bakabar.com, SAMPIT - Sudah menjadi tradisi saat 10 Muharram warga pada sejumlah wilayah di Kota Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalteng membuat bubur asyura.
Rasa khas bubur dengan aneka macam rempah itu selalu menjadi rebutan warga. Mereka rela mengantre demi mendapatkannya.
Warga Jalan Juanda Kelurahan Mentawa Baru Hilir, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Selasa (16/7/2024) bersama-sama membuat bubur asyura.
Membuat bubur asyura bukan hal yang asing lagi bagi warga di Jalan Juanda ini, karena sudah hampir 18 tahun lebih mereka membuat bubur tersebut setiap memasuki tahun Muharram.
“Setiap tahun kami membuat bubur ini, dan biasanya memang tepat pada 10 Muharram. Biar banyak warga yang menikmatinya, tahun lalu kami mengolah sebanyak 110 kilogram beras, dan Alhamdulillah banyak warga yang menyukai bubur yang kami,” jelas Idar (57), salah seorang warga dan keluarga peracik bubur asyura.
Ia mengungkapkan, cara pembuatan bubur tersebut memang terbilang cukup memakan waktu. Selain itu untuk bahan pembuatannya sendiri juga sangat istimewa yang mana banyak bahan serta rempah-rempah yang dicampurkan, diantaranya beras, bawang merah, bawang putih, kapulaga, merica, dan bahan rempah lainnya.
Kemudian, agar rasa bubur tersebut lebih legit, biasannya ditambahkan dengan kaldu ayam atau daging sapi, margarin dan santan kelapa. Untuk memperkaya rasa pada bubur, tidak lupa mereka juga mencampurkan sayur mayur, daging sapi dan ayam dan beras.
“Sambil kita aduk-aduk, bahan dimasukan satu persatu. Apinya juga harus besar biar beras cepat hancur dan menjadi bubur,” katanya.
Memang diakui Idar, tahun 2024 ini cukup beruntung karena masih banyak dermawan yang membantu untuk membuat bubur asyura ini, baik itu dari pendanaan, bahan maupun barang untuk memasak yang dibutuhkan.
“Kami bersyukur, setiap tahun mendapat bantuan secara sukarela warga yang ingin berbagi membuat bubur ini,” ucapnya.
Setelah hampir dua jam lebih lamanya akhirnya proses pengolahan bubur selesai, warga yang sudah lama mengantre secara bergantian menyerahkan tempat makanan yang mereka bawa dari rumah, tidak sampai satu jam lamanya, bubur yang diolah begitu banyaknya habis tak bersisa.
Namun tahun ini berbeda, pembangian bubur asyura dilakukan dua kali pengolahan, pada pagi hari bubur dimasak khusus dibagikan untuk anak patiasuhan dan pondok pesantren. Sedangkan yang olah pada siang hari dibagikan untuk masyarakat umum.
“Silaturahmi ini yang kami cari, melihat warga, teman dan kerabat bahagia menikmati bubur ini, kamipun juga cukup puas dan bahagia. Tradisi ini akan kami jaga terus setiap tahun untuk bisa berbagi bersama masyarakat," demikian Idar.