri telah mengundang pengurus yayasan yang dihadiri Presiden ACT, Ibnu Khajar, serta beberapa orang lain untuk memberikan klarifikasi.