bakabar.com, JAKARTA - Konser band asal Inggris Coldplay yang akan dilangsungkan di Jakarta masih meninggalkan polemik. Tak sedikit organisasi masyarakat yang menolak band tersebut. Alasannya salah satu personel band mendukung hak LGBT.
Penolakan paling besar datang dari Alumni PA 212 yang digaungkan Novel Bamukmin, termasuk Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas.
Anwar Abbas mengatakan pihak MUI menilai Konser Coldpaly melanggar konstitusi dan juga bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, terutama Pasal 29 ayat (1).
Baca Juga: Bareskrim Polri Selidiki Dugaan Penipuan Dalam Penjualan Tiket Konser Coldplay
Di sisi lain MUI juga berpendapat bawah konser Coldplay akan berdampak buruk pada moral dan akhlak genarasi muda Indonesia yang mengikuti gaya mereka dengan mendukung LGBT.
Beda halnya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenperakraf) terlihat bulat mendukung terselenggaranya konser band asal Inggris tersebut.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan pemerintah akan menerima kritik dan saran dari berbagai pihak mengenai pelaksanaan konser Coldplay tersebut.
Baca Juga: PA 212 Sebut Coldplay Ateis, Kenali Kepercayaan Chris Martin Sesungguhnya
Namun Sandi mengatakan memang sudah menjadi tugas pemerintah mempersiapkan adanya kegiatan yang berdampak memulihkan ekonomi dan membuka lapangan kerja baru.
Sandi mengatakan konser musik Coldplay bisa meningkatkan ekonomi, terbukanya peluang usaha dan bisa membuka peluang kerja 4,5 juta lapangan kerja baru yang berkualitas di tahun 2024.
"Itu yang kita persiapkan dengan baik. Seperti tahun lalu G20 kita persiapkan dan alhamdulillah tahun ini selain Coldplay banyak lagi konser-konser lain yang sedang dipersiapkan. Baik dari artis band luar negeri maupun juga dalam negeri," ujar Sandi ujar Sandi dalam keterangannya di Jakarta.
Baca Juga: Dear Netizen Pemburu Tiket Coldplay, Sandiaga: Saya Juga Belum Dapet
Dengan adanya berbagai pihak yang menyatakan penolakan tersebut, Sandi berharap penolakan tersebut tidak berdampak pada pelanggaran hukum yang bisa merugikan semua pihak.
"Ya tentunya ini negara demokrasi, yang (nolak) silakan saja, ada kanalnya. Tugas kami mempersiapkan. Kalau ada yang mau menyampaikannya, silakan," ujarnya.
Menanggapinya, Anwar Abas mempertanyakan sikap Sandi untuk tidak lagi berpikir sebagai pedagang atau pengusaha.
"Seharusnya seseorang bila sudah jadi menteri jangan lagi menjadi pedagang dan atau politisi, tapi harus menjadi negarawan. Kalau dia akan melakukan sesuatu maka dia harus memikirkan apa dan bagaimana dampak dari kegiatan dan tindakan yang akan dilakukannya terhadap semua sisi dan segi dari kehidupan kita sebagai sebuah bangsa," ujarnya.
"Seharusnya pemerintah Indonesia tidak hanya memikirkan soal uang, tetapi juga bagaimana menjaga akhlak, moralitas, dan budaya penerus bangsa."