Nasional

Sejarah Bubur Asyura: Sejak Zaman Nabi Nuh dan Kaumnya Selamat dari Banjir

Dilansir dari berbagai sumber, dihikayatkan, bahwa tatkala perahu Nabi Nuh AS sudah berlabuh (siap digunakan) pada hari ‘asyuro

Featured-Image
Warga Komplek Pangeran Antasari (Kompas) Martapura, Kabupaten Banjar saat mengolah bubur asyura dengan porsi sangat besar, di momen 10 Muharam, Kamis (19/8/2022) lalu. Foto-apahabar.com/HendraLianor

bakabar.com, BANJARMASIN - Bulan Muharram merupakan bulan yang spesial bagi umat Islam.

Bulan ini dirayakan sebagai pergantian tahun bagi para muslim.

Tak hanya itu, pada hari ke-10 Bulan Muharram, umat Islam merayakan Hari Asyura.

Di hari ke-10 ini, umat Islam mempunyai tuntunan untuk menjalankan puasa sunah.

Namun, Hari Asyura juga diperingati dengan cara lain, yang paling terkenal adalah dengan membuat Bubur Asyura.

Bubur Asyura atau Suro ternyata tidak hanya menjadi tradisi semata dalam menyambut Tahun Baru Islam, bubur asyura ternyata sarat makna.

Tradisi memasak bubur asyura merupakan bentuk pengungkapan rasa syukur manusia atas keselamatan yang selama ini diberikan oleh Allah SWT.

Jika dirujuk menurut sejarah atau asal usulnya, bubur asyura ternyata sudah ada sejak masa Nabi Nuh kala bersama kaumnya yang beriman selamat dari banjir besar dengan menaiki perahu.

Dilansir dari berbagai sumber, dihikayatkan, bahwa tatkala perahu Nabi Nuh AS sudah berlabuh (siap digunakan) pada hari ‘asyuro, beliau berkata kepada kaumnya:

"kumpulkanlah semua perbekalan yang ada pada diri kalian!”. Lalu beliau menghampiri (mereka) dan berkata: "(ambillah) kacang fuul (semacam kedelai) ini sekepal, dan ‘adas (biji-bijian) ini sekepal, dan ini dengan beras, dan ini dengan gandum dan ini dengan jelai (sejenis tumbuhan yang bijinya/buahnya keras dibuat tasbih)".

Kemudian Nabi Nuh berkata: "masaklah semua itu oleh kalian!, niscaya kalian akan senang dalam keadaan selamat".

Dari peristiwa ini maka kaum muslimin (terbiasa) memasak biji-bijian.

Dan kejadian di atas merupakan praktik memasak yang pertama kali terjadi di atas muka bumi setelah kejadian topan.

Dan juga peristiwa itu dijadikan (inspirasi) sebagai kebiasan setiap hari ‘asyuro.

Sejak itu, tradisi memasak bubur asyura dilakukan oleh umat Muslim di berbagai belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia.

Editor


Komentar
Banner
Banner