bakabar.com, JAKARTA - Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, mengungkapkan, hingga kini bisnis ritel masih belum pulih 100 persen.
Pasalnya, selepas pandemi Covid-19 bisnis ritel masih terjebak dalam anobali di sektor keuangan.
"Industri atau ritel modern sampai hari ini belum pulih atau borm 100 persen kita masih dalam anomali," kata Roy Mandey dalam konferensi Pers di Jakarta, Rabu (15/11).
Baca Juga: Aksi Boikot Produk Pro Israel Meluas, Bos Ritel Ketar-ketir
Walaupun saat ini pandemi telah usah, sederet masalah baru bermunculan menghantui bisnis ritel. Di antaranya, permasalahan geopolitik, serta ancaman perubahan iklim (climate change).
"Apalagi sekarang ada permasalahan geopolitik. Di global itu terjadi geopolitik dan kedua anomali finansial atau gejolak keuangan," katanya.
Belum lagi, kata Roy, itu saat ini inflasi di berbagai negara masih tinggi. Banyak negara-negara maju yang berusaha menjaga inflasinya,
"Ya, salah satunya Fed Funds Rate di Amerika Serikat. Dia menaikkan suku bunga di posisi 5 persenan," terang dia.
Baca Juga: Pendanaan Suntik Mati PLTU Jauh dari Prinsip Keadilan
Baca Juga: Sederet Kritik Dokumen JETP, Gejala Setengah Hati Transisi Energi
Dinaikkannya suku bunga tersebut menurut Roy dapat mempengaruhi suplai dan permintaan sektor ritel modern secara global.
"Inflasi ini menjadi permasalahan yang tidak cepat selesai. Ada suplai yang terganggu maka permintaan juga terganggu," ujarnya.
Selain itu, perubahan iklim juga berpengaruh terhadap inflasi yang dapat mengganggu produktivitas bahan makanan untuk ritel.
"Jadi, semuanya berhubungan, kerawanan pangan berkepanjangan dan seterusnya," pungkasnya.