Peristiwa & Hukum

Alat Bukti Tak Sesuai, Alasan PN Marabahan Vonis Bebas Residivis Terdakwa Narkoba

Pengadilan Negeri (PN) Marabahan, Barito Kuala (Batola), buka suara perihal vonis bebas yang diperoleh terdakwa narkoba bernama Jumairi.

Featured-Image
Juru bicara PN Marabahan, Danang Slamet Riyadie, menjelaskan ikhwal vonis bebas terhadap terdakwa Jumairi, Kamis (18/1). Foto: apahabar.com/Bastian Alkaf

bakabar.com, MARABAHAN - Pengadilan Negeri (PN) Marabahan, Barito Kuala (Batola), buka suara perihal vonis bebas yang diperoleh terdakwa narkoba bernama Jumairi.

Jumairi yang juga narapidana pembunuhan Arbain (45) di Kecamatan Alalak, 29 Mei 2023 lalu, divonis bebas dalam sidang putusan dugaan kepemilikan sabu seberat 0,07 gram, Selasa (16/1).

Berdasarkan pertimbangan hakim, terdakwa tak terbukti melanggar Pasal 112 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang didakwakan Jaksa Penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Batola.

Atas putusan tersebut, JPU memastikan melakukan kasasi ke Mahkamah Agung. Sementara Polsek Alalak selaku penyidik, juga siap menyediakan alat bukti yang dibutuhkan.

Terkait sikap JPU, PN Marabahan meyakini hakim yang bertugas telah bekerja profesional dan sesuai dengan peraturan hukum berlaku.

"Untuk memutuskan terdakwa bersalah atau bebas, hakim berpatokan dengan keberadaan dua alat bukti dan keyakinan," ungkap juru bicara PN Marabahan, Danang Slamet Riyadie, Kamis (18/1).

"Dalam pembuktian perkara yang diajukan jaksa, majelis hakim berpendapat lemah pembuktian. Dengan demikian, perbuatan materiel yang didakwakan tidak terbukti," tegasnya.

Diketahui dalam persidangan narkotika yang diduga dimiliki Jumairi, JPU menghadirkan 5 saksi.

Mereka terdiri dari anggota Polsek Alalak, petugas di Klinik Polres Batola dan seorang putri kandung Arbain yang sempat dilecehkan terdakwa.

Baca Juga: PN Marabahan Vonis Bebas Terdakwa Narkoba, Kejari Batola Ajukan Kasasi

Baca Juga: Terjerat Kasus Narkoba, Hukuman Residivis Pembunuh di Alalak Batola Akan Bertambah

Juga selembar plastik klip berisi sabu dengan berat bersih 0,07 gram sebagai barang bukti, serta surat hasil pemeriksaan urine Jumairi yang dinyatakan positif menggunakan zat metamfetamin.

"Perlu dijelaskan bahwa kedudukan alat bukti dan barang bukti berbeda. Alat bukti merupakan dasar hakim memutuskan perkara," tukas Danang.

"Sedangkan barang bukti merupakan barang-barang yang berhubungan langsung dengan tindak pidana. Ini akan menjadi salah satu pertimbangan, tetapi tidak sebagai satu-satunya alat bukti," sambungnya.

Ketika ditemukan barang bukti, hakim akan melihat kesesuaian dengan alat-alat bukti lain seperti keterangan saksi atau bukti surat guna membuktikan perbuatan pidana terdakwa.

"Dalam perkara tindak pidana narkotika, hakim perlu mengetahui riwayat barang bukti. Ketika diungkap di persidangan, kemungkinan yang bisa menjelaskan adalah para saksi di tempat kejadian," jelas Danang.

"Makanya dalam perkara pidana, saksi menempati posisi paling penting. Artinya kalau keterangan saksi satu dengan yang lain berkesesuaian dengan alat bukti lain, berarti akan menjadi fakta," sambungnya.

Mengutip catatan persidangan, saksi anak korban sempat dua kali mengganti keterangan tentang penemuan barang bukti dalam dompet terdakwa.

Awalnya saksi mengaku melihat pemeriksaan diri terhadap terdakwa di lokasi peristiwa pembunuhan, sebelum ikut ke rumah sakit membawa Arbain yang tergeletak di pinggir jalan.

Lalu saksi mengganti keterangan dengan pengakuan melihat pemeriksaan terhadap diri terdakwa, setelah dari rumah sakit seusai mengantar Arbain ke rumah sakit.

Namun kemudian saksi mengganti keterangan dengan menyatakan tidak melihat langsung polisi melakukan pemeriksaan dan penggeledahan kepada terdakwa.

"Keterangan saksi tersebut berarti penting untuk mendapatkan fakta-fakta. Kalau keterangan yang diberikan berubah-ubah, nilai saksi di mata hakim juga berubah dan menyebabkan keraguan," beber Danang.

"Ketika dalam posisi ragu menjatuhkan putusan, hakim akan menjatuhkan putusan paling ringan untuk terdakwa," tambahnya.

Baca Juga: Tok! Residivis Pembunuh di Alalak Batola Divonis 15 Tahun Penjara

Baca Juga: Residivis Pembunuh di Alalak Batola Dituntut 19 Tahun Penjara

Dalam kesempatan lain di persidangan, saksi anak korban meyakini bahwa sekitar pukul 20.00 Wita atau beberapa jam sebelum pembunuhan, pergi bersama terdakwa ke sebuah counter ponsel di Banjarmasin.

Meski lupa alamat counter tersebut, saksi melihat terdakwa bertemu seorang laki-laki yang membawa seorang anak perempuan.

Kemudian orang itu menyerahkan bungkusan plastik kecil kepada terdakwa. Saksi tidak tahu isi bungkusan ini, tetapi melihat gestur terdakwa memasukan plastik ke dalam dompet.

Saksi sempat bertanya perihal isi bungkusan itu. Terdakwa mengakui bahwa bungkusan yang diterima berisi sabu. Pun terdakwa mengajak saksi menggunakan sabu bersama, tetapi langsung ditolak.

Terhadap keterangan saksi tersebut, Jumairi membantah memperoleh sabu dari seorang pria dalam toko ponsel di Banjarmasin.

Pun terdakwa membantah telah mengajak saksi untuk menggunakan sabu bersama, serta menyangkal memasukkan plastik diduga berisi sabu ke dalam dompet.

Jumairi juga mengakui tak mengerti soal hasil tes urine positif mengandung sabu. Namun demikian, pria 34 tahun ini mengaku meminum sisa air bong di rumah dalam rentang 3 hari sebelum peristiwa pembunuhan.

"Terkait barang bukti yang dihadirkan, terdakwa punya hak ingkar dan diatur dalam undang-undang. Makanya fakta-fakta perlu digali terus untuk mendapatkan pembuktian," tukas Danang.

"Pun seseorang yang kedapatan membawa narkotika tidak otomatis sebagai pemilik. Harus dapat dibuktikan bahwa pembawa ini mempunyai dasar yang mengakibatkan disebut sebagai pemilik," tutupnya.

Baca Juga: Getir Hidup Janda dan Anak Korban Amukan Residivis di Alalak Batola

Baca Juga: Disantuni Polres Batola, Keluarga Korban Amuk Residivis di Alalak Juga Minta Pelaku Dihukum Setimpal

Editor


Komentar
Banner
Banner