bakabar.com, JAKARTA - Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) batal membebaskan Pilot Susi Air Philip Max Mehrtens.
Batalnya pembebasan Pilot Philip karena Panglima TPNPB OPM Egianus Kogoya tersinggung dengan pernyataan Polri yang menuduh mereka meminta uang tebusan sebesar Rp5 miliar.
Pengamat militer dari Institute For Security & Strategic Studies (ISSES), Khairul Fahmi telah memprediksi adanya pengingkaran dari pihak OPM setelah bernegoisasi dengan pemerintah Indonesia.
"Jadi pengingkaran itu memang sesuatu yang dapat diprediksi sebenarnya," ujar Khairul Fahmi kepada bakabar.com, Senin (10/7).
Baca Juga: Blunder TNI-Polri di Pembebasan Pilot Susi Air Kapten Philip
Menurutnya, kesediaan pemerintah membayar tebusan yang dipublikasikan secara luas itu jika diterima begitu saja, tentu dapat merusak 'reputasi'. "Hingga berkurangnya kepercayaan dan dukungan terhadap mereka," lanjutnya.
Sejak awal, ketika mendengar kabar kesediaan pemerintah membayar uang tebusan, ISSES memahami apa disampaikan itu adalah sebuah tawaran yang diklaim merujuk pada tuntutan KKB di awal penyanderaan.
"Tawaran itu masih merupakan bagian dari negosiasi," lanjut Fahmi.
Baca Juga: Pj Bupati Nduga Diminta Bantu Bebaskan Pilot Susi Air
Melalui tawaran yang disertai penolakan untuk mengakomodir tuntutan referendum dan senjata, pemerintah sekaligus telah menyampaikan dan menunjukkan ambang batas negosiasi.
"Saya sudah memprediksi setelah negoisasi kelompok bersenjata masih akan meresponsnya dengan berbagai opsi," ungkapnya.
Entah akan menerima dengan syarat tertentu, misalnya, akan menolak atau justru mengingkari dan memperbarui tuntutannya disertai peningkatan tekanan dan desakan kepada pemerintah Indonesia.
"Maupun opini-opini negatif terhadap pemerintah terkait upaya pembebasan Phillip," kata dia.
Baca Juga: Panglima TNI Klaim Upayakan Negosiasi Penyelamatan Pilot Susi Air
Lebih lanjut, kata Fahmi, bagaimanapun kelompok ini masih harus mempertimbangkan situasi keseluruhan. Agar tidak sampai kontraproduktif terhadap kampanye dan operasi politik internasional mereka.
"Kecuali KKB ini memang benar-benar cuma sekelompok bandit, bukan pejuang kemerdekaan sebagaimana klaim selama ini, kecenderungan untuk membantah dan marah jelas lebih besar," jelasnya.
Langkah pemerintah itu bisa disebut sebagai bentuk serangan psikologis yang cukup efektif. Dari sikap reaktif KKB, ISSES menduga mereka akan mencoba meningkatkan ancaman dan mengajukan berbagai syarat baru untuk melanjutkan negosiasi.
Meskipun demikian, menurut Fahmi tetap saja tidak mungkin bagi pemerintah untuk memenuhi semua tuntutan kelompok ini. Operasi dan kontra-operasi psikologis masih akan dijalankan agar tuntutan diturunkan hingga level yang benar-benar layak diakomodir.
Baca Juga: TNI Perkecil Wilayah Pencarian Pilot Susi Air hingga di Nduga
Di sisi lain, peningkatan ancaman itu justru bisa memperburuk reputasi mereka, terutama di mata pihak-pihak yang selama ini bersikap mendukung.
"Bagaimanapun aksi penyanderaan ini adalah sesuatu yang tidak dapat ditolerir," ungkapnya.
Kesannya memang jadi berlarut-larut. Karena bagaimanapun prioritasnya adalah keamanan dan keselamatan si pilot. Kalah atau menang, menurutnya, tidak bisa disimpulkan saat ini. Sebab, negosiasi masih terus berjalan.
"Pemerintah juga masih menjalankan langkah-langkah lain secara simultan, baik untuk meningkatkan posisi tawar dan kemampuan menekan KKB dalam negosiasi," pungkasnya.