bakabar.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan, mengubah batas usia capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah cacat hukum.
Menurutnya putusan ini tidak mengalir dari hulu hingga ke hilir dan dianggapnya sebagai sebuah tindakan penyeludupan hukum.
"Kalau kita telaah dengan mendalam putusan ini tidak mengalir, dari hulu dari hilir sampai ke muara. Dan boleh saya katakan putusan ini mengandung sebuah cacat hukum yang serius," kata Yusril dalam sebuah diskusi di AONE Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (17/10).
Baca Juga: Surya Paloh Beri Isyarat Tersembunyi Putusan MK Untungkan Anak Jokowi
baginya putusan MK itu berpotensi melanggar prosedur dalam putusan sebuah perkara yang akan menimbulkan ketidakpercayaan publik pada lembaga itu.
"Putusan ini bahkan mengandung sebuah penyelundupan hukum karena putusannya mengatakan mengabulkan sebagian," sambungnya.
Selain itu Yusril mengungkap, ada hal yang aneh dalam concurring opinion (alasan berbeda) yang diucapkan oleh majelis hakim Daniel Yusmic Foekh dan Enny Nurbaningsih.
Baca Juga: PKB Tak Ingin Berspekulasi Soal Putusan MK, Serahkan ke Penilaian Publik
Kedua hakim menyebutkan, syarat usia capres cawapres tetap minimal 40 tahun atau pernah/sedang menjabat sebagai gubernur melalui Pilkada. Alasan berbeda dua hakim itu, sebetulnya tidak menginginkan bupati, wali kota termasuk wakilnya tidak ikut kontestasi Pilpres 2024.
Yusril menganggap hal tersebut bukan merupakan concurring opinion, namun dissenting opinion (perbedaan pendapat).
"Jadi, kalau pendapatnya itu dissenting, sebenarnya ada enam hakim tidak setuju dengan putusan itu dan hanya tiga hakim yang setuju," ucap Yusril.
Baca Juga: Surya Paloh Beri Isyarat Tersembunyi Putusan MK Untungkan Anak Jokowi
Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan uji materiel Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) soal batas usia Capres Cawapres.
Gugatan itu diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A. Dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, Almas Tsaqibbirru Re A meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten, atau kota.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK, Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10).