Keimigrasian

Aktivis HAM Swedia Dicekal Sampai Semarang

Dua aktivis HAM asal Swedia yang berkeliling Indonesia batal ke Semarang. Visa mereka dibatalkan dan harus pulang ke negaranya.

Featured-Image
Benjamin Ladraa (31) dan Sanna Ghotbi (30) saat berespedisi ke berbagai negara dengan menggunakan sepeda miliknya. (Foto: pribadi/ Benjamin)

bakabar.com, SEMARANG - Dua aktivis HAM asal Swedia yang berkeliling Indonesia batal ke Semarang. Visa mereka dibatalkan dan harus pulang ke negaranya.

Mereka adalah Benjamin Ladraa (31) dan Sanna Ghotbi (30). Keduanya melakukan ekspedisi dengan bersepeda ke berbagai negara untuk menyuarakan isu Hak Asasi Manusia (HAM) negara-negara di Sahara Barat.

Perjalanan mereka dimulai sejak Mei 2022. Benjamin dan Sanna pun tiba di Indonesia sejak Oktober 2023 sebagai negara ke-18 yang mereka jelajahi.

Keduanya pun telah menjadi pembicara di berbagai kampus untuk berbagi cerita mengenai perjalanan dan kampanyenya. Mulai dari Bali, Surabaya, Yogyakarta, dan lain-lain

Rencananya, mereka masih akan melanjutkan perjalannya ke Semarang kemarin Sabtu (16/12). Sayangnya, mereka harus pulang ke Swedia.

“Visa kami dibatalkan dan kami diminta meninggalkan Indonesia sejak Rabu (13/12),” kata Benjamin dan Sanna dalam keterangan tertulis mereka, Minggu (17/12).

Baca Juga: 123 Kasus Kekerasan Perempuan di Semarang, Sebagian Dibiarkan

Mereka juga mengaku sempat menerima ancaman oleh polisi Indonesia. Rumah teman mereka didatagi dan digeledah secara paksa oleh aparat kemanan pada Rabu lalu.

“Kami menerima kabar bahwa seorang kenalan kami telah didatangi dan digeledah secara paksa oleh aparat keamanan Indonesia yang mengaku sedang mencari kami,” tulis Benjamin dan Sanna.

Mereka menduga, aparat itu merupakan suruhan dari Pemerintah Maroko. Sebab, keduanya gencar menyuarakan HAM di Maroko.

Benjamin dan Sanna pun mengaku belum dihubungi oleh siapa pun dari pihak kepolisian. Namun, polisi kabarnya terus meneror kenalan mereka di Indonesia itu.

“Kami khawatir jika polisi Indonesia, atas perintah Maroko, akan terus mengganggu orang-orang yang tidak bersalah untuk mencari kami,” sambung Benjamin dan Sanna.

Baca Juga: Perempuan Semarang Kirim Obat Terlarang ke Lapas Pakai Pembalut

Mereka pun bertanya-tanya, mengapa pemerintah Indonesia membantu Maroko. Terlebih, melecehkan aktivis HAM asal Swedia.

“Mengapa polisi tidak menghubungi kami sendiri untuk menanyakan tentang kampanye kami? Kami belum pernah mengalami ini di negara-negara sebelumnya” ujar mereka.

Terlepas dari ancaman-ancaman itu, mereka mengaku akan terus melanjutkan kampanye HAM Sahara Barat. Serta mengorganisir acara-acara daring di seluruh Indonesia dengan bantuan jaringan mereka.

Ke depan, mereka juga berencana melintasi Eropa dan Afrika Utara dengan bersepeda. Tujuannya untuk mengunjungi kamp-kamp pengungsian Sahrawi pada musim dingin 2024.

“Kami tidak pernah bersembunyi,” tandas Benjamin dan Sanna.

Baca Juga: Warga Surabaya Tewas di Pondok Gus Samsudin Blitar, Polisi Selidiki

Sebagai informasi, Benjamin dan Sanna mengkampanyekan HAM di Sahara Barat karena penduduknya dikabarkan telah diperlakukan sewenang-wenang.

Menurut mereka, Sahara Barat telah diduduki oleh Maroko sejak tahun 1975. Penduduk aslinya yang disebut Sahrawi itu kerap menjadi sasaran penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, penghilangan, dan diskriminasi.

“Tidak ada jurnalis atau organisasi HAM yang diizinkan berada di negara tersebut dan Maroko selalu menekan siapa pun yang berani mengungkap penjajahan mereka,” papar Benjamin dan Sanna.

Kampanye mereka pun mengangkat berbagai isu. Seperti blokade media di Sahara Barat, pelanggaran HAM, penjajahan, situasi kemanusiaan di kamp-kamp pengungsian, dan hak Sahara untuk melakukan referendum kemerdekaan seperti yang dinyatakan dalam hukum internasional.

Saat di Indonesia, Benjamin dan Sanna pun telah melakukan lebih dari 15 dialog publik dan 30 wawancara media. Hal itu pun diakui membuat takut masyarakat Maroko yang menjajah Sahara Barat.

“Ini membuat takut masyarakat Maroko yang tidak ingin pelanggaran HAM mereka terungkap secara terbuka,” ujar Benjamin dan Sanna.

Editor


Komentar
Banner
Banner