bakabar.com, SEMARANG - Sebanyak 123 kasus kekerasan perempuan terjadi di Semarang tahun 2022. Pakar sebut, sebagian kasus tidak terseret ke ranah hukum atau dibiarkan.
Data itu disebutkan oleh Legal Resource Center untuk Keadilan Gender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Semarang. Menurut mereka, 51 persen kasus merupakan kekerasan seksual.
Mereka juga menyoroti pemerintah daerah yang belum membuat peraturan turunan dari UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Hal ini menyebabkan kasus kekerasan seksual cenderung stagnan, khususnya penanganan korban.
"Sementara saat ini belum ada satupun peraturan pelaksana yang mempunyai dampak terhadap Pemenuhan Hak Korban Kekerasan Seksual," ucap Kepala Divisi Bantuan Hukum LRC-KJHAM, Nia Lishayati dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/12).
Baca Juga: Sebagian Dipaku di Pohon, 815 APK Semarang Dicopot!
Baca Juga: Perempuan Semarang Kirim Obat Terlarang ke Lapas Pakai Pembalut
Selain itu, sebagian kasus kekerasan seksual juga tidak masuk ke ranah hukum. Pada catatan LRC-KJHAM, hanya ada 22 kasus yang menempuh proses hukum.
"Ada 16 kasus menempuh pidana dan 6 kasus perdata," ujar Nia.
LRC-KJHAM juga mencatat, kekerasan paling banyak adalah pelecehan fisik sejumlah 28 kasus atau 40 persen. Kemudian, kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE) 12 kasus atau 17 persen, eksploitasi seksual 9 kasus atau 13 persen, dan perkosaan 9 kasus atau 13 persen.