News

Ahli Hukum Pidana Sebut Seleksi Hakim Agung Baiknya Tak Melalui DPR

Pakar Hukum Pidana Mudzakkir mengusulkan agar pengangkatan hakim agung tidak diseleksi melalui DPR

Featured-Image
Ahli Hukum Pidana Mudzakkir. Foto: kronologi.id

bakabar.com, JAKARTA – Pakar Hukum Pidana Mudzakkir mengusulkan agar pengangkatan hakim agung tidak diseleksi melalui DPR, hal itu karena pemegang kekuasaan kehakiman harus dipisahkan secara tegas.

Menurutnya, keterlibatan DPR dalam memilih hakim agung sangat bertentangan dengan marwah kekuasaan kehakiman terutama pasal 24 UUD RI.

“Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 24 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan,” bunyi Pasal 24 UUD RI.

Setelah ditangkapnya dua hakim agung yakni Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), Mudzakkir selaku ahli hukum Universitas Islam Indonesia (UII) mengatakan bahwa sangat sulit menemukan hakim yang memiliki integritas tinggi.

“Sangat sulit menemukan hakim yang berintegritas, tapi saya yakin masih ada yang memiliki integritas tinggi, cuman jarang tersorot publik saja,” ujar Mudzakkir saat dihubungi bakabar.com, Kamis (17/11).

Baca Juga: Pengacara Brigadir J Ngaku Dapat Info dari Penegak Hukum, BIN: Tidak Benar

Selanjutnya, Mudzakkir memberikan masukan tentang apa yang harus dilakukan untuk memilih hakim agung. Menurutnya, seharusnya pemilihan hakim agung dilihat dari bagaimana Track Record-nya selama menjadi hakim, dan harus dilihat juga karya-karya hakim yang bersangkutan.

"Bagaimana memilih hakim agung? Dilakukan dengan cara tracking terhadp putusan putusannya selama menjadi hakim dan karya akademiknya,” tambahnya. 

Ia mengimbau, seharusnya sistem rekruitmen hakim agung nonkarir sebaiknya dihentikan. Hal ini agar masing-masing hakim bisa menjalankan profesinya secara profesional dan tidak perlu pindah profesi sebagai hakim agung.

“Oleh sebab itu, kalangan akademisi tidak perlu manjadi hakim agung, tetapi cukup menjadi ahli di mahkamah agung dan memberi opini hukum terkait dengan masalah hukum yang diminta tanpa menyebutkan kasusnya dan pihak-pihak yang berperkara,” pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner