Hot Borneo

Beda Versi Soal 3 Polisi Kalsel Beking Perampasan Aset

apahabar.com, BANJARMASIN – Tiga bulan sebelumnya, YL (38) terus dicari-cari oleh pihak PT PSP. HN, sang…

Featured-Image
YL (tengah) saat bertemu dengan jajaran manajemen PT PSP, 6 Juli 2021 silam. Foto: Ibrahim untuk apahabar.com

bakabar.com, BANJARMASIN – Tiga bulan sebelumnya, YL (38) terus dicari-cari oleh pihak PT PSP. HN, sang pemimpin lintas perusahaan mengendus aksi penggelapan senilai sekira Rp3,2 miliar di PT GBS Sebamban.

8 Oktober 2020, yang dicari-cari pun akhirnya datang ke kantor PSP, berlokasi di Jalan Gatot, Kuripan, Kota Banjarmasin. Pertemuan siang itu berakhir dengan surat pernyataan. Mengutip surat bermaterai tersebut, YL mengaku telah mengambil uang tanpa seizin perusahaan.

Selanjutnya, YL bersedia mengembalikan uang milik PT PSP dengan jangka waktu tiga bulan atau Januari 2021. Dirinya juga menyatakan siap menyerahkan aset senilai uang yang diambilnya ke perusahaan sebagai jaminan.

"Bahwa apabila saya tidak memenuhi pernyataan di atas, saya siap ditindak melalui proses hukum penggelapan, penipuan dan pencurian," ujarnya di hadapan lawyer Borneo Law Firm, legal PT PSP, kala itu.

Oktober sampai Januari, YL tetap bekerja seperti sedia kala, mengurusi unit dan alat-alat berat di site Sebamban.

BACA JUGA: Ipw Soroti Skandal AKBP AB Dkk
BACA JUGA: 3 Polisi Kalsel Diduga Bekingi Aksi Perampasan

PT GSB tidak juga bisa dikatakan anak perusahaan dari PT PSP. Lini bisnisnya beda. PT GBS condong mengelola alat berat. Untuk disewakan ke tambang-tambang batu bara di Tanah Bumbu, yang jumlahnya mencapai ratusan unit itu. Namun begitu, PT PSP juga dipimpin oleh HN. Sementara YL hanyalah karyawan biasa. “Bukan penagih utang,” ujar Ibrahim orang dekat HN.

"Bapak [HN] ini orangnya memang tidak tegaan," sambung Ibrahim merujuk ke alasan mengapa perusahaan tidak kunjung melaporkan dugaan tindak penggelapan YL ke kepolisian.

Sampai Januari, perusahaan terus berupaya menagih janji YL menyerahkan aset miliknya sebagai jaminan ke perusahaan. Berupa, sertifikat lahan di Puruk Cahu, Kalimantan Tengah yang konon mengandung emas.

Rentang waktu tiga bulan pun digunakan PT PSP untuk mengeksplorasi 30-40 hektare lahan yang dijanjikan. Tak sedikit biaya yang dikeluarkan atau mencapai ratusan juta rupiah. Nyatanya nihil hasil.

"Lahan itu juga ternyata bukan milik YL, tapi milik keluarga dari istrinya," ujar Ibrahim.

Ditunggu hingga Januari, YL tak kunjung menampakan batang hidungnya alih-alih menepati janjinya membayar tunggakan senilai Rp3,2 miliar. Malahan, dalam rentang waktu Januari-Juli 2021, PT PSP kembali mendapati temuan dugaan tindak penggelapan baru oleh YL.

Di mana tagihan-tagihan PT PSP ‘dibelokan’ pembayarannya ke rekening pribadi YL. Totalnya senilai Rp2,8 miliar. YL meminta semua pengguna jasa alat berat milik perseroan melakukan pembayaran ke rekening pribadinya, bukan ke rekening perusahaan sesuai invoice.

"Kami semua punya buktinya," ujar Ibrahim.

Maka, 6 Juli 2021, perusahaan meminta kembali YL untuk datang ke kantor PT PSP di Banjarmasin. YL pun datang.

Lantas apa yang membuat YL sampai mau datang padahal ia masih memiliki tunggakan Rp6 miliar ke perusahaan?

"Kita tidak tahu," kata Ibrahim.

Yang jelas PT PSP mengundang YL untuk membicarakan beberapa proyek yang sempat YL tawarkan. "Sambil perusahaan mau menanyakan janji YL terhadap tunggakan," ujarnya.

Janji temu pun dibuat pada 6 Juli 2021 pada pukul 14.00. Namun YL telat datang. Ia baru datang pada sekitar pukul 17.00 ditemani seorang sopir mobil rental.

Di ruangan yang berbeda, lebih dulu hadir Kompol DH dan Aipda IR. Kedatangan keduanya atas permintaan perusahaan. Kompol DH merupakan salah satu kepala unit atau kanit di Polda Kalsel yang sub-direktorat-nya dikepalai AKBP AB.

"Dengan keduanya, kami mau berkonsultasi mengenai rencana pelaporan penggelapan yang diduga dilakukan oleh YL, ini agenda yang terpisah dengan pertemuan YL," ujarnya.

YL pun diterima oleh HN selaku pemimpin PT PSP. HN ditemani Ibrahim dan tiga lawyer-nya. Sedangkan Kompol DH dan Aipda IR berada di ruangan lain. Terpisah.

Mengenakan kemeja flanel merah dan kopiah, YL duduk di salah satu ujung meja rapat. Ia tampak disambut hangat manajemen PT PSP. "Bagaimana kabarnya?" tanya HN membuka pembicaraan kepada YL.

Perbincangan kemudian beralih ke tagihan-tagihan perusahaan penyewa alat berat yang tertunggak pembayarannya, serta yang sudah membayar namun masuk kembali ke rekening YL.

Perusahaan juga menanyakan dokumen-dokumen aset sertifikat perusahan yang berada di tangan YL. Serta menanyakan janji bayar YL dan jaminan yang mau diserahkan. Dicecar ragam pertanyaan demikian, YL lantas tertunduk. Jawabannya cenderung tidak nyambung.

"Seperti berhalusinasi," ujar Ibrahim yang kala itu duduk di antara HN dan YL.

Saat YL menundukan kepala itulah, Ibrahim melihat benda menyerupai pisau tersembul dari pinggang belakang YL.

Ibrahim kemudian memanggil Kompol DH dan Aipda IR yang kebetulan berada di PT PSP dari ruangan sebelah untuk meminta bantuan. Saat digeledah, benar saja ditemukan sajam.

"Kami tidak tahu dia datang bawa lading [sejenis pisau]," ujarnya.

Melihat gelagatnya, Kompol DH dan Aipda IR curiga YL dalam pengaruh narkotika. Namun tak ditemukan barang bukti apapun ataupun sekadar petunjuk.

"Saya sudah dua bulan lalu tidak lagi memakai [narkotika sabu] pak," ujar YL seperti ditirukan Ibrahim.

Jarum jam menunjukkan pukul 18.00. Pertemuan bisnis antara YL dan PT PSP buyar gara-gara temuan sajam itu. YL dibawa ke Mapolda Kalsel oleh Kompol DH dan Aipda IR.

"Jadi penggeledahan dilakukan setelah temuan lading bukan ketika ia masuk ke ruang meeting, buktinya kami sempat bercakap-cakap," ujar Ibrahim.

Tak lama berselang, datang AKBP AB. “Kedatangan beliau sebatas karena ada kabar temuan sajam yang dibawa YL oleh anak buahnya,” jelas Ibrahim.

Ibrahim menjelaskan YL kemudian menitipkan sejumlah barang ke perusahaan sebagai jaminan. Totalnya sebanyak 13 item. “Itu semua ada di tas di dalam mobilnya,” ujar Ibrahim.

Mulai dari sertifikat tanah, Toyota Hard Top, Toyota Dyna Engkel beserta BPKB dan STNK, BPKPB dan STNK 2 motor Ninja 150 cc, 3 kartu kredit Bank BNI dan satu Bank Mega, 3 laptop, senapan angin hingga uang di rekening bank senilai Rp61 juta, serta sejumlah buku tabungan.

“13 item itu dititipkan ke perusahaan sebagai jaminan, termasuk 3 kartu kredit, sekali lagi bukan dirampas,” ujar Ibrahim seraya menunjukkan secarik surat titipan.

Sebagian barang itu, kata Ibrahim, milik dan terkait jaminan pihak ketiga kepada perusahaan. Hanya sebagian yang merupakan milik pribadi YL. Seperti motor Ninja kartu BPJS, NPWP, dan SIM B2 umum. “Hanya ikut terbawa,” ujarnya.

