Kebakaran Jakarta

Bara Api di Tanah Merah

Puluhan tahun sengketa lahan, dua kali alami ledakan, Pemprov dan Pertamina masih bungkam, kini warga yang jadi korban.

Featured-Image
Kebakaran pipa penerimaan BBM di Terminal Terintegrasi BBM Plumpang, Jakarta Utara, Jumat (3/3). Foto: Gulkarmat)

bakabar.com, JAKARTA - Kebakaran yang terjadi di Depo Pertamina Plumpang pada 3 Maret 2023 bukan soal yang sederhana. Meledaknya pipa bahan bakar minyak di depo menewaskan 18 orang dan 51 mengalami luka. Sebagian warga kini mengungsi, kehilangan harta dan sanak saudara. 

Ini merupakan kali kedua dalam dua dekade terakhir Depo Pertamina Plumpang, terminal BBM terpenting Indonesia dan objek vital nasional itu meledak.

Peristiwa ledakan 2009 silam terjadi pada Minggu 18 Januari, sekitar pukul 21.20 WIB. Karena api yang dahsyat, kebakaran baru bisa dipadamkan keesokan harinya, api baru benar-benar berhenti pada pukul 06.15 WIB.

Baca Juga: Berjuang Selamatkan Keluarga, Seorang Ayah Kritis Akibat Kebakaran Depo Pertamina Plumpang

Sejumlah isu beredar menghiasi duka korban. Tak sedikit media kala itu yang menyambungkan ledakan Depo Plumpang dengan santernya isu pergantian Dirut Pertamina Ari H Soemarno oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Tidak hanya itu, rumor ledakan Plumpang akibat aksi terorisme juga bermunculan. Terlebih setelah kabar penangkapan teroris di Kelapa Gading, Jakarta Utara yang menargetkan Depo Pertamina Plumpang, pada 21 Oktober 2008.

Wakabid Humas Mabes Polri Brigjen Pol Sulistyo Ishak ketika itu mengatakan para teroris yang ditangkap memang mengincar Depo Pertamina Plumpang. Mereka juga tinggal sangat dekat dengan fasilitas vital tersebut.

Narasi yang dibangun tak semakin melebar hingga media tak lagi melihat peristiwa dengan jernih. Segala keterangan pejabat pemerintah jadi kabur. Padahal, jika ditilik dari lokasi kejadian. Depo Plumpang tak seharusnya berada di dekat pemukiman warga. 

Baca Juga: RS Polri Kramat Jati Siapkan 2 Posko Bagi Korban Kebakaran Depo Pertamina Plumpang

Pada masa kepemimpinan Ahok, lokasi Depo Plumpang dinilai tidak layak huni, sebab lokasi pemukiman yang terletak terlalu dekat dengan tempat penyimpanan bahan bakar, yang bisa dengan mudah memicu kebakaran. 

Sengketa Tanah Merah, BUMD VS Warga

Tanah Merah merupakan area abu-abu. Perebutan lahan antara warga, PT. Pertamina dan pengembang sudah ada sejak era 90-an. Pemprov DKI Jakarta bahkan sempat menggusur warga yang sudah tinggal puluhan tahun di sana. 

Pelbagai represi dan penolakan terus terjadi di Tanah Merah. Mulai dari label warga ilegal, hingga tidak diakui sebagai warga negara tuntas dialami oleh warga. Alasannya, negara dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menganggap mereka tinggal di lahan yang bukan milik mereka.

Tanah yang mereka ditinggali selama puluhan tahun menurut pemerintah adalah ilegal. Imbasnya mereka tak layak mendapatkan identitas alias kartu tanda penduduk (KTP). 

Baca Juga: [FOTO] Ratusan Rumah Hangus di Kebakaran Depo Pertamina Plumpang

Mulanya, Tanah Merah adalah sebuah lahan seluas lebih dari 160 hektar persegi yang terletak di kawasan Plumpang, Jakarta Utara. Sebidang lahan tak bertuan pasca peninggalan penjajahan Belanda itu pada tahun 1965 dihuni sembilan kepala keluarga, yang tinggal terpencar di tanah tersebut. Hingga pemukiman padat kemudian terbentuk tahun 1986.

Pada tahun 1970 PT. Pertamina datang dan menempati sebagian kecil lahan di Tanah Merah. Awalnya, Pertamina tak mengaku jika akan membangun Depo. 

Seiring berjalannya waktu, warga dan Pertamina hidup secara berdampingan menempati lahan tersebut. Masalah kemudian muncul lantaran PT. Pertamina mengakui secara sepihak lahan Tanah Merah sebagai miliknya pada tahun 1992.

Penggusuran mulai terjadi, beberapa bangunan yang berdiri di atas lahan yang diakui Pertamina digusur paksa. Sengketa tersebut berlanjut ke meja hijau, hingga Pengadilan Negeri Jakarta menetapkan warga sebagai pemenang, karena pihak Pertamina gagal membuktikan Tanah Merah sebagai lahan miliknya.

Baca Juga: Cerita Korban Kebakaran Depo Pertamina Plumpang Cari Ponakan

Janji Politik Anies

Anies Baswedan dalam salah satu janji kampanyenya sebelum menjabat sebagai Gubernur DKI, berencana akan melegalkan beberapa kampung yang dianggap ilegal oleh Pemprov. Salah satunya yakni warga Tanah Merah. 

Dari janji politik itu, warga akhirnya mendapat KTP dan bisa menikmati sebagian fasilitas seperti kesehatan dan bantuan. Meski sudah mendapat haknya sebagai warga negara, warga Tanah Merah masih dibayangi dengan bahaya. 

Pasalnya, lokasi penyimpanan bahan bakar yang terletak sangat mepet dengan pemukiman warga. Ada potensi bahaya tak diundang yang bisa menyebabkan kecelakaan sewaktu-waktu dan menimbulkan banyak kerugian. 

Baca Juga: Puslabfor Polri Deteksi Titik Api Awal di Lokasi Kebakaran Depo Pertamina Plumpang

Kini dua kali ledakan, Depo Plumpang tak membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bertindak dengan tegas, terkait disposisi penyimpanan bahan bakar yang dilakukan PT. Pertamina. 

Tragedi ledakan semata dilihat sebagai nasib nahas, alih-alih problematika yang disebabkan oleh negara. Puluhan warga menjadi korban. Pihak Pertamina juga tak bisa memberi pernyataan selain mengkonfirmasi adanya ledakan. 

Editor


Komentar
Banner
Banner