Hot Borneo

Blakblakan Saksi Kontraktor: Fee Proyek 'Barabai 1' Mengalir via Ketua Kadin HST

Tiga saksi kontraktor secara blakblakan, mereka mengaku kerap menyetor fee proyek ke Abdul Latif melalui Ketua Kadin HST, Fauzan Rifani.

Featured-Image
Tiga kontraktor dihadirkan pada sidang dugaan korupsi mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif, di pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri PN Banjarmasin, (22/2).

bakabar.com, BANJARMASIN - Tiga kontraktor dihadirkan dalam sidang dugaan korupsi eks Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif di pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri PN Banjarmasin, Selasa (22/2).

Mereka adalah Direktur PT Telaga Nati Persada Abu Permadi, perwakilan CV Duta Thaba Konstruksi Zulkifli, dan Direktur PT Duta Prima Roso Indra Wulianto.

Dalam sidang pemeriksaan saksi yang diketuai Majelis Hakim Jamser Simanjuntak itu, mereka blakblakan mengaku kerap menyetor fee proyek ke Abdul Latif melalui Ketua Kadin HST Fauzan Rifani.

Khususnya dari proyek yang dikerjakan Dinas PUPR HST.

Dalam pengakuannya, Permadi mengatakan, penyetoran fee proyek merupakan hal yang biasa. 

"Sumbangan yang diberikan melalui Fauzan bervariasi," ucap saksi Permadi saat dicecar Jaksa KPK terkait pemberian fee. 

Secara rinci, Permadi menyebutkan, besaran fee untuk pengerjaan jalan dan pengairan berkisar 10 persen dari nilai proyek, 7 persen untuk Cipta Karya, dan 5 persen untuk bidang lain.

"Untuk di luar itu rata-rata 5 persen," katanya. 

Permadi tak menampik pemberian fee proyek menjadi rahasia umum bagi kontraktor. Tujuannya agar ke depan mereka tak di-blacklist dari daftar penerima proyek. 

Selain disetorkan melalui Fauzan, Permadi mengaku fee proyek juga sebagian besar ke Abdul Latif yang saat itu menjabat sebagai bupati.

"Ke Barabai 1 (Abdul Latif) juga setor," bebernya.

Lantas Hakim Jamser Simanjuntak menanyakan apakah adanya fee proyek tersebut mempengaruhi dengan kualitas pengerjaan?

Permadi menjawab tidak. 

Ia menjelaskan, kontraktor mempunyai cara untuk menyiasati itu. Salah satunya dengan mencari barang penjualnya lebih miring. 

"Tidak yang mulia, kami menyiasatinya dengan membeli bahan ke Banjarmasin yang harga jauh lebih murah dibandingkan di Barabai,’’ ungkapnya. 

Selain itu, meski ada setoran fee, Permadi mengaku masih dapat meraup untung dari pekerjaannya.

"Keuntungan sekitar 20 persen," sebutnya.

Menanggapi keterangan para kontraktor, Abdul Latif yang mengikuti sidang secara virtual dari Lapas Suka Miskin, Jawa Barat membantah keterangan pemberian fee proyek tersebut.

"Jangan ada dusta di antara kita,’’ kata Abdul Latif.

Diketahui, Abdul Latif didakwa atas kasus korupsi berupa gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TTPU) oleh Jaksa Penuntut KPK.

Latif didakwa telah menerima gratifikasi sebesar Rp41 miliar lebih yang didapat dari jabatannya sebagai bupati HST tahun 2016 - 2017.

Ia dijerat Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Kemudian dalam dakwaan kedua, JPU menjerat dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Editor


Komentar
Banner
Banner