Selepas bebas dari tahanan, YL tidak pernah mampir ke kantor PT PSP, sesuai janjinya. Dan sedari awal, YL tahu bahwa semua barang yang dititipkan ada di perusahan.

"Cuma tidak pernah berinisiatif mengambil. Hanya BPKB motor dan STNK Kawasaki Ninja yang diambil," ujarnya.

PT PSP sedianya sudah berupaya mengembalikan barang pribadi YL yang tidak terkait aset perusahaan. Namun tak pernah berhasil menghubungi YL. "Tidak ada komunikasi lagi," ujarnya.

Bagaimana dengan uang Rp61 juta? Uang tersebut, kata Ibrahim, diambil setelah YL mengakui itu adalah milik perusahaan yang masuk ke rekening pribadinya.

“Uang itu juga telah dikonfirmasi penyewa alat berat kami,” ujarnya.

Lantas, YL memberikan pin ATM kepada perusahaan. Uang ditarik secara tunai. Selanjutnya, uang tersebut dipakai oleh PT PSP membayar tunggakan gaji para karyawan GBS di Sebamban yang 15 hari belum gajian.

“Para karyawan telat gajian karena persoalan ini [penggelapan]," ujarnya.

"Sebagian besar barang yang dipersoalkan itu atas nama perusahaan, jadi bagaimana bisa dikatakan kita melakukan perampasan?" sambung Ibrahim.

Belakangan YL menyoal surat pernyataan tertanggal 7 Juli 2021 yang dimaksud Ibrahim. YL menuding surat itu dipalsukan oleh PT PSP lantaran pertemuan digelar pada 6 Juli 2021 sebagaimana isi surat. Soal itu, Ibrahim membantahnya mentah-mentah. Ia menyebut surat dibuat secara sadar dan ditulis tangan oleh YL.

"Surat pernyataan titipan HP itu dibuat pada hari kejadian saat di kantor PSP. Mungkin karena tidak konsen saudara YL lupa tanggal sehingga menulis 7 juli. Tulisan tangan dan tandatangan bisa dibuktikan dengan uji forensik. Pada saat itu perusahaan ingin meminjam HP saudara YL untuk pelaksanaan audit internal," ujarnya.

Lantaran demikian, pihaknya akhirnya memilih melaporkan dugaan tindak penggelapan yang dilakukan oleh YL.

“Sebenarnya kami tidak mau, tapi karena persoalan ini sudah merembet ke mana-mana, maka sudah saatnya kami laporkan,” pungkas Ibrahim.

==

November 2021 atau empat bulan setelah pertemuan di kantor PSP, YL bebas dari sel jeruji besi seusai divonis bersalah oleh pengadilan atas kasus sajam.

7 Maret 2022, YL langsung mengadu ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Kalsel. Isi aduan, terkait dugaan pelanggaran disiplin AKBP AB, Kompol DH, dan Aipda IR.

Merasa tak digubris, 5 Agustus 2022, YL kembali memasukan permohonan. Kali ini ke kapolda Kalsel. Isinya permohonan informasi pengaduan terkait pelanggaran disiplin AKBP AB dkk.

Menariknya, dalam permohonannya kali ini YL juga menembuskan surat ke kapolri, irwasum, kadiv propam, ketua Komisi III, IPW, hingga Ombudsman. Tak cuma sebatas etik, kepada kapolda, YL juga mengadukan aksi dugaan perampasan oleh AKBP AB dkk. “Saya ini korban,” ujar YL.

YL kemudian melampirkan kronologis yang nyaris berbeda dengan apa disampaikan perusahaan melalui Ibrahim.

Versi YL, pada 6 Juli 2021 dirinya memang diundang oleh HN untuk membicarakan progres bisnis di kantor PT PSP. YL kemudian menghubungi HN, pemimpin PT PSP saat tiba di depan kantor. Begitu dipersilakan masuk ke ruangan meeting, ia terkejut di ruang rapat itu sudah ada Aipda Irfan dan Kompol DH. Setelah melihat YL masuk, Kompol DH langsung melakukan penggeledahan badan terhadap YL.

“Tidak ada menunjukkan surat tugas maupun surat penggeledahan. Mobil saya juga digeledah,” ujarnya. “Saya kooperatif saat penggeledahan,” sambung YL merujuk surat laporannya ke Propam.

Selesai digeledah, YL lalu diamankan. YL mengakui jika ke mana-mana memang kerap membawa senjata tajam. “Ini sebagai bekal diri, karena saya juga sering diminta bos untuk menagih utang [tunggakan sewa alat berat],” ujarnya.

Dalam masa penahanan, Aipda IR dkk kemudian mendatangi YL di tahanan Polda Kalsel dan memaksanya membuat surat pernyataan penyerahan surat berharga dan benda bergerak sebanyak 13 item.

"Surat dibuat di Tahti Polda Kalsel, klien kami setengah diancam," ujar Muhammad Isrof Pahrani, pengacara YL.

Selain barang-barang, yang menurut YL bernilai total Rp400 juta itu, Aipda IR juga mengambil dua telepon genggam miliknya, yaitu Samsung S10 dan Oppo.

“Semuanya bukan barang bukti terkait pidana sajam,” ujar Isrof.

Sampai laporan ke Propam dibuat, YL mengaku tidak pernah menerima surat perintah penyitaan, berita acara penyitaan, apalagi surat penetapan izin atau persetujuan penyitaan dari pengadilan.

“Saya meminta bapak kapolda Kalsel untuk menindaklanjuti laporan saya ini,” ujarnya.

Senin 24 Agustus 2022, sidang etik dengan terperiksa Kompol DH digelar di Mapolresta Banjarmasin. Dalam sidang terbuka yang dipimpin oleh Wakapolresta Banjarmasin, AKBP Pipit itu, Kompol DH melalui pendampingnya menunjukkan bukti surat tertanggal 7 Juli yang isinya terkait penyerahan 2 handphone milik YL berwarna hitam.

Sedangkan pada tanggal 7 Juli, YL mengaku berada di tahanan titipan Polda Kalsel dan HP miliknya bukan berwarna hitam, melainkan silver.

BACA JUGA: Surat Sakti Skandal AKBP AB Dkk Mencuat
BACA JUGA: Dua Perwira Satu Bintara Polda Kalsel Resmi Dilaporkan

“Surat pernyataan penyerahan barang itu setelah kami amati bukan tanda tangan klien saya karena tidak ada ciri khususnya,” ujar Isrof.

Sidang etik Kompol DH kemudian ditunda, Isrof lalu bergegas berkoordinasi dengan Propam Polda Kalsel terkait ‘surat sakti’ yang diajukan Kompol DH sebagai barang bukti itu. Hasilnya, surat itu tidak ada di dalam berkas terperiksa. Isrof menduga telah dikembalikan kepada Ibrahim, bukan kepada sekretaris sidang.

“Ternyata diketahui bahwa surat itu tidak pernah diajukan oleh Kompol DH. Kami menduga pendampingnya mencoba menyelundupkan bukti palsu demi membantu Kompol DH,” ujar Isrof.

24 Agustus, Isrof pun melayangkan surat keberatan kepada kapolresta Banjarmasin. “Seharusnya karena sudah diperlihatkan di sidang, surat itu dijadikan bukti oleh pendamping terperiksa dan dicatat di dalam berita acara persidangan, nyatanya kan tidak. Bahwa patut diduga ada tindak pidana pemalsuan sebagaimana Pasal 263 KUHP,” ujar Isrof.

25 Agustus, Isrof resmi melaporkan terkait dugaan aksi perampasan yang dilakukan AKBP AB, Aipda IR, dan Kompol DH ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalsel. “Yang kita laporkan tiga, tidak menutup kemungkinan adanya terlapor lain,” ujar Isrof.

29 Agustus atau dua hari sebelum sidang etik AKBP AB digelar Polda Kalsel, Isrof juga resmi mengadukan dugaan tindak pidana pemalsuan surat. Terlapornya adalah Ibrahim.

Sementara sidang AKBP AB sendiri batal digelar pada 31 Agustus lantaran hakim yang memimpin berhalangan hadir. Jumat 2 September, Isrof pun memanfaatkan momen kedatangan rombongan Komisi III DPR RI ke Kalsel untuk mengadu. “Alhamdulillah Komisi III merespons positif,” ujarnya.

Sedangkan akibat peristiwa 6 Juli tersebut, AKBP AB, Kompol DH, dan Aipda IR kini masih dalam pengawasan tim Propam. Sanksi disiplin menanti, jika ketiganya terbukti melakukan pelanggaran etik.

“Dugaan penyalahgunaan wewenang,” ujar Kabid Propam Polda Kalsel, Kombes Pol Djaka, Jumat 5 Agustus.

Komentar
Banner
Banner