bakabar.com, JEMBER - Sejumlah petani tembakau di Ambulu dan Wuluhan curhat ke DPRD Jember, Jawa Timur. Mereka mencoba semangat setelah gagal panen.
Setidaknya ada seluas 2.000 hektare lahan pertanian tembakau terendam banjir. Para petani mesti gigit jari lantaran gagal panen.
Itulah yang mereka sampaikan saat berada di gedung dewan, Rabu (2/8) pagi.
Baca Juga: Tembakau Gagal Panen, Bupati Jember Minta Petani Peduli Irigasi
Ketua Badan Pertimbangan Organisasi (BPO) HKTI Jember, Jumantoro mengatakan, kini petani menagih janji bantuan pupuk. Sebab sekitar 50 persen mereka yang gagal panen sudah mulai menanam tembakau.
Kata dia, Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBCHT) diharapkan bisa mengucur ke petani untuk bantuan pupuk non subsidi.
"Minimal pupuk dengan harga terjangkau. Di lapangan, banyak pupuk abal abal. Sekarang tembakau masih kecil, tapi tidak ada pupuk seperti yang dijanjikan," katanya.
Selain itu, petani juga berharap ada relaksasi utang di bank yang sebelumnya digunakan untuk modal menanam tembakau.
Banyak Petani Lari Utang Bank Plecit
Menurutnya, kini banyak petani yang nekat lari ke rentenir untuk mendapatkan pinjaman di lembaga simpan pinjam ilegal (bank plecit), karena sudah tidak bisa meminjam ke bank konvensional.
"Banyak yang lari ke rentenir (ilegal) koperasi. Tidak bisa lagi pinjam bank konvensional karena kemarin belum lunas," katanya.
Sementara itu Ketua Gapoktan Kesilir Jaya, Wuluhan, Suryanto berharap pemerintah bisa segera memperbaiki sabuk gunung watangan yang sudah jebol. Tanpa tanggul tersebut, aliran dari kawasan gunung akhirnya mengalir ke areal persawahan.
Baca Juga: Tembakau Jember Gagal Panen, Petani Terjerat Utang
Sementara di bawah Gunung Watangan, Kecamatan Wuluhan tersebut terdapat 7000 hektar sawah yang terancam setiap musim penghujan. Tanggul tersebut terakhir direnovasi pada tahun 2015, namun kini sudah jebol.
"Di bagian barat, Desa Lojejer sudah jebol 25 meter. Kalau yang timur, kurang lebih, 4 kilometer sudah tidak ada sabuk gunung. Sudah los banyu dari hutan," kata Suryanto ketika mendatangi Kantor Komisi B DPRD Jember, Selasa sore (1/8).
Suryanto juga berharap agar ada pintu embung, agar tampungan air dari sabuk gunung bisa dibagikan ke persawahan.
"Kalau tidak di sana ketika kemarau juga kesulitan air," jelasnya.
Bupati Belum Menjenguk Petani
Sementara itu, perwakilan Kelompok Tani Glintingan, Desa Lojejer, Ismanto menambahkan dampak tembakau gagal panen kemarin sangat dirasakan petani. Sebab 80-90 persen biaya operasional sudah masuk.
"Petani sampai ada yang meninggal, cadangan bahan makan pokok terjual," katanya.
Sebagian petani kini nekat kembali menanam tembakau. Sebab keuntungan petani tembakau per hektarnya, dengan modal operasional Rp45-50 juta, bisa mendapatkan untung Rp100-150 juta.
"Sekarang mulai hutang kembali, dengan jaminan dan bunga cukup tinggi. Untuk operasional tembakau," katanya.
Baca Juga: Sawah Terendam Air, Petani Tembakau Jember Terancam Gagal Panen
Selebihnya, bagi petani yang tidak mau mengambil risiko, akan melanjutkan menanam jagung.
Keluhan lain disampaikan Pujo Hadi dari Kelompok Tani Tanjungrejo. Ia heran dengan kondisi petani yang mengalami gagal panen, namun hingga kini tidak mau turun ke lapangan untuk melihat kondisi.
"Kenapa bupati kok gak mau turun langsung. Padahal ini kejadian luar biasa," katanya.
Apalagi bupati pernah melontarkan harapan bakal memberi bantuan pupuk dan bibit.
"Sampai sekarang tidak ada turun pupuk. Padahal petani sudah tanam lagi 15-20 hari. Sampai sekarang nggak ada," kata Pujo.
Bisa Segera Ajukan Restrukturisasi
Sementara itu Pengawas IKNB dan Pasar Modal OJK Jember, Aditya menyebut, untuk relaksasi atau restrukturisasi kredit sebenarnya bisa diajukan langsung oleh petani ke pihak bank, melihat kondisi ada kegagalan panen akibat kejadian alam yang tidak terduga.
"Secara aturan ada dan diperbolehkan. Nanti masing masing debitur, petani bisa langsung ke bank. Nanti akan dianalisa sendiri oleh masing masing banknya," kata Aditya kepada Apahabar.
Kendati demikian, OJK Jember menegaskan setiap bank memiliki standar yang berbeda untuk memberi kelonggaran utang yang diajukan petani tembakau.
Keringanan tersebut bisa berupa pengurangan suku bunga hingga jangka waktu kredit yang harus dibayarkan petani.
"Jangka waktu tergantung dari masing-masing banknya juga. Apakah ada perpanjangan jangka waktu sekian bulan atau penurunan suku bunga," katanya