bakabar.com, JAKARTA - Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengendus transaksi mencurigakan jelang Pemilu 2024. Diduga dari hasil tambang ilegal. Ada sejumlah rekomendasi yang bisa diberikan.
Ya, tak main-main angka dari transaksi janggal yang diendus PPATK. Nilainya mencapai triliunan rupiah. Berasal dari ribuan nama. Jumlah yang meningkat lebih dari 100 persen pada semester dua tahun ini.
Namun PPATK tidak memerincinya. Kewenangan mereka terbatas. Salah satu yang bisa mereka lakukan adalah bersurat ke institusi terkait. Salah satunya KPU atau Bawaslu.
Baca Juga: Mengapa 'Green Financial Crime' Parpol Tak Terendus di Kalsel dan Kaltim?
"Kita sudah bersurat ke Bawaslu, dan KPU," jelas Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, belum lama tadi.
Bukan hanya PPATK. Dari Kaltim, sejumlah aktivis lingkungan sudah memprediksi adanya dana hasil kejahatan lingkungan menjelang kontestasi pemilu.
Apalagi bukan kebetulan nama-nama anggota ormas, politisi dan pengusaha tambang tiba-tiba masuk daftar caleg dan balihonya ada di mana-mana.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim mendorong Bawaslu berani membuka nama-nama yang sudah disetor PPATK.
Baca Juga: Timnas AMIN: Temuan PPATK Perlu Diproses Hukum
"Kalau PPATK sudah bersurat ke Bawaslu mestinya langsung dibuka saja. Partai mana saja, karena muaranya di partai," jelas Direktur Walhi Kaltim, Fathur Roziqin Fen, Sabtu (16/12).
Senada, peneliti pusat studi antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah sudah tak heran dengan temuan PPATK menjelang pemilu. Terpenting sekarang, apa yang akan dilakukan aparat penegak hukum?
"Jadi ini bukan barang baru. Temuan serupa juga terjadi dalam pemilu-pemilu sebelumnya," jelas Castro, sapaan karibnya, dihubungi bakabar.com, Sabtu (16/12).
Baca Juga: Temui Jokowi Di Istana, Bos PPATK Lapor Soal Kasus Eks Mentan SYL
Sejak pertengahan tahun tadi PPATK sudah mewanti-wanti penggunaan uang hasil kejahatan lingkungan atau green financial crime untuk kepentingan pembiayaan pemilu 2024. Namun tak terdengar tindak lanjut dari aparat penegak hukum.
Maka sekarang, menurut Castro, tak cukup hanya KPU mengawasi dan memperketat lalu lintas uang keluar dan masuk para peserta pemilu. Pun dengan Bawaslu melakukan pengawasan berlapis pada peserta pemilu. Lebih dari itu, aparat penegak hukum harus lebih bertaji.
"Aparat aparat penegak hukum perlu masuk menelusuri kejahatan asalnya di sektor SDA dan siapa saja yang menikmatinya," jelasnya.
Baca Juga: PPATK: Pemilu 2024 Bukan Adu Kekuatan Uang!
Green financial crime tergolong kejahatan luar biasa. Bukan hanya Indonesia, juga membetot perhatian dunia internasional. Interpol mencatat nilai kejahatan lingkungan yang dinikmati para pelaku kejahatan mencapai Rp1.540 triliun setiap tahunnya.
Castro melihat temuan PPATK tersebut harusnya bisa menjadi jalan masuk bagi aparat penegak hukum. "Ini bukan hanya berkaitan regulasi kampanye pemilu, tapi juga sudah menyangkut kejahatan di sektor SDA. Ini berhubungan langsung dengan korupsi SDA," jelasnya.
Hanya ada dua kemungkinan jika temuan PPATK ini menguap begitu saja. Pertama, aparat kalah oleh elite politik. "Kedua, atau jangan-jangan mereka juga terlibat," pungkas Castro.