Dinasti Politik Jokowi

BEM UI Bilang Pemimpin Muda tapi Kebiasaan Tua: Nepotisme dan Kolusi!

Jika ingin mengacu pada politik dinasti kenapa tidak mengacu pada jaman kerajaan Kalingga. Menurut Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang.

Featured-Image
Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang di depan Gedung DPR RI (Foto: apahabar.com/Regent)

bakabar.com, DEPOK - Jika ingin mengacu pada politik dinasti kenapa tidak mengacu pada jaman kerajaan Kalingga. Menurut Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang, jika ingin mengadopsi politik dinasti kenapa tidak mengacu pada Kerajaan Kalingga.

Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang menceritakan jaman dulu ada sebuah kerajaan yang bernama Kalingga yang dipimpin oleh seorang perempuan yang bernama Ratu Shima. Ratu Shima memiliki anak yang diproyeksikan bisa melanjutkan kekuasaannya.

Baca Juga: LIPSUS: Hipokrit Keluarga Jokowi

Tapi ketika masa perang, sang anak malah kedapatan mencuri hasil rampasan perang. Bukan membela dengan mengubah peraturan, dengan membuat aturan tidak boleh mencuri kecuali anak raja. Tapi dia malah memotong anaknya sendiri. 

Baca Juga: Aktivis HAM: Politik Dinasti Persis Korut, Produknya Kim Jong Un

"Ketika masa perang, seorang anak Ratu Shima ditemukan mencuri hasil rampasan perang, yang dilakukan Ratu Shima bukan meminta peraturan itu untuk diubah bahwa tidak boleh mencuri kecuali anak raja, tetapi dia memotong tangan anaknya sendiri," kata Melki menceritakan.

Sehingga dengan belajar dari sejarah Kerajaan Kalingga, kenapa bangsa Indonesia tidak mencontoh Ratu Shima.

"Hari ini kalau kita ngomongin hal masa lalu, kenapa kita tidak menyontoh Ratu Shima? Harusnya ini contoh masa lalu yang tepat," tukas Melki.

Baca Juga: Tanggapi Isu Dinasti Politik, Jokowi Sebut Rakyat yang Menentukan

Namun menurutnya raja masa kini lebih memilih untuk memangkas peraturan, memuluskan jalan bebas hambatan untuk anaknya untuk bisa berkuasa melanjutkan dinasti yang ada.

"Majunya Gibran bukan berarti kemenangan golongan muda, tapi kekalahan bagi golongan muda untuk mempertahankan kepentingannya sendiri. Apa gunanya kita punya pemimpin usia muda kalau mengacaukan konstitusi," kata Melki.

Dia juga mengatakan apa gunanya pemimpin muda kalau mengganggu hal yang bisa menjaga masa depan kita semua, seperti konstitusi. 

"Apa gunanya pemimpin muda tapi idenya tua, kebiasaannya tua, nepotisme, kolusi. Ini adalah hal buruk yang harus dilawan," pungkas Melki.

Editor


Komentar
Banner
Banner