Warung Jadoel

Warung Jadoel Temanggung, Rumah Makan Tua Berusia 2 Abad

Temanggung punya rumah makan tua berusia dua abad. Tak hanya rasa, ada jejak sejarah yang bisa tergali di sana.

Featured-Image
Suasana di Warung Jadoel saat ramai pembeli (Apahabar.com/Arimbihp)

bakabar.com, TEMANGGUNG - Temanggung punya rumah makan tua berusia dua abad. Tak hanya rasa, ada jejak sejarah di warung jadoel yang bisa tergali di sana.

Temanggung terkenal dengan beragam peninggalan sejarah serta kuliner legendaris yang patut dicoba. Salah satu kuliner legendaris di Temanggung yang layang disambangi adalah Warung Jadoel.

Warung tersebut berada di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 102, Jampirejo Tengah. Sepintas biasa saja. Tapi pengunjung silih berganti, kadang sampai antre untuk menikmati hidangan.  

Warung Jadoel tersebut memang berpenampilan sederhana, tapi ternyata usianya diperkirakan lebih dari 2 abad. Warung Jadoel juga diperkirakan menjadi tempat makan pertama yang didirikan di Temanggung.

Warung makan yang sebenarnya berawal tanpa nama itu kini dikelola oleh Siti Sukastiyah (77) generasi keempat dari pendirinya. 

"Kula mawon kesupen namine sinten, nek ibu ne kula Dulah Rujini, riyin nggih sadeyan sakderenge kula (saya saja sampai lupa nama nenek yang mendirikan siapa, tetapi kalau nama ibu saya Dulah Rujini, dulu juga berjualan disini)," kata Siti, Rabu (1/8). 

Baca Juga: Menikmati Sejuknya Curug Titang di Temanggung

"Dulu tidak ada namanya, ya hanya warung saja, seiring berjalannya waktu, masyarakat sekitar menyebut Jadoel, karena saking tuanya," ujarnya menambahkan. 

Menurut Siti, sejak ibunya masih berjualan, Warung Jadoel tidak pernah mengubah bentuk maupun menu makanannya.

"Saya 77 tahun lahir, tinggal dan besar di sini, hanya bagian depan dahulu sampai halte, tetapi terkena pelebaran sedikit, jadi dimundurkan, lainnya sama," tutur Siti.

Siti menceritakan, semasa ia kecil, pembeli warung sangat beragam. Tak hanya warga Temanggung asli, bahkan ada dari kalangan Belanda dan Jepang. Berdasarkan cerita tutur yang pernah didengar Siti dari almarhum sang ibu, para residen Kedu juga pernah singgah di warungnya.

Kepada bakabar.com, Siti mengatakan, setiap harinya ia bangun pukul 04.00 dan tidur pada 23.00 WIB untuk mengelola Warung Jadoel. Sehari-hari, ia juga tinggal di lantai 2 Warung Jadoel bersama anaknya, Yulianto Murtono, yang kini belajar meneruskan usaha kuliner keluarga tersebut.

"Ya dibantu anak-anak, tetapi saya masih terus ikut, sekedar menjuali pembeli atau membantu menata makanan," kata Siti.

Baca Juga: Menelusuri Peradaban yang Hilang di Situs Liyangan Temanggung

Setiap harinya, saat berjualan, Siti juga dibantu tujuh pegawai yang berasal dari daerah sekitar Temanggung. Mereka membantu memasak dan membersihkan Warung Jadoel. Pelanggan loyal mereka juga berlanjut dari generasi ke generasi.

Menu sejak dulu juga tidak berubah. Ada sayur nangka muda, tongkol cabe ijo, brongkos, opor ayam kampung hingga aneka lauk pauk gorengannya yang sangat lengkap.

Selain itu, ada salah satu menu makanan khas Temanggung yang sulit ditemukan di daerah lain, yaitu empis-empis.

"Setiap hari habis 40 kilogram nasi, bahan sayur dan daging lainnya sekitar 5 hingga 10 kilogram," tutur Siti.

Warung ini juga nyaris tak pernah tutup, kecuali saat lebaran. "Buka 24 jam dan tidak pernah tutup meskipun tanggal merah atau hari minggu, kecuali saat lebaran, 7 hari libur," kata Siti.

Menurut Siti, Warung Jadoel adalah sebuah aset sekaligus saksi bisu dari bagian kehidupan masyarakat Temanggung dan bagian sejarah dari keluarga pengelola warung.

Atas kerja keras Siti dan keluarganya, Warung Jadoel bahkan juga mendapatkan penghargaan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Temanggung.

"Dulu pernah dikasih emas batangan 40 gram dari Dinas Kabupaten Temanggung, masih kami simpan," ujar Siti.

Hingga kini, Siti berjanji pada diri sendiri, anak-anak serta para pelanggannya, untuk mempertahankan usaha ini sampai kapanpun. Bahkan, hingga ke generasi selanjutnya.

Pelanggan Turun Temurun

Saking lamanya warung ini berdiri, para pelanggannya juga turun temurun dari generasi ke generasi. Salah satunya adalah Diana (34) yang datang ke Warung Jadoel bersama suaminya. 

Diana berkisah, ia sudah berlangganan sejak kecil. "Bahkan sejak saya belum lahir, almarhum orang tua dulu juga langganan di sini, maka saya sering diajak waktu kecil," kata Diana.

Oleh karena itu, bagi Diana, Warung Jadoel selalu menjadi kenangan untuknya yang kini tinggal merantau di ibu kota.

"Setiap pulang kampung seperti sekarang, sebelum ke rumah, saya justru ke Warung Jadoel dulu, nostalgia," tuturnya.

Menu favorit yang dipilih Diana adalah tongkol santan, buntil dan tahu isi, lengkap dengan segelas teh hangatnya.

"Semua harga di sini juga sangat terjangkau, mulai dari Rp2.000 hingga Rp10.000. Setiap saya makan, 1 orang tidak pernah lebih dari Rp20.000 padahal sudah dengan minum dan lauk," ujarnya.

Editor
Komentar
Banner
Banner