bakabar.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengkhawatirkan aksi boikot produk-produk yang diduga pro Israel membuat produktivitas para produsen dan supplier jadi tergerus. Kondisi tersebut akan berpotensi melemahkan investasi di sektor ritel.
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mamaparkan dampak paling parah dari aksi boikot itu bakal berimbas terhadap pengurangan karyawan atau pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Bisa dibayangkan nih. Begitu tergerus produsennya atau suppliernya, investasi bisa hilang dan kandas. Pertumbuhan pasti enggak terjadi," katanya kepada bakabar.com, Jumat (17/11).
Baca Juga: Ramai Boikot Produk Pro Israel, YLKI: Bagian Hak Konsumen
Dampak yang paling dirasakan dari aksi boikot tersebut adalah berawal dari semakin sulitnya konsumen mendapatkan produk yang dibutuhkan. Kondisi ini juga dipengaruhi dari para produsen dan supplier yang memilih menahan produknya beredar di pasaran.
Roy memperkirakan aksi boikot produk pro Israel dapat berpotensi menurunkan angka belanja masyarakat hingga 4 persen. Produk yang tidak laku di pasaran tersebut juga memicu perusahaan ritel untuk tidak membeli dari produsen.
Baca Juga: Aksi Boikot Produk Pro Israel Meluas, Bos Ritel Ketar-ketir
Baca Juga: Geliat Bisnis Ritel: Lepas dari Pandemi, Persoalan Global Menghantui
Dengan begitu, produsen akan semakin mengurangi produksinya. Kondisi tersebut secara tidak langsung juga akan berimbas pada pengurangan tenaga kerja di bagian hulu. Sebab, produksi di bagian hilir tidak berjalan dengan baik.
Kendati demikian, sampai sekarang Aprindo masih belum menerima laporan adanya PHK.
"Kalau produktivitas turun, terus bagaimana membayar tenaga kerja yang enggak turun? Jadi itu sangat berhubungan langsung. Sementara, tenaga kerja itu setiap tahun tumbuh sekitar 2-3 persen," jelasnya.
Baca Juga: Menteri Bahlil Santai Hadapi Seruan Boikot Produk Israel
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) memproyeksikan aksi boikot produk yang pro Israel bisa membuat transaksi di pasar modern anjlok hingga 50 persen.
Sekretaris Jenderal AP3MI Uswati mengungkapkan penurunan transaksi itu lantaran mayoritas barang yang ada dalam aksi boikot tersebut merupakan produk pareto atau produk konsumer seperti shampo, susu balita, dan minuman ringan.
"Pengurangan penjualan produk pareto biasanya dari isu yang kecil dan berkembang. Mungkin transaksi di pasar hilir bisa berkurang sampai 50 persen dan target ekonomi pemerintah akan sulit tercapai," pungkasnya.