bakabar.com, JAKARTA - Pemerintah berencana untuk mengembangkan wisata belanja di Tanah Air. Salah satu langkah yang dilakukan adalah mempelajari kebijakan industri ritel di negeri tetangga, seperti Singapura dan Thailand.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengungkapkan Thailand dan Singapura mampu menggunakan wisata belanja untuk meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara ke kedua negara tersebut.
"Singapore, Thailand menjadi best part bagaimana wisata belanja itu bisa digunakan sebagai driver ataupun sebagai pengungkit untuk mendatangkan wisatawan mancanegara," kata dia sebelum Musyawarah Nasional Hippindo, Selasa (16/1).
Baca Juga: APPBI Bongkar Bahaya Setop Impor Fashion
Baca Juga: Lesunya Buka Mal Tahun Ini, Apa Penyebabnya?
Sementara itu, Indonesia masih mengandalkan kekayaan alam sebagai destinasi wisata. Namun, belum bisa mengembangkan sektor belanja dan kuliner sebagai tempat wisata. Seperti yang dilakukan oleh sejumlah negara lain yang sudah lebih maju.
"Ini juga tugas Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia. Mendorong wisata belanja di dalam negeri," ungkapnya.
Salah satu caranya adalah dengan menaikkan derajat restoran-restoran di dalam negeri oleh lembaga pemeringkat internasional.
"Pemeringkatan ini biar menjadi brand image untuk pariwisata di Indonesia dan untuk menjaga agar bisnis ritel di dalam negeri tumbuh," katanya.
Baca Juga: OIKN: Wings Group dan Djarum Masih di Konsorsium Nusantara
Selain wisata belanja dan kuliner, menurut Airlangga, pemerintah juga meminta mendorong peritel di dalam negeri untuk membantu pariwisata kesehatan di dalam negeri.
Salah satu cara yang coba ditawarkan adalah menjaga pasokan obat-obatan di apotek. Sebagai salah satu sektor perubahan perilaku konsumen pada 2024-2030.
Pasalnya, kata dia, salah satu faktor perubahan perilaku konsumen tersebut adalah peningkatan pendapatan per kapita.
Baca Juga: Besok! Groundbreaking Tahap 4 di IKN, Ini Daftarnya
Dia memproyeksikan pendapatan per kapita pada tahun ini mencapai USD 5.500. Angka tersebut diperkirakan terus naik hingga 2030 menjadi USD 10.000.
"Jadi yang menunjang kebutuhan hidup sehat dan hidup bahagia adalah ketersedian obat di berbagai toko ritel," ujarnya